Berita Nasional
Relawan Jokowi Sarankan Presiden Perlu Mengganti Pembantunya yang Gagal di Bidang Komunikasi Politik
Presiden untuk fokus pada penanganan pandemi Covid 19 dan pemulihan ekonomi dalam jangka pendek
Di luar kondisi keadaan abnormal (akibat pandemi Covid-19), pemantapan stabilitas politik dan gejala elitisme dalam pembuatan kebijakan nampak kuat. Wajar bila hal itu memunculkan persepsi yang cenderung negatif di masyarakat.
Politik akomodasi dalam rangka stabilitas politik dan corak government-centris dalam proses pengambilan kebijakan, secara perlahan menyebabkan hilangnya semangat tata kelola partisipatoris yang awalnya menjadi magnet bagi para pendukung tradisional, termasuk relawan dan masyarakat pada umumnya.
Ini tercermin dari revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ide tentang food estate dan yang terkini adalah Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca juga: Massa Demonstran di Jogja Gaungkan Mosi Tidak Percaya kepada Pemerintah, Ajak Bentuk Dewan Rakyat
Citra negatif tersebut sebetulnya dapat dihindari apabila proses legislasi sejumlah kebijakan itu tidak terkesan tertutup dan ekslusif, tapi terbuka dan inklusif dengan melibatkan semua stakeholder dan publik pada umumnya.
Kemudian, ada komunikasi politik yang kuat dari pemerintah yang mampu meyakinkan publik bahwa kebijakan tersebut penting dan karenanya perlu dibuat.
"Selama setahun terakhir ini komunikasi politik nampak terlihat menjadi salah satu titik terlemah pemerintah. Komunikator pemerintah gagal dan nampak kedodoran meluruskan informasi dan misinformasi di ranah publik yang begitu masif," papar Hendrik Dikson Sirait
Menurutnya, akibat proses deliberasinya yang tidak berjalan mulus maka tak terhindarkan bila penolakan dari berbagai pemangku kepentingan strategis muncul secara bersamaan.
Terlepas dari kenyataan bahwa terdapat elemen-elemen tertentu yang secara sengaja, jahat, dan sistematis telah menunggangi atau mendistorsi situasinya sedemikian rupa.
Untuk itu, sebagai pendukung yang memposisikan diri 'mitra kritis' pemerintahan Jokowi - Ma"riuf Amin, Almisbat wajib mengingatkan, di sisa 4 tahun masa pemerintahannya, belum terlambat bagi Presiden Jokowi untuk mengambil langkah-langkah pembenahan terhadap segala kekurangannya selama satu tahun terakhir ini.
Baca juga: Prabowo Diundang ke AS, Fadli Zon: Dia Tokoh Militer Terdidik dan Punya Jaringan Internasional Luas
"Pembenahan ini penting dilakukan Jokowi untuk memastikan apa yang hendak menjadi “legacy" (warisan)-nya sebagai negarawan. Sekaligus agar Presiden tidak “tersandera” oleh kepentingan elektoral kekuatan elit politik yang ada di sekitarnya menuju Pilpres dan Pileg 2024," katanya.
Dalam hal pengambilan kebijakan, Almisbat meyakini bahwa tidak semua hal bisa diselesaikan dengan cepat, meski dalam beberapa hal cara ini cukup efektif.
Ada hal-hal yang memang membutuhkan kajian mendalam, penguatan konsep dan partisipasi publik terlebih dulu.
Dalam konteks itu, penting bagi presiden untuk memperkuat landasan konsepsional kebijakan, sekalipun boleh jadi wujud konkretnya belum dapat dirasakan saat ini.
Patut disayangkan bahwa lingkaran sekitar Presiden nampak kurang memiliki determinasi konseptual, karena lebih berpikir dan bertindak seputar isu-isu jangka pendek.
Berdasarkan paparan tersebut, Almisbat menyatakan dan merekomendasikan:
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/konferensi-pers-jokowi-soal-uu-cipta-kerja.jpg)