BPIP
Kepala BPIP Sebut Agama Musuh Pancasila, Yuk Simak Sejarah Pembentukan Sila 1 Pancasila
Kepala BPIP Sebut Agama Musuh Pancasila, Yuk Simak Sejarah Pembentukan Sila 1 Pancasila. Simak sejarah penting ini.
KEPALA Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, membuat pernyataan kontroversial pada 1 bulan pertama jabatannya.
Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta ini menyebut musuh terbesar Pancasila adalah agama.
Akibatnya para elit politik negeri ini angkat bicara, salah satunya Fadli Zon.
Tidak tanggung-tanggung, Fadli Zon meminta Yudian dicopot.
• PROFIL Kepala BPIP yang Sebut Agama Musuh Terbesar Pancasila, Pernah Larang Mahasiswi Pakai Cadar

Menyangkut agama dalam Pancasila, tercantum dalam sila ke 1 Pancasila.
Bunyinya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Nampaknya kita perlu memahami lebih dalam sejarah pembentukan sila pertama Pancasila ini.
Dikutip dari laman unud.co.id, awalnya, gagasan dasar negara dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang sila pertamanya berbunyi: Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Rumusan sila pertama itu kemudian diubah melalui sidang BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi rumusan Pancasila yang seperti yang tercantum dalam UUD 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada saat itu sila “Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tidak dianggap sebagai diskriminasi oleh karena hanya mengikat bagi pemeluk agama Islam
• Yudian Wahyudi Sebut Agama Musuh Terbesar Pancasila, Fadli Zon Minta BPIP Dibubarkan
Bahkan, anggota BPUPKI yang beragama Kristen yaitu A.A. Maramis tidak berkeberatan dengan sila tersebut.
Namun yang dipikirkan oleh anggota BPUPKI tersebut tidak sama dengan yang pikirkan oleh kalangan masyarakat yang bergama lain.
Dia adalah seorang perwira utusan Angkatan Laut Jepang yang bertemu Bung Hatta pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945.
Perwira itu menyampaikan bahwa wakil-wakil umat Protestan dan Katolik yang berada dalam wilayah kekuasaan Angkatan Laut Jepang sangat berkeberatan dengan bagian kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Mereka sadar bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, namun dengan mencantumkan ketetapan seperti itu dalam pembukaan dan dasar berdirinya suatu negara merupakan “diskriminasi” terhadap mereka golongan minoritas.
• Ada Pancasila, BPIP Yakin Indonesia Tidak Bakal Pecah Seperti Suriah