Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Pengamat Kepolisian Menilai Irwannur Latubual Tak Tepat Dijerat UU Darurat karena Bawa Parang Adat

Irwannur Latubual dijerat UU Darurat karena kepemilikan dua parang adat di mobil Nissan Terra B 1 RI miliknya.

Wartakotalive/Budi Sam Law Malau
Irwannur Raja Pulau Buru pemilik mobil B 1 RI yang dianggap menghalangi pejabat negara di pelantikan presiden dan wapres ditahan di Mapolda Metro Jaya 

Bahkan menurut Fredi penerapan UU Darurat Pasal 2 Ayat 1 kepada kliennya, sangat tidak tepat.

"Kami sempat berdiskusi dengan penyidik atas pasal yang diterapkan. Kami mengatakan bahwa parang yang dibawa klien kami tidak termasuk dalam senjata tajam yang dimaksud UU ini di ayat 1," kata Fredi.

Hal itu katanya sesuai dengan ayat 2 pasal 2 UU Darurat yang menyebutkan bahwa senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk dalam barang-barang diantaranya alat pertanian atau benda pusaka.

"Nah, parang yang dibawa klien kami adalah termasuk benda pusaka. Karena parang adat bagi anak Pulau Buru melekat padanya, apalagi beliau sebagai Raja keturunan ke 21," kata Fredi.

Atas dasar itu kata Fredi, penyidik sempat meminta pihaknya menghadirkan sejumlah saksi yang meringankan. "Lalu kami hadirkan dua tokoh adat dari Pulai Buru serta seorang akademisi. Mereka sudah diperiksa penyidik beberapa waktu lalu," kata Fredi.

Dengan kesaksian mereka kata Fredi, diharapkan penyidik menghentikan kasus ini. "Karena tidak ada unsur pidana sesuai UU Darurat yang bisa diterapkan ke klien  kami.

Tokoh adat sudah memastikan dan menjelaskan bahwa parang yang dibawa klien kami, adalah benda pusaka atau benda adat yang pasti dimiliki sebagai anak laki-laki di Pulau Buru. Apalagi klien kami adalah keturunan Raja," katanya.

Diamankan dari Hotel Rafles

Seperti diketahui Irwannur Latubual (39), diamankan dari Hotel Rafles, Setiabudi, Jakarta Selatan, Minggu (20/10/2019) lalu, bertepatan dengan acara pelantikan Presiden dan Wapres terpilih di DPR.

Ia diamankan karena mobil Nissan Terra B 1 RI, miliknya yang diparkir di hotel itu menghalangi pejabat negara yang akan menghadiri pelantikan Presidem dan Wakil Presiden terpilih.

Selain itu didalam mobil didapati dua buah parang.

Bahkan setelah pemeriksaan dan dalam jumpa pers Oktober lalu, Polda Metro Jaya menduga kuat gelar Profesor, Doktor dan Phd yang diklaim Irwannur Latubual (39), adalah palsu. 

Hal itu diklaim setelah penyidik melakukan pengecekan ke Kemendikbud dan lembaga pendidikan terkait.

Karenanya Irwannur yang tingal di Jalan Raya Kampung Setu, Nomor 43 RT 014/002, Kelurahan Bintara Jaya, Bekasi Barat, akan dijerat UU Dikti Nomor 12 Tahun 2012 karena menggunakan gelar akademik yang bukan haknya.

Sebelumnya Irwannur Latubual juga dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, karena di dalam mobilnya didapati 2 senjata tajam berupa pedang sepanjang satu meter lebih.

Polisi menunjukan barang bukti berupa parang adat yang ditemukan di dalam mobil Nissan Terano B1 RI milik Irwannur Latubual Raja Bual Taun Pulau Buru ke 21
Polisi menunjukan barang bukti berupa parang adat yang ditemukan di dalam mobil Nissan Terano B1 RI milik Irwannur Latubual Raja Bual Taun Pulau Buru ke 21 (Wartakotalive/Budi Sam Law Malau)

Dalam kasus ini Irwannur juga akan dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 266 KUHP tentang memberikan keterangan palsu di akta otentik, karena pencantuman gelar akademik palsu di e-KTP nya.

Kasubbid Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Metro Jaya, AKBP I Gede Nyeneng, kala itu menjelaskan, dari hasil penyelidikan sementara pihaknya, Irwannur juga diduga melakukan penipuan dan penggelapan sesuai Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP.

"Untuk kasus penipuan dan penggelapan yang dilakukan IL ini, masih didalami penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Korbannya siapa, dan seperti apa modusnya akan dijelaskan di lain waktu setelah penyelidikan rampung," kata Gede dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (5/11/2019).

Menurut Gede dari pengakuannya Irwannur menjabat sebagai ketua di sebuah lembaga nasional.

"Dia mengakunya sebagai Ketua Lembaga Nasional Perintis Kemerdekaan RI," kata Gede.

Dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (5/11/2019), Irwannur sempat dihadirkan polisi ke hadapan wartawan.

Ia mengenakan baju tahanan warna oranye dan peci putih serta celana pendek selutut. Kedua tangannya tampak terikat di depan badannya.

Wajahnya sedikit tegang, saat polisi memberikan keterangan ke wartawan.

Irwannur kemudian diminta menjelaskan bagaimana ia mendapatkan gelar akademik palsunya dan apa motifnya.

"Saya ikut kelas, ikut sekolah, seminggu dua kali atau tiga kali. Setelah itu dari kampus, kasih ujian dan kasih wisuda. Karena sudah dikasih wisuda, kata pihak kampus bisa dipakai, katanya," ujar Irwannur terbata-bata.

Kasubbid Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Metro Jaya, AKBP I Gede Nyeneng, menjelaskan, dari hasil penyelidikan dan pengecekan pihaknya dipastikan gelar yang dicantumkan Irwannur di namanya adalah palsu.

"Sebab dari hasil penyelidikan kami di Kemendikbud dan lembaga pendidikan yang dimaksud, gelar Profesor, Doktor dan Phd yang bersangkutan dan tercantum di e-KTP nya, adalah palsu atau tidak benar. Jadi tersangka juga kita jerat dengan pelanggaran UU Dikti," kata I Gede.

Karenanya Irwannur dijerat pelanggaran UU Dikti Nomor 12 Tahun 2012 karena menggunakan gelar akademik yang bukan haknya.

Sebelumnya Irwannur dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena memiliki dua pedang di dalam mobilnya. Saat itu dengan status tersangka, ia langsung ditahan.

Gede menuturkan terkait dua pedang yang ada di mobilnya, Irwannur sempat menyatakan bahwa dua pedang lengkap dengan sarungnya itu, merupakan peninggalan keluarganya, yang diklaim masih keturunan raja-raja di Pulau Buru, Maluku.

"Alasan dia dua sajam itu adalah peninggalan keluarganya yang masih keturunan raja-raja di Pulau Buru, di Maluku. Namun setelah dilakukan pengecekan silsilah kerajaan yang diakui tersangka itu, ternyata dia silsilahnya bukan berasal dari pulau Buru," kata Gede.

"Jadi itu cuma alasan dia saja, dan dia dipastikan bukan keturunan raja di Pulau Buru, Maluku," tambah Gede.

Awalnya mobil Nissan Terra milik Irwannur diketahui menghalangi lintasan tamu negara yang akan menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di DPR, karena terparkir di lobi Hotel Raffles, Setiabudi, Jakarta, 20 Oktober 2019 lalu.

Karenanya polisi memeriksa mobil dan didapati dua senjata tajam berupa pedang di dalamnya.

Ancaman hukuman untuk jeratan UU Darurat dan UU Dikti yang dikenakan ke Irwannur kata Gede, adalah maksimal 10 tahun penjara.

"Lalu yang bersangkutan juga kita kenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 266 KUHP tentang memberikan keterangan palsu di akta otentik," kata Gede.

Hal itu kata Gede dikarenakan e-KTP yang dimiliki tersangka adalah asli, namun dalam identitas nama yang bersangkutan di e-KTP, dicantumkan gelar akademik yang tidak benar atau fiktif.

"Dalam e-KTP asli tersangka tercantum nama yang bersangkutan bergelar Profesor dan Doktor, serta Phd. Ini terjadi karena saat mengisi akta otentik untuk pembuatan e-KTP, tersangka IL mengisi dengan data fiktif atau keterangan palsu," katanya.

Karenanya Irwannur kata Gede juga dijerat Pasal 263 KUHP dan 266 KUHP dengan ancaman hukuman hingga diatas 5 tahun penjara.

Jadi, kata Gede semua titel dan gelar akademik yang diklaim tersangka adalah dipastikan palsu.

"Tersangka IL ini mengaku gelar Profesor dan Doktor serta Phd nya, didapat secara lisan oleh Universitas Barkley, Michigan, Amerika Serikat tahun 2013. Namun setelah dicek, sudah kami pastikan gelar itu adalah palsu," kata Gede.

Selain itu kata Gede, plat nomor mobil B 1 RI di mobil Nissan Terra mklik tersangka, juga palsu. Hal itu diketahui setelah penyidik Subdit Jatanras Polda Metro Jaya melakukan pengecekan ke Ditlantas Polda Metro Jaya.

"Plat nomor mobil Nissan Terra milik tersangka yang benar adalah B 1442 KJM. Jadi plat nomor B 1 RI di mobil itu adalah palsu dan plat itu dibuat sendiri," kata Gede. 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved