Mantan Hakim MK Usulkan KPK Naik Level Jadi Organ Konstitusi Agar Tak Terus Dilemahkan

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruar Siahaan mengusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi organ konstitusi.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruar Siahaan mengusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi organ konstitusi.

Ia mengibaratkan peningkatan status kelembagaan KPK itu seperti pengadopsian konsep pemisahaan kekuasaan baru (new separation of powers).

Maruar menjelaskan, di samping pemisahaan cabang kekuasaan eksekutif-legislatif-yudikatif, diperlukan cabang kekuasaan terkait integritas (integrity branch).

Jaksa Pinangki Jual Nama Orang untuk Yakinkan Djoko Tjandra Urus Fatwa MA, Siapa?

Menurutnya, konsep itu sudah ditelaah di sejumlah negara maju ,menyusul masalah sosial tak terselesaikan seperti korupsi.

Kata Maruar, di Indonesia cabang kekuasaan integritas itu bisa diisi oleh lembaga seperti KPK, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga lembaga lainnya

“KPK perlu diangkat ke atas sebagai organ konstitusi,” katanya dalam sidang perkara pengujian konstitusionalitas UU KPK hasil revisi di Gedung MK, Jakarta, Rabu (9/9/2020).

Jaksa Pinangki Sewa Apartemen Rp 75 Juta per Bulan, Duit dari Djoko Tjandra Diduga Mengalir ke Adik

Usulan KPK sebagai organ konstitusi sempat mengemuka dalam sidang pengujian UU KPK terdahulu.

Komisi antikorupsi itu eksis di Tanah Air sejak 2003, berkat payung hukum UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas mengingatkan kembali, lembaga antirasuah tersebut lahir berkat semangat moral Reformasi 1998.

Mulai 1 Oktober 2020, Zoom Hingga Twitter Kena Pajak Pertambahan Nilai 10 Persen

Dalam UUD 1945 hasil amandemen, institusi baru bidang yudisial dilahirkan setelah runtuhnya Orde Baru, yakni MK dan Komisi Yudisial (KY).

“Tiga-tiganya lahir dari gerakan moral Reformasi sebagai kritik rezim otoriter yang anti-HAM, tapi KPK baru diatur dalam level UU."

"Sudah saatnya KPK ditaruh dalam level konstitusi,” katanya, Rabu (12/2/2020).

Novel Baswedan, Istri, dan Empat Anaknya Sembuh dari Covid-19 Setelah 11 Hari Isolasi Mandiri

Dengan menjadi organ konstitusi, Busyro berpendapat kelembagaan dan kewenangan KPK tidak mudah dilemahkan.

Indikasinya, berkali-kali UU 30/2002 hendak diubah baik melalui proses legislasi maupun uji materi.

Kerentanan itu akhirnya terbukti dengan lahirnya UU Nomor 19/2019 sebagai revisi kedua atas UU 30/2002.

DAFTAR 11 Kabupaten/Kota dengan Kasus Aktif Covid-19 Lebih dari Seribu, Mayoritas di Jakarta

Menurut Busyro, fakta empiris tersebut sudah seharusnya menyadarkan para pengambil kebijakan untuk mengatur KPK dalam UUD 1945.

“Beberapa kali UU KPK coba direvisi. Ada yang gagal tapi kali ini (lewat UU 19/2019) mencapai ‘cerita sukses’ yang luar biasa,” tutur mantan Ketua KY ini.

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mencatat revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) ke lembaran negara.

DAFTAR 100 Negara yang Aman Dikunjungi di Tengah Pandemi Covid-19, Jerman Nomor Satu

UU KPK hasil revisi itu tercatat sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.

Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, pihaknya belum mendapat dokumen UU Nomor 19 Tahun 2019 tersebut.

 KPK Masih Bebas Lakukan OTT Selama Jokowi Belum Bentuk Dewan Pengawas

"Dokumen UU 19 Tahun 2019 tersebut belum kami dapatkan sampai saat ini."

"Nanti jika sudah didapatkan segera dibahas," ujar Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (18/10/2019).

Lebih lanjut, kata Febri Diansyah, KPK baru saja mendapatkan informasi itu pagi ini.

 Suami Istri Dirampok Saat Tumpangi Bajaj, Harta Senilai Rp 25 Juta Raib

KPK akan segera menindaklanjuti dokumen tersebut.

"Ya kami baru dapat informasinya pagi ini. Nanti akan dilihat apa isi UU tersebut, dan segera kami bahas untuk memutuskan tindak lanjut berikutnya," tuturnya.

RUU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK telah tercatat dalam lembaran negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019.

 SUSUNAN Lengkap Acara Pelantikan Jokowi-Maruf Amin, Dimulai Pukul 14.30

UU KPK tersebut tercatat di lembaran negara tertanggal 17 Oktober 2019.

Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana mengatakan, seharusnya UU KPK versi revisi otomatis berlaku pada 17 Oktober 2019.

"Revisi UU KPK sudah tercatat dalam lembaran negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019 mengenai perubahan UU KPK."

 Wali Kota Medan Ajak Anak Istri ke Jepang, Lalu Palak Kepala Dinas untuk Lunasi Pembengkakan Biaya

"Sudah diundangkan di lembaran negara Nomor 197 dengan nomor tambahan lembar negara (TLN): 6409 tertanggal 17 Oktober 2019," kata Widodo ketika dikonfirmasi awak media, Jumat (18/10/2019).

Widodo mengatakan, salinan UU Nomor 19 Tahun 2019 itu belum dapat disebarluaskan.

Karena, menurutnya perlu diteliti oleh Sekretariat Negara terlebih dahulu.

 Istana Rogoh Kocek‎ Hingga Rp 1 Miliar untuk Mobil Tamu Negara Saat Pelantikan Jokowi-Maruf Amin

"Salinan UU masih diautentifikasi oleh Sekretariat Negara. Setelah itu baru kita publikasikan di website," kata Widodo.

Revisi UU KPK disahkan DPR pada 17 September 2019.

Selama 30 hari sejak disahkan atau 17 September 2019-17 Oktober 2019, belum ada pihak resmi yang menyatakan revisi UU itu berlaku.

 Terduga Teroris di Bekasi Kerap Jual Ikan Hias Sampai Tengah Malam, Pembelinya Jarang

Padahal, menurut Pasal 73 ayat (2) UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jika RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari.

Atau, terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Sebelumnya, menyambut berlakunya UU 30/2002 tentang KPK yang sudah direvisi dan disahkan DPR pada 17 Oktober 2019, empat komisioner KPK melakukan 'selebrasi'.

 Istana Rogoh Kocek‎ Hingga Rp 1 Miliar untuk Mobil Tamu Negara Saat Pelantikan Jokowi-Maruf Amin

Ketua KPK Agus Rahardjo beserta tiga wakilnya, Basaria Panjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata, berfoto bersama.

Kegiatan itu dilakukan di dalam ruang konferensi pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

 Jokowi Membisu Saat Ditanya Soal Perppu KPK, Dua Pimpinan MPR Langsung Sigap Alihkan Pertanyaan

Awalnya, setelah mengumumkan penetapan tersangka dalam empat kasus berbeda, Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata ingin segera meninggalkan ruangan konferensi pers.

Namun, seketika para awak media yang meliput meminta mereka untuk berfoto bersama.

"Pak Agus, Bu Basaria, Pak Saut, Pak Alex, ayo foto dulu. Buat nyambut undang-undang baru," ucap awak media ramai-ramai.

 OTT Berlangsung Dramatis, Staf Protokol Wali Kota Medan Nyaris Tabrak Petugas KPK

Empat pimpinan KPK pun menuruti permintaan para pencari berita.

Mereka langsung bangun dari kursinya masing-masing untuk mengambil posisi.

"Bagaimana gayanya?" tanya Agus Rahardjo kepada wartawan.

 Maruf Amin Rahasiakan Kostum yang akan Dipakai Saat Pelantikan, Mengaku Masih Agak Kaget-kaget

"Iya, bagaimana? Jangan macam-macam tapi ya," Saut Situmorang menimpali.

"Bebas saja pak, bu," seru para awak media.

Agus Rahardjo kemudian membentuk logo 'peace' dari tangan kanannya. Basaria Panjaitan memilih menggaungkan logo gerakan 'Saya, Perempuan Antikorupsi (SPAK).

 Tiga Wali Kota Medan Cetak Hattrick Digarap KPK

Sedangkan, Saut Situmorang dan Alexander Marwata sama-sama mengepalkan tangan kanannya ke udara.

Empat komisioner tersenyum ketika para pewarta mengambil gambar.

"Ya, selamat datang undang-undang baru," teriak Saut Situmorang.

Empat pimpinan KPK jilid IV itu pun berangsur meninggalkan ruang konferensi pers. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved