Omnibus Law

MUI Juga Keluhkan UU Cipta Kerja, Dinilai Telah Merusak Esensi dari Sertifikasi Halal, Kok Bisa?

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru saja disahkan ternyata bukan saja ditentang organisasi buruh, tapi juga dikeluhkan MUI.

Istimewa via Kompas.com
Perdebatan terjadi dalam Rapat Paripurna DPR RI membahas pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di gedung DPR RI, Senin 5 Oktober 2020. RUU tersebut selanjutnya telah menjadi UU Cipta Kerja. Namun penentangan tak berhenti di lapangan. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru saja disahkan ternyata bukan saja ditentang organisasi buruh, tapi juga dikeluhkan MUI.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim menilai, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja telah merusak esensi dari sertifikasi halal.

Sebab, menurut dia, UU Cipta kerja lebih fokus pada perlindungan produsen, bukan konsumen.

Menaker Ajak Buruh Baca dengan Rinci Isi UU Cipta Kerja

Pembelaan Krisdayanti Soal UU Cipta Kerja : Ini Akan Mempermudah Terciptanya Lapangan Kerja

"Menurut saya seolah Undang-Undang Cipta Kerja ini terkait masalah halal karena dia masuk dalam rezim perizinan, maka substansi halalnya menjadi ambyar," kata Lukman kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

Ilustrasi Direktur LPPOM MUI, Dr. Ir. Lukmanul Hakim, Msi (kanan), berjabat tangan dengan  Direktur PT Sushi Tei Indonesia, Sonny Kurniawan, usai penyerahan sertifikat halal secara simbolis dari LP POM MUI kepada Sushi Tei Indonesia, di Jakarta, Kamis (9/5/2019). Ia keluhkan pasal halal di RUU Cipta Kerja
Ilustrasi Direktur LPPOM MUI, Dr. Ir. Lukmanul Hakim, Msi (kanan), berjabat tangan dengan Direktur PT Sushi Tei Indonesia, Sonny Kurniawan, usai penyerahan sertifikat halal, Kamis (9/5/2019). Ia keluhkan pasal halal di RUU Cipta Kerja (istimewa)

Lukman mengatakan, hal itu terlihat dari beberapa pasal yang ada di UU Cipta Kerja, salah satunya pasal mengenai mengenai auditor halal.

Menurut dia, UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 10 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, telah menghilangkan ketentuan adanya sertifikasi auditor halal dari MUI.

Ridwan Kamil Akui Batas Keterisian RS oleh Pasien Covid-19 Lebihi Angka WHO, Ia Akan Menurunkannya

Perubahan regulasi dalam Pasal 10 UU Jaminan Produk Halal itu diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang Cipta Kerja.

"Auditor itu adalah saksi daripada ulama. Saksi dari pada ulama, maka dia harus disetujui oleh ulama," ujar dia.

Ia juga mempermasalahkan soal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang bisa buat atau diajukan oleh lembaga Islam di perguruan tinggi negeri.

Menurut dia, tidak semua perusahaan dan perguruan tinggi mengerti dengan baik mengenai syariat terkait produk halal.

Kasus Covid-19 di Jabodetabek Tinggi, Polisi Minta Buruh Tidak Turun Jalan

Masalah lainnya, soal usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang diperbolehkan menyatakan diri menjual produk halal.

"Ini yang kemudian menjadi kabur, sehingga sertifikasi halal itu melulu hanya berupa lembaran kertas yang tidak punya kekuatan hukum. Dalam konteks hukum Islam," ucap dia.

UU Cipta Kerja telah disahkan DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020)

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna mengatakan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.

RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Belum Ada Laporan Masyarakat, Bawasalu Tetap Telusuri Dugaan Pelanggaran Spanduk Kampanye Paslon

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved