Kasus Novel Baswedan
Tanggapi Dakwaan 1 Tahun Penyiram Air Keras NB, Bambang Widjojanto: Keadilan Sedang Dirobek-robek
Bambang Widjojanto menilai, ketidakadilan sedang dipertontonkan dengan terang-benderang.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ronny Bugis, terdakwa kasus penganiayaan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, pidana penjara selama 1 tahun.
Di mana saat ini kondisi Novel Baswedan matanya mengalami buta akibat disiram keras oleh pelaku.
Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete didakwa terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tuntutan ini terangsaja mengejutkan publik, karena dianggap terlalu ringan.
Apalagi, kedua terdakwa selama bertahun-tahun menjadi buronan.
• Minta Pimpinan KPK Kendalikan Pergerakan Novel Baswedan, IPW: Dia Terapkan Cara Aneh Periksa Nurhadi
• Penyiram Air Keras Cuma Dituntut 1 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Novel Baswedan Sebut Sandiwara Hukum
Dakwaan ini menuai banyak kecaman.
Mantan Pimpinan KPK, Bambang Widjojanto banyak menyebut tindakan seperti ini seperti merobek-robek keadilan.
Ia menilai, ketidakadilan sedang dipertontonkan dengan terang-benderang.
"Serangan atas pemberantasan korupsi tengah merajalela. Mata Penyidik Senior KPK, dirusak, terdakwa "jejadiannya" hanya mendefinisikan seadanya," tulis Bambang Widjojanto di akun Twitternya, dikutip Wartakotalive.com, Kamis (11/6/2020) malam.
"Secara seronok, keadilan dirobek-robek sebaliknya di sumber asalnya.
Seperti tengah memuliakan kedunguan, terus-menerus mencemooh keadilan tanpa titik," imbuhnya
Tanggapan kuasa hukum
Tim Advokasi Novel Baswedan juga menyoroti tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap dua terdakwa kasus penganiayaan penyidik KPK, Novel Baswedan.
Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete dituntut pidana penjara selama 1 tahun.
Mereka masing-masing melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsider Jaksa Penuntut Umum.
Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, M Isnur, mengatakan upaya tuntutan terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir menunjukkan telah terjadi "sandiwara hukum" di persidangan.
• Sebut PLN Amatiran dan Tidak Terbuka, Roy Suryo Tantang Debat Ilmiah
• Rizal Ramli Hanya Ingin Debat Berlangsung Terbuka, Bukan Diskusi Tertutup di Kantor Luhut Pandjaitan

"Sandiwara hukum yang selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat akhirnya terkonfirmasi," kata Isnur, dalam keterangannya, Kamis (11/6/2020).
Menurut dia, tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan.
Terlebih serangan brutal tersebut menimpa Penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Alih-alih dapat mengungkapkan fakta sebenarnya, justru Penuntutan tidak bisa lepas dari kepentingan elit mafia korupsi dan kekerasan," kata dia.
• Satu-satunya Alasan Jerinx SID Masih Perlu Dokter Karena Ganja Belum Dilegalkan di Indonesia
• Pesona Kecantikannya Tak Terbantahkan, dokter Reisa Broto Asmoro Kini Disebut Sosok Pemersatu Bangsa
Dia menjelaskan, sejak awal Tim Advokasi Novel Baswedan mengemukakan terdapat banyak kejanggalan dalam persidangan ini.
Pertama, dakwaan Jaksa seakan berupaya untuk menafikan fakta kejadian yang sebenarnya
Sebab, kata dia, Jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan Pasal 351 dan Pasal 355 KUHP terkait dengan penganiayaan.
Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia.
"Sehingga Jaksa harus mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," ujarnya.
Kedua, saksi-saksi yang dianggap penting tidak dihadirkan Jaksa di persidangan.
Dalam pantauan Tim Advokasi Novel Baswedan setidaknya terdapat tiga orang saksi yang semestinya dapat dihadirkan di persidangan untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya.
Dia mengungkapkan, tiga saksi itu juga diketahui sudah pernah diperiksa Penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian.
• Rizal Ramli Hanya Ingin Debat Berlangsung Terbuka, Bukan Diskusi Tertutup di Kantor Luhut Pandjaitan
• Jokowi Ingatkan Waspada Gelombang Kedua Corona, Ernest Prakasa: Gelombang Pertama Juga Belum Kelar
Namun, Jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini.
"Padahal esensi hukum pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materiil, sehingga langkah Jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya," kata dia.
Persidangan kasus ini juga menunjukan hukum digunakan bukan untuk keadilan, tetapi sebaliknya hukum digunakan untuk melindungi pelaku dengan memberi hukuman “ala kadarnya”, menutup keterlibatan aktor intelektual, mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis, dan memberi bantuan hukum dari Polri kepada pelaku.
• Tompi Jadi Trending Topik,Dikenal Pendukung Garis Keras Jokowi Kini Keluhkan Naiknya Tagihan Listrik
• Trauma Usai Kedua Orangtuanya Cerai, Aurel Hermansyah: Pipi Ajari Aku Hormati Mimi
"Padahal jelas menurut Pasal 13 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendampingan hukum baru dapat dilakukan bilamana tindakan yang dituduhkan berkaitan dengan kepentingan tugas," ujarnya.
Untuk itu, dia mengharapkan, majelis Hakim tidak larut dalam sandiwara hukum ini dan harus melihat fakta sebenarnya yang menimpa Novel Baswedan.
Dia juga meminta, Presiden Joko Widodo untuk membuka tabir sandiwara hukum ini dengan membentuk Tim Pencari Fakta Independen.
Mata kiri Novel Baswedan buta
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengalami penurunan penglihatan akibat disiram air keras di dekat rumahnya di Kelapa Gading, 11 April 2017.
Johan Arif Martua Maruarar Hutauruk, dokter mata dari Rumah Sakit Mata JEC mengatakan, mata kiri Novel Baswedan hampir tidak dapat melihat dan hanya bisa melihat cahaya.
Sedangkan mata kanan, kata dia, hanya dapat melihat sebesar 20 persen dari penglihatan normal 100 persen.
• IPW Minta Kapolda Jatim Jangan Lebay Hukum Kapolsek Gubeng yang Tidur, Diminta Contoh Prabowo
Ini berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan Johan kepada Novel Baswedan pada 9 Maret 2020.
Johan berkoordinasi dengan dokter mata di rumah sakit di Singapura yang selama ini menangani Novel Baswedan.
“Mata kiri 0. Mata kanan 0,2 atau 20 persen,” kata Johan, saat bersaksi di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (26/5/2020).
Sidang disiarkan melalui aplikasi Youtube.
Novel Baswedan menjalani pengobatan di Singapura sejak 12 April 2017, atau satu hari setelah menjadi korban penyiraman air keras.
Menurut Johan, upaya pemindahan Novel Baswedan ke Singapura karena keinginan pihak keluarga.
Selain itu, kata dia, di Indonesia tidak mempunyai fasilitas untuk melakukan donor kornea.
“Kami tidak mempunyai fasilitas itu."
"Donor kornea harusnya, karena tidak punya, tidak mungkin memaksa orang ke luar negeri."
"Kalau keluarga meminta saya bersyukur juga."
• Rizal Ramli Hanya Ingin Debat Berlangsung Terbuka, Bukan Diskusi Tertutup di Kantor Luhut Pandjaitan
• Jokowi Ingatkan Waspada Gelombang Kedua Corona, Ernest Prakasa: Gelombang Pertama Juga Belum Kelar
"Di Singapura donor mata selalu ada,” ujarnya.
Untuk pengobatan mata di Indonesia, Johan adalah dokter yang bertanggung jawab menangani Novel Baswedan.
Selama tiga tahun terakhir, dia selalu berkomunikasi dengan dokter mata di Singapura.
Pada awalnya, dia mengungkapkan, kondisi mata Novel Baswedan sempat meningkat hingga 0,3 atau 30 persen untuk mata kanan.
Hal ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan saat pemeriksaan pertama di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading.
• Dokter RSUP Persahabatan Minta Masyarakat Sabar di Rumah, Sakit Dulu Baru Senang Kemudian
Kala itu, mata kiri Novel Baswedan hanya dapat melihat 0,05 atau 5 persen, dan mata kanan 0,1 atau 10 persen.
Namun, belakangan setelah dilakukan pencangkokan, keadaan mata Novel Baswedan mengalami komplikasi peradangan.
“Peradangan dan pendarahan itu membuat retina lepas."
"Sehingga menurun penglihatan dan terakhir sudah 0, tetapi bisa membedakan ada cahaya atau tidak,” jelasnya.
Dia meyakini mata kiri Novel Baswedan tidak ada peluang untuk melihat.
Dia menjelaskan, paparan bahan kimia mengenai semua pembuluh darah di mata Novel Baswedan.
Trauma kimia membuat anatomi mata susah dibentuk normal.
Operasi ataupun donor kornea, kata dia, tidak dapat dilakukan.
“Kalau operasi berjalan baik, peradangan berjalan terus."
• Menolak Dimadu, Wahati Pilih Cerai, Hidupnya Terkatung-katung, Ia Melahirkan Bayinya di Semak-semak
"Diatasi obat dia mengalami pendarahan di mata."
"Ada dua kali pendarahan, tahun lalu bisa diatasi, yang sekarang tidak."
"Yang rusak bagian syaraf, walaupun kornea diganti tidak bisa melihat."
"Untuk kornea bisa hidup ada pembuluh darah,” bebernya.
Sehingga, kata dia, saat ini konsentrasi dokter untuk menjaga agar jangan sampai mata kanan Novel Baswedan mengalami penurunan penglihatan.
“Mata kiri tidak ada peluang lagi. Sudah permanen."
• Amien Rais: Pemimpin Harus Lebih Cerdas, Tambah Utang Jangan Dianggap New Normal
"Yang kanan masih bisa melihat, dan kita pertahankan supaya jangan menurun."
"Operasi pada mata kiri memang berat,” tambahnya.
Terpapar Bahan Kimia
Johan mengungkapkan, mata Novel Baswedan terpapar bahan kimia.
Johan menerima rujukan dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading untuk pasien atas nama Novel Baswedan, pada 11 April 2017 pukul 16.02 WIB.
Saat itu, Novel Baswedan dirujuk ke Rumah Sakit Mata JEC, Menteng, Jakarta Pusat.
Novel Baswedan tiba di rumah sakit diantar oleh perawat.
Berdasarkan catatan medis yang dibacakan di persidangan, kata Johan, secara umum kondisi kesehatan Novel Baswedan baik.
Yang bersangkutan dapat berkomunikasi.
Namun, Novel Baswedan mengalami trauma kimia di bagian mata.
“Saya mendengar keluhan, tetapi sambil membaca surat rujukan."
"Disampaikan beliau mengalami trauma kimia,” tuturnya.
• Digulirkan Jokowi Saat Pandemi Covid-19, HNW Sebut Tapera sebagai Tambahan Penderitaan Rakyat
Dia mengaku tidak dapat mengetahui bahan kimia jenis apa yang terpapar pada mata Novel Baswedan.
Namun, berdasarkan surat rujukan dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, diketahui ada trauma kimia.
“Jadi, kami tahu trauma kimia asam derajat 4."
"Tetapi tidak bisa memastikan jenis asam apa."
"Kimia jenis apa tidak bisa menentukan karena bukan ahli forensik."
"Kami hanya tahu ini (zat) asam."
"Trauma kimia, asam kelihatan kayak burn, terbakar,” bebernya.
Menurut dia, mata Novel Baswedan tidak dapat melihat normal.
Dia menjelaskan, penglihatan Novel Baswedan berkurang karena anatomi mata terganggu.
Anatomi mata paling terganggu adalah kornea.
“Berdasarkan surat rujukan, mata kiri kira-kira (melihat,-red) 0,05. Mata kanan 0,1 normalnya 1.0."
"Kalau 0,1 bisa melihat 10 persen. Mata kiri 0,05 hanya 5 persen."
"Mata kiri memang lebih parah. (Mata) kiri lebih keruh,” terangnya.
Dia menambahkan, trauma kimia itu mengakibatkan kemampuan Novel Baswedan Baswedan untuk melihat berkurang.
“Penglihatan berkurang karena anatomi terganggu."
"Anatomi paling terganggu pada trauma kimia adalah kornea."
"Paling depan mata itu bentuknya bening."
"Karena terkena trauma kimia, kornea yang bening menjadi kabur sehingga penglihatan terganggu."
• Menolak Dimadu, Wahati Pilih Cerai, Hidupnya Terkatung-katung, Ia Melahirkan Bayinya di Semak-semak
"Kornea tidak hilang, tetapi agak keruh,” paparnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020).
Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel Baswedan.