Jokowi Tak Ingin Karhutla Duet Maut dengan Covid-19, Menteri LHK Ungkap Singapura Selalu Mengejek
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengungkapkan perhatian khusus Presiden Jokowi terhadap karhutla, di masa pandemi Covid-19.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengungkapkan perhatian khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), di masa pandemi Covid-19.
Siti Nurbaya mengatakan, Jokowi kerap mewanti-wanti dirinya untuk terus memantau hingga menyiapkan antisipasi jika terjadi Karhutla.
"Pak Presiden sendiri juga selalu mengingatkan dan kadang-kadang menelepon secara khusus."
Baca juga: DAFTAR Terbaru 32 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jakarta Sisa Dua, Aceh Paling Banyak
"'Ini beresin, antisipasi, jaga. Ini (pandemi) Covid-19."
"Saya enggak mau kebakaran itu duet maut antara Karhutla dan Covid-19," ungkap Siti Nurbaya dalam webinar Denpasar 12 'Waspada Bencana Nasional di Tengah Pandemi', Rabu (21/10/2020).
Meski begitu, Siti Nurbaya mengaku Karhutla hingga saat ini masih terjadi, meski tidak masif.
Baca juga: Soal UU Cipta Kerja, Menaker: Jokowi Pilih Tinggalkan Legacy untuk Kita Semua, Bukan Cari Aman
Dirinya mengaku sedang membenahi penanganan karhutla.
Siti Nurbaya mengatakan, saat ini hotspot atau titik panas karhutla di Indonesia hanya berkisar 8 sampai 9 persen.
"Karena sekarang karhutla juga masih ada walaupun sedikit, sedikit itu masih ada dan kita lagi benahi," ungkap Siti Nurbaya.
Baca juga: Ini Peralatan yang Diminta Dibawa Pelajar untuk Demonstrasi Rusuh, dari Sarung Tangan Hingga Raket
Menurut Siti Nurbaya, sinergitas antara Kementerian LHK dengan kementerian dan lembaga lain juga sudah terbentuk.
Kementerian LHK bekerja sama dengan BNPB, BMKG, dan Kementerian PUPR, menanggulangi karhutla.
"Yang paling penting adalah sebetulnya sinergi."
Baca juga: DAFTAR 25 Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Papua Mendominasi, Jawa Nihil
"Sinergi itu untuk bisa kita permanently, selesaikan jadi ada ilmu pengetahuan."
"Ada kendali operasional secara sinergis, ada kesadaran kita untuk tata kelola landscape," papar Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya juga mengungkapkan tekanan yang diterima Indonesia dari dunia internasional, akibat karhutla.
Baca juga: 40 Warga Kabupaten Bogor Jadi Pasien Baru Covid-19 per 20 Oktober 2020, Muncul 5 Klaster Keluarga
Siti Nurbaya mengatakan, tekanan terbesar terjadi pada 2015, pada awal-awal dirinya menjadi Menteri LHK.
"Terasa juga di internasional saya gara-gara 2015 asap itu."
"Tekanan internasional kepada Indonesia gila-gilaan dan diejek terus, dikata-katain terus," ungkapnya.
Baca juga: Kondisi Membaik Usai Ditembak KKSB, Dosen UGM Bambang Purwoko Merasa Beruntung
Menurut Siti Nurbaya, negara yang paling sering mengkritik karhutla di Indonesia adalah Singapura.
"Apalagi Singapura negara kecil, tapi sok tahu banget, selalu mengejek," beber Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya mengungkapkan, tekanan tersebut mereda pada 2017, setelah karhutla di Indonesia mengalami penurunan hingga 165 ribu hektare lahan yang terbakar.
Baca juga: Jokowi Ingin UU Cipta Kerja Segera Diterapkan Agar Pengusaha Muda Cepat Bangkit
Menurutnya, pemerintah telah menemukan pola dalam karhutla yang bisa ditemukan cara mengantisipasinya.
Saat ini dirinya mengaku Indonesia lebih siap dalam menghadapi karhutla.
"Jadi pola ini bisa kita ikuti ternyata. Jadi itu pada dimensi nilai-nilainya yang menjaga kita."
Baca juga: Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani Mengaku Mau Ditangkap Polisi, Kini Bakal Diperiksa Bareskrim
"Kalau ditanya apakah sudah siap, kelihatannya jauh lebih siap."
"Mungkin beberapa kali lipat lebih siap dibandingkan tahun 2015," ucap Siti Nurbaya.
Kunci penanganan karhutla, menurut Siti Nurbaya terletak pada sinergi antar-lembaga.
Baca juga: Bulan Depan Buruh Gelar Unjuk Rasa Akbar Lagi, Tuntut DPR Lakukan Legislative Review UU Cipta Kerja
Partisipasi masyarakat dalam penanganan karhutla juga menjadi kunci.
"Yang paling penting dan unggul buat Indonesia itu adalah partisipasi publik. Itu kayaknya nggak ada lawan," cetus Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya lantas membeberkan upaya pemerintah mencegah kebakaran hutan.
Baca juga: Jepang Utangi Indonesia Rp 6,95 Triliun untuk Tanggulangi Covid-19, Juga Bantu Alat Medis
Siti bercerita pengalamannya berupaya mencegah kebakaran hutan di Indonesia, saat momen penting pelantikan Presiden serta ketika pidato kenegaraan pada 17 Agustus.
"Ketika kebakaran hutan itu misalnya terjadi di saat pelantikan Presiden."
"Mbak Rerie mungkin ingat tahun lalu, saya mati-matian ngejagain untuk tidak terjadi atau kebakaran hutan kemarin waktu pidato Agustusan," beber Siti.
Baca juga: Said Iqbal Tantang Fraksi PKS dan Demokrat Ajukan Legislative Review UU Cipta Kerja
Padahal, Siti mengungkapkan, pada 11 hingga 13 Agustus, wilayah Kalimantan Barat mengeluarkan asap yang sangat tinggi.
Saat itu, dirinya bersama bersama Panglima TNI berupaya agar kebakaran hutan tidak terjadi di momen pidato kenegaraan Presiden Jokowi.
"Saya mati-matian ngejagainnya, karena pada tanggal 11,12,13 Agustus tuh Kalimantan Barat gila-gilaan asapnya."
Baca juga: Menteri Keuangan SBY Prediksi Ekonomi Indonesia Baru Mulai Membaik pada Awal 2021
"Kita mati-matian bersama Panglima TNI, supaya pada tanggal pidato Presiden itu tidak terjadi kebakarannya," tutur Siti.
Menurut Siti, Kementerian LHK berupaya mengurangi titik kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia.
Siti mengakui saat pertama kali menjadi Menteri LHK, luas area lahan yang terbakar masih cukup tinggi.
Baca juga: Hasil Investigasi TGPF Intan Jaya, Oknum Aparat Diduga Terlibat Pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani
Pada 2015, luas area lahan yang terbakar mencapai 2.611.411 hektare pada 2015.
Hingga akhirnya Siti memutuskan untuk melakukan reformasi dalam penanganan kebakaran hutan di Indonesia.
"Bahwa pilihannya tidak ada kecuali melakukan reformasi di beberapa dimensi, termasuk tataran nilai," ucap Siti.
Baca juga: Mantan Pengacara Setya Novanto Fredrich Yunadi Ajukan PK, KPK Bakal Hadiri Sidangnya
Saat itu, Siti mengungkapkan pemerintah mencoba mengubah konsep dari tanggap darurat ke siaga darurat.
Pemerintah juga fokus kepada pencegahan dengan tidak hanya melihat soal api saja, tapi juga soal landskap dari gambut. (Fahdi Fahlevi)