Cuaca Ekstrem

Gelombang Tinggi di Laut Selatan Jawa Paksa Nelayan di Kulon Progo Menepikan Perahu Mereka

Nelayan dari daerah lain yakni Cilacap, Jawa Tengah yang juga biasa mencari ikan di Pantai Bugel, Kulon Progo juga meliburkan diri.

Editor: Murtopo
TRIBUNJOGJA.COM / Andreas Desca Budi Gunawan
Suasana pantai selatan Kulon Progo yang lengang. 

Selat Karimata

Laut Jawa

Perairan selatan Kalimantan

Perairan utara Madura hingga Kepulauan Kangean

Selat Makassar bagian Selatan

Perairan Kotabaru Perairan Kepulauan Selayar hingga Kepulauan Sabalana

Teluk Bone bagian selatan

Perairan Manui hingga Kendari

Perairan Timur Kepulauan Halmahera

Laut Halmahera Perairan Utara Papua Barat hingga Papua

Samudera Pasifik Utara Halmahera hingga Papua Barat

Perairan Utara Kepulauan Kei hingga Kepulauan Aru

Perairan Fakfak hingga Amamapare

Gelombang tinggi 2,50 hingga 4,0 meter

Selat Malaka bagian Utara

PerairanTimur Pulau Simeulue hingga Nias PerairanTimur

Kepulauan Mentawai hingga Bengkulu

Selat Sunda bagian barat dan selatan

Perairan selatan Pulau Jawa hingga Pulau Sumba

Selat Bali- Selat Lombok hingga Selat Alas bagian Selatan

Perairan Selatan Sawu

Pulau Rote hingga Kupang

Samudera Hindia Selatan Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Timur

Perairan Kepulauan Wakatobi Laut Banda

PerairanKepulauan Sermata hingga Kepulauan Tanimbar

Perairan selatan Kepulauan Kei hingga Kepulauan Aru

Laut Arafuru Samudera Utara Pasifik Biak hingga Jayapura

Gelombang tinggi lebih dari 4 meter

Perairan Utara Sabang

Perairan Barat Aceh hingga Kepulauan Mentawai

Perairan Timur Enggano

Perairan Barat Lampung Samudera Hindia Barat

Sumatera Samudera Hindia Selatan Banten hingga Jawa Tengah

Fadhly mengingatkan untuk memperhatikan risiko tinggi terhadap keselamatan pelayaran.

Bagi kapal nelayan, terutama apabila kecepatan angin lebih dari 15 Knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter.

Kapal tongkang, waspada dengan kecepatan angin lebih dari 16 Knot dan tinggi gelombang di atas 1,50 meter.

Kapal ferry, perlu memperhatikan kondisi kecepatan angin lebih dari 21 Knot dan tinggi gelombang di atas 2,50 meter.

Sedangkan untuk kapal ukuran besar dan kapal kargo atau kapal pesiar, waspadai kecepatan angin lebih dari 27 Knot dan tinggi gelombang di atas 4,0 meter.

"Dimohon kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada," ujar dia.

Cuaca ekstrim

Masyarakat mengeluhkan kondisi gerah dan panas dalam beberapa hari terakhir.

Terkait hal tersebut, berikut ini penjelasan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Menurut Herizal, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, suasana gerah secara meteorologis disebabkan suhu udara yang panas disertai kelembapan udara yang tinggi.

 Sambut New Normal, Kementerian Perhubungan Bakal Naikkan Tarif Angkutan Darat

Kelembapan udara yang tinggi menyatakan jumlah uap air yang terkandung pada udara.

Semakin banyak uap air yang dikandung dalam udara, maka akan semakin lembap udara tersebut.

Dan apabila suhu meningkat akibat pemanasan matahari langsung karena berkurangnya tutupan awan, suasana akan lebih terasa gerah.

 Laki-laki 63,30 Persen Rentan Meninggal Akibat Covid-19, Wanita 36,70 Persen

Laporan pencatatan meteorologis suhu maksimum udara (umumnya terjadi pada siang atau tengah hari) di Indonesia dalam 5 hari terakhir, berada dalam kisaran 34 - 36°C.

Beberapa kali suhu udara >36°C tercatat terjadi di Sentani, Papua.

Di Jabodetabek, pantauan suhu maksimum tertinggi terjadi di Soekarno/Hatta 35°C, Kemayoran 35°C, Tanjung Priok 34,8°C, dan Ciputat 34,7°C.

 Ini Kriteria Daerah yang Bakal Terapkan New Normal, Wilayah Bebas Covid-19 Juga Termasuk

Demikian juga wilayah lain di Jawa, siang hari di Tanjung Perak suhu udara terukur 35°C.

Wilayah perkotaan terutama di kota besar umumnya memiliki suhu udara yang lebih panas dibandingkan bukan wilayah perkotaan.

"Catatan kelembapan udara menunjukkan sebagian besar wilayah Indonesia berada pada kisaran >80% - 100%, yang termasuk berkelembapan tinggi," tutur Herizal.

 Jokowi Minta Standar Baru di Industri Pariwisata, Prioritaskan Wisatawan Domestik

Fenomena udara gerah sebenarnya adalah fenomena biasa pada saat memasuki musim kemarau.

Untuk Jabodetabek, periode April-Mei adalah bulan-bulan di mana suhu udara secara statistik berdasarkan data historis memang cukup tinggi, selain periode Oktober-November.

Pada musim kemarau, suhu udara maksimum di Jakarta umumnya berada pada rentang 32-36°C.

 Minimarket di Menteng Dibobol Maling, Pelaku Cuma Gondol Rokok dan Susu

Udara panas gerah juga lebih terasa bila hari menjelang hujan.

Karena, udara lembap melepas panas laten dan panas sensibel yang menambah panasnya udara akibat pemanasan permukaan oleh radiasi matahari.

Perkembangan musim kemarau hingga Pertengahan Mei 2020 menunjukkan 35% wilayah Zona Musim (ZOM) sudah memasuki musim kemarau.

 Pilkada di Masa Pandemi, KPU Usulkan Alat Coblos Mirip Tusuk Gigi dan Tinta Tetes Atau Semprot

Di antaranya sebagian besar wilayah di NTT dan NTB, sebagian Jawa Timur bagian selatan, dan sebagian Jawa Tengah bagian utara dan timur.

Lalu, sebagian Jawa Barat bagian utara dan timur serta Bekasi bagian utara, Jakarta bagian utara, dan sebagian daerah Papua dan Maluku.

Masyarakat diimbau tidak panik dengan suasana gerah yang terjadi, tetapi tetap perlu menjaga kesehatan dan stamina sehingga tidak terjadi dehidrasi dan iritasi kulit.

 Kapolri Hingga Jokowi Kena Imbas, Terdakwa Penyerang Novel Baswedan Merasa Bersalah

Banyak minum dan makan buah segar sangat dianjurkan.

Termasuk, memakai tabir surya sehingga tidak terpapar langsung sinar matahari yang berlebih, dan lebih banyak berdiam dirumah pada saat pemberlakuan PSBB.

"Terus ikuti pembaharuan informasi BMKG terkait perkembangan musim, informasi prediksi cuaca dan iklim."

"Indeks kualitas udara, dan kadar sinar ultraviolet matahari yang baik dan merusak bagi tubuh kita," papar Herizal, dikutip dari laman bmkg.go.id. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Ancaman Gelombang Besar, Nelayan Kulon Progo Alih Profesi Jadi Petani

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved