Berita Nasional
Relawan Jokowi Sarankan Presiden Perlu Mengganti Pembantunya yang Gagal di Bidang Komunikasi Politik
Presiden untuk fokus pada penanganan pandemi Covid 19 dan pemulihan ekonomi dalam jangka pendek
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) menyoroti soal kinerja 'pembantu' presiden dalam bidang komunikasi politik.
ALMISBAT adalah organisasi relawan Joko Widodo (Jokowi), didirikan oleh sejumlah aktifis dari ragam latar belakang pada 2014 yang tersebar di 55 kota dan kabupaten di Indonesia.
Sebagai pendukung, Almisbat memposisikan diri sebagai ' mitra kritis' pemerintah dan memiliki visi tentang Indonesia yang demokratis dan berkeadilan sosial.
Hendrik Dikson Sirait selaku Ketua Umum Almistat menyebut, pihaknya telah mencatat sejumlah hal di tahun pertama kepemimpinan Jokowi-Makruf Amin.
Baca juga: Almisbat Dukung Penuh Kepolisian Usut Penghina Budaya Batak dan Penghina Jokowi
Baca juga: Bantah Bareskrim Hendak Tangkap Petinggi KAMI Ahmad Yani, Polisi: Kita Datang Buat Ngobrol Aja
"Catatan ini disampaikan sebagai salah satu bentuk dukungan Almisbat selaku mitra-kritis pemerintah agar pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin berhasil menuntaskan sejumlah persoalan dasar berbangsa dan bernegara, serta meninggalkan “legacy” (warisan) yang baik bagi perjalanan bangsa ini ke masa depan," ujarnya melalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/10/2020).
Ia memandang, setelah 22 tahun dan 5 kali pemilihan umum pascareformasi 1998, Indonesia betul-betul mengalami transisi demokrasi panjang dan penuh gejolak.
Di tengah serangkaian perubahan politik yang begitu cepat dan fragmentasi di berbagai bidang, maka dapat dimengerti apabila kekuatan elit politik membangun konsensus atau permufakatan tertentu di tengah persaingan dan perbedaan mendasar di antara mereka.
Permufakatan itu di satu sisi efektif mengakomodasi atau menjembatani perbedaan di tingkat elit.
Baca juga: Mahasiswa Mulai Bubarkan Diri, Kelompok Remaja Ambil Alih Kawasan Patung Kuda
Dan meskipun permufakatan itu tidak selalu berarti jahat, namun hal itu seringkali bukan kesepakatan bersama menyangkut “nilai-nilai politik” yang bisa mempertemukan mereka dengan berbagai elemen demokratis lainnya menjadi suatu kekuatan yang bisa menciptakan konsolidasi demokrasi.
Upaya ke arah konsolidasi demokrasi itu memang bukan tidak ada sama sekali.
Beberapa kebijakan yang dilakukan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintahan berikutnya termasuk pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada lima tahun terakhir, dapat dikatakan relevan dan berkontribusi ke arah pencapaianya.
Namun, kondisi dan pranata sosial politik Indonesia yang khas memang acap kali membuat ukuran keberhasilan dan konsekuensinya menjadi berbeda dibanding upaya serupa di beberapa negara lain yang mengalami proses transisi demokrasi.
"Sebagai elemen demokratis, kami menilai sosok Jokowi, yang nota bene berasal dari luar lingkaran elit politik Indonesia dan terbebas dari beban masa lalu, merupakan representasi yang tepat untuk memastikan proses transisi dan konsolidasi demokrasi berlangsung dengan meyakinkan," ungkapnya.
Baca juga: Di Akun Facebooknya, Penggerak Pelajar Instruksikan Demo UU Ciptaker Harus Rusuh dan Ricuh
Alasan mengapa proses tersebut begitu penting untuk berhasil adalah karena prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi jauh melampaui demarkasi demokrasi prosedural semata, seperti yang ada selama ini.
"Oleh karena itu, ALMISBAT sejauh ini belum memiliki alasan cukup untuk mengatakan secara meyakinkan bahwa permufakatan antar elit yang nyata-nyata berpengaruh negatif terhadap tatanan demokrasi itu, telah berakhir," ungkap Hendrik Dikson Sirait
Indikasinya bahkan kentara dalam satu tahun masa pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin saat ini.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/konferensi-pers-jokowi-soal-uu-cipta-kerja.jpg)