Presiden KSPI: Ekonomi Indonesia Minus 17% pada 1998, tapi Upah Minimum Tetap Naik 16 Persen

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, buruh Indonesia menolak upah minimum 2021 tidak naik.

Warta Kota/Joko Supriyanto
Presiden KSPI, Said Iqbal menyampaikan keterangan terkait aksi buruh di DPR RI. Selasa (2/10/2019). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, buruh Indonesia menolak upah minimum 2021 tidak naik.

Menurut Said, Indonesia bukan pertama kali mengalami resesi ekonomi yang dikaitkan dengan kenaikan upah minimum.

Ia mencontohkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 1998 minus 17, 6 persen, dan inflasi mendekati 78 persen. Tetapi saat itu, upah minimum naik 16 persen.

Baca juga: KRONOLOGI KPK Bekuk Hiendra Soenjoto di BSD, Dua Mobil yang Dipakai Saat Buron Ikut Disita

"Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen."

"Padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen,” papar Said secara daring, menyikapi surat edaran UMP 2021 tidak naik, Jumat (30/10/2020).

Dengan analogi yang sama, kata Said, pertumbuhan ekonomi dan inflasi saat ini lebih baik, dibandingkan tahun 1998 dan 1999.

Baca juga: 54 Daerah Ini Tak Beranjak dari Zona Oranye Selama 10 Minggu, Satgas Covid-19 Minta Segera Berbenah

Di mana, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan minus 8 persen dan inflansi 3 persen.

"Atas dasar itu, KSPI mengusulkan kenaikan upah minimum 2021 adalah 8 persen," ucap Said.

Namun, jika dirasa berat bagi pengisaha, Said menyebut Dewan Pengupahan dan pemerintah daerah dapat berunding untuk menetapkan kenaikan upah minimum yang dirasa tepat.

Baca juga: PA 212 Minta Megawati Buang Rumusan Pancasila 1 Juni 1945 dan Bebaskan Ulama Jika Tak Mau Dicap PKI

"Jangan dipukul rata, bahwa semua perusahaan tidak mampu membayar kenaikan upah minimum."

"Bahkan kalau pun ada yang tidak mampu, undang-undang sudah memberikan ruang untuk melakukan penangguhan upah minimum," tutur Said.

Dalam Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/11/HK.04/2020 tentang penetapan upah minimum, diteken oleh Menaker pada 26 Oktober 2020 dan ditujukan kepada para gubernur.

SE tersebut meminta gubernur melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020.

Baca juga: Wasekjen PA 212 Bilang Rizieq Shihab Bakal Pulang ke Indonesia Saat Momen Maulid Nabi

Lalu, melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada 31 Oktober 2020.

Selanjutnya, upah minimum 2021 ini secara resmi akan ditetapkan dan diumumkan oleh seluruh pemerintah daerah pada akhir Oktober 2020.

“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diminta kepada Saudara untuk menindaklanjuti dan menyampaikan Surat Edaran ini kepada Bupati/Walikota serta pemangku kepentingan terkait di wilayah Saudara,” tuturnya.

Minta Naik 8 Persen

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak tegas wacana tidak adanya kenaikan upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota (UMP/UMK) di tahun 2021.

Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, upah minimum di tahun 2021 harus mengalami kenaikan.

"Serikat buruh KSPI berpendapat, mengusulkan serta bersikap, kenaikan upah minimum, UMK, UMSK, UMP, UMSP harus tetap ada," kata Said dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/10/2020).

Baca juga: Moeldoko Ungkap Jokowi Tegur Kabinet karena Komunikasi Sosialisasikan UU Cipta Kerja Sangat Jelek

"Berapa nilai yang diminta oleh KSPI? 8 persen kenaikan UMK, UMSK, UMP, UMSP."

"Dari mana cara lihatnya? Melihat angka tiga tahun berturut-turut," tuturnya.

Said menjelaskan, ada dua alasan mengapa harus tetap ada kenaikan UMP 2021, meski saat ini kondisi krisis akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Arief Poyuono: Jokowi Jangan Mau Didikte, yang Mau UU Cipta Kerja Lebih Banyak dari yang Menolak

Pertama, Said berkaca pada resesi ekonomi yang terjadi pada krisis tahun 1998.

Saat itu, pertumbuhan ekonomi mencapai minus 13,6 persen, namun tetap ada kenaikan UMP pada tahun 1999.

"Dengan analogi yang sama, kita belum sampai minus 8 persen di kuartal III ini."

Baca juga: Jokowi Tak Ingin Karhutla Duet Maut dengan Covid-19, Menteri LHK Ungkap Singapura Selalu Mengejek

"Baru setengah dari pada tahun 1998/1999, bahkan kami minta naiknya 8 persen adalah wajar."

"Tujuannya apa? Biar purchasing power terjaga, kan investasi lagi hancur, ekspor tidak lagi bagus, tinggal konsumsi."

"Nah, konsumsi yang bisa dijaga untuk menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak resesi lebih dalam adalah dengan cara menjaga daya beli purchasing power."

Baca juga: Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Tambah 10 pada 21 Oktober 2020, Ada Transmisi Keluarga di Cisarua

"Upah adalah salah satu instrumennya," paparnya.

Kedua, lanjut Said, fakta di lapangan masih banyak perusahaan yang beroperasi.

Said mengungkapkan, anggota KSPI 90 persen masih bekerja dan beroperasi.

Baca juga: Ketua Bawaslu Ungkap Polisi dan Satpol PP Takut Bubarkan Kampanye Pasangan Calon Petahana

Apalagi, menurutnya ada beberapa perusahaan besar yang tetap menerima karyawan baru.

"Itu menjelaskan perusahaan walaupun mungkin profitnya turun, tapi masih sehat."

"Buktinya masih beroperasi, bahkan beberapa perusahaan komponen otomotif memanggil kembali karyawan-karyawan baru untuk dikontrak, itu fakta."

Baca juga: Moeldoko Akui Pemerintah Sering Kewalahan Hadapi Hoaks

"Oleh karena itu, fakta ini menjelaskan masih banyak perusahaan yang mampu untuk menaikkan upah minimum yang kami minta 8 persen, tapi nanti negosiasi," bebernya.

Bagi perusahaan yang tak mampu menerapkan kenaikan UMP 8 persen, Said menyarankan agar berkirim surat kepada Menteri Tenaga Kerja, disertai lampiran laporan pembukuan perusahaan tersebut tidak mampu atau merugi. (Rina Ayu)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved