Pelayanan Kesehatan

Warga Silih Berganti Mendaftarkan Turun Kelas BPJS Kesehatan di Antaranya Takut Tidak Bisa Membayar

Ratusan warga beramai-ramai memadati Kantor Cabang BPJS Kesehatan Kota Bekasi, pada Jumat (27/12/2019).

Penulis: Muhammad Azzam |
Warta Kota/Muhammad Azzam
Ratusan warga memadati Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kota Bekasi, pada Jumat (27/12/2019). 

"Penanganannya anak saya langsung diambil darah segala macam. Tindakannya waktu dia masuk dengan keadaan kejang itu penanganannya lumayan bagus. Maksud lumayan bagus itu anak saya ditanganin jadinya tenang," jelasnya.

Asril merasa sangat terbantu dengan adanya BPJS tersebut. Dengan itu, ia dapat bernafas lega karena tak mesti mengeluarkan biaya sepersen pun.

Sudah 18 hari berjalannya perawatan anakanya, sampai saat ini ia mengapresiasi tindak lanjut pelayanan medis yang didapatnya.

Namun, saat Wartakotalive.com menanyakan soal kenaikan iuran BPJS dan perubahan skematik yang bakal diterapkan pada awal Januari 2020, Asril sontak terlihat membingungkan.

Ia berpendapat, tak ada kesan yang dapat diungkapkanhya. Sebab, saat ini ia hanya terfikir pelayanan BPJS yang didapatinya telah terpuaskan dengan tanpa biaya.

"Kurang informasi ya, cuman mungkin karena saya enggak bayar kali ya, kesannya biasa aja," ucapnya.

Namun, setelah dirinya sembari mencari informasi mengenai iuran BPJS Mandiri melalui gadget yang dipegangnya. Rasa kekhawatiran mulai hadir pada dirinya.

Ia mengatakan, bila hal itu memang akan diterapkan pemerihtah bagi pengguna BPJS Mandiri. Kekhawatiran tak mampu membayar pun langsung terlijtas di pikirannya.

"Khawatir enggak bisa bayar. Berat ya mas. Karena kan saya bukan pegawai. Saya lagi merintis wirausaha. Mau enggak mau kan mesti bayar. Kalau benar kejadian ya berarti kan dikali 4. Rp. 42.000 x 4 = Rp 168.000," jawab ia sembari membuka kalkulator untuk menghitung.

 Kepala Bappeda DKI Mundur Diduga Dampak Kegaduhan Pembelian Lem Aibon Rp 82 Miliar

Meski terancam tak lagi tanpa biaya bagi BPJS yang digunakannya. Asril mengaku, akan tetap menggunakan jaminan kesehatan yang disediakan pemerintah Insonesia itu.

Namun, dirinya memiliki harapan untuk tidak diterapkannya aturan baru tersebut. Terlebih tidak dicabutnya kebijakan BPJS Mandiri tanpa iuran.

"Harapannya kalau seperti saya ini yang kerjaannya wirausaha ya tetap ada BPJS yg gratis itu harapannya. Pelayanannya tetap bagus seperti sekarang," harap pria beranak dua ini.

Iuran BPJS Mandiri telah ditetapkan mengalami kenaikan tarif pembayaran. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 yang ditandatangani Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi, kenaikan tarif pembayaran BPJS Mandiri berlaku per awal Januari 2020. 

Sebelum ini, kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diyakini, imbasnya dirasakan beberapa kalangan masyarakat.

Banyak yang lebih memilih menurunkan kelasnya, dari pada membayar iuran yang lebih mahal.

 Kaum Hawa Jadi Korban Dampak Kebijakan Jilbab Terkait Keyakinan dan Toleransi Agama yang Berbeda

Mereka yang memilih kelas I justru ingin turun kelas III.

Sehingga, akan berdampak pada peningkatan pasien kelas III pengguna BPJS di sejumlah rumah sakit.

Atas antisipasi peningkatan itu, Dirut RSUD Tarakan, Dian Ekowati mengatakan jika ruangan pasien kelas III penguna BPJS di tarakan lebih banyak dibandingkan kelas I.

"Jadi untuk di RSUD Tarakan itu untuk kelas III jauh lebih banyak. Bisa 3 kali lipay dibandingkan dengan kelas I maupun kelas II," kata Dian, Jumat (1/11/2019).

 Fakhri Husaini Tak Menyangka Penyakit yang Diidap Alfin Lestaluhu Jadi Teguran ke Manajemen Timnas

Meski nantinya ada peningkatan, ia mengaku tak khawatir sebab, sejauh ini jumlah ruangan kelas III sekitar 150 tempat itu dapat menampung pasien secara maksimal. Bahkan jauh ini belum ada lonjakan pasien penguna kelas III.

Selain itu, pihaknya tetap akan melayani para penguna BPJS meskipun mereka memilih untuk menurunkan kelasnya. Ia tetap berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien.

"Jadi kita tidak khawatir dan akan tetap melayani semaksimal mungkin," ujarnya.

Peningkatkan Layanan

Mulai tahun depan Pemerintah menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kenaikan ini dilakukan sebagi bentuk menutupi defisit yang di alamai BPJS Kesehatan.

Namun, atas kenaikan ini menuai berbagai respon dari masyarakat banyak, di antaranya mereka yang mengeluhkan akan adanya tarif iuran BPJS ini, tapi adapula yang tak mempermasalahkan kenaikan itu.

Seperti yang dialami oleh Suyatno (50) warga Cideng, Jakarta Pusat.

Dirinya merupakan warga yang ikut dalam program pemerintah tersebut.

 Anies Baswedan Menilai Kesalahan Sistem e-Budgeting Warisan Gubernur Ahok karena Tidak Smart System

Atas kenaikan ini, ia sebenarnya cukup kecewa karena kenaikan cukup tinggi.

"Ya kalo sebagai rakyat bawah pasti merasa keberatan kalo naik. Secara kalo saya aja ambil yang kelas III, di keluarga ada 4 orang udah tau perbulan kita harus nambah berapa lagi kan," kata Suyatno saat ditemui di RSUD Tarakan Jakarta.

Meski dirinya hanya sebagai driver ojek online dan sanggup membayar iuran BPJS itu, namun tetap saja, akan membebankan masyarakat terlebih yang memiliki penghasilan yang tidak tetap.

Di sisi lain, ia juga mempermasalahkan layanan BPJS yang kurang maksimal.

Sebab, ia mengaku layanam penguna BPJS kerap kali dinomor duakan, padahal, setiap bulannya, masyarakat telah dibebani untuk membayar iuran.

Sehingga, jika kenaikan tidak dibarengi dengan peningkatan layanan, sama membebani masyarakat.

"Kadang kita pakai BPJS aja di nomor duakan layakan kurang dipandang."

"Jadi, kalau pun naik dan layanannya kurang, ya sama saja, ini membebani," katanya.

 Pasien Kelas I BPJS Langsung Niat Berhenti karena Jika Iuran Naik 100 Persen Harus Bayar Rp 800 Ribu

Sementara itu hal serupa juga dikatakan oleh Noval salah seorang penguna BPJS. Ia mengatakan jika dirinya mengambil kelas I setelah menikah dengan istrinya. Kini ia pun harus menanggung beban 2 kali lipat atas kenaikan iuran BPJS ini.

"Malah saya ini baru naikin kelas pas mau nikah, sekarang udah punya anak, tapi kalo sekarang naik ya jadi nambah beban sih. Makanya kaget juga kemarin, lah ini jadi naik beneran," ujarnya.

Meski dengan adanya BPJS membantu proses persalinan anaknya karena harus dilakukan operasi cesar, ia cukup merasa keberatan atas kenaikan ini.

Namun, ia belum terpikirkan untuk menurunkan kelas BPJS miliknya.

"Belum tahu sih kalo mau turun kelas atau nggak."

"Mungkin, kita lihat dulu, kalo emang ngak sanggup ya mau ngak mau turun kelas," katanya.

Walaupun ada beberapa masyarakat yang merasa keberatan, namun Andi Pratomo (44), salah seorang warga, menyatakan, justru dia tak mempermasalahkan kenaikan iuran BPJS di tahun depan.

"Kalo saya sih ngak masalah ya kalo naik."

"Cuma, jangan sampai layanan justru menurun, kalo bisa malah harus ditingkatkan, jangan iuran saja yang naik, jadi masyarakat juga tidak resah," ucapnya.

 Perjuangan Alfin Lestaluhu Melawan Penyakit dan Kenangan Permainan Cantiknya di Lapangan Hijau

Diketahui bahwa Pemerintah telah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai Januari 2020. Kenaikan iuran itu mencapai dua kali lipat dari tarif saat ini.

Kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000. Kelas II membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000.

Sedangkan untuk kelas III naik jadi Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500.

Kenaikan iuran ini tertuang dalam Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019 lalu.

 Sejumlah Fakta Penanganan Perbedaan Pendapat Era Menko Mahfud MD Lebih Humanis Dibanding Era Wiranto

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved