Pameran Lukisan
Masih Berlangsung, Komunitas Coffee Painter Pameran 40 Lukisan Media Kopi di Museum Basoeki Abdullah
Lazimnya, lukisan di atas kanvas itu biasanya menggunakan media cat minyak, akrilik atau krayon. Tapi kali ini para pelukis menggunakan media kopi.
• Ahok BTP: Justru e-Budgeting Ungkap Pembelian Lem Aibon dan Pulpen
"Butuh ketekunan dan kesabaran, karena lama keringnya. Kadang yang sudah kering, ketika ditindas lagi, larut saat tertimpa kopi basah," kata Barlin seusai mengikuti acara pembukaan pameran di Museum Basoeki Abdullah, Selasa.
Barlin yang juga mantan kartunis harian Warta Kota itu mengaku butuh waktu lima hari untuk menyelesaikan satu karyanya.
Sangat mendukung
Museum Basoeki Abdullah senantiasa memberikan dukungan kepada setiap aktivitas atau kegiatan berkesenian termasuk kegiatan melukis dengan media kopi.
Sejak tahun 2018 dengan adanya Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 tahun 2017, Museum Basoeki Abdullah lebih intensif dalam menjalin kerjasama dengan masyarakat/seniman/ komunitas dan satuan pendidikan baik pelajar/mahasiswa/guru/dosen untuk menggelar pameran karya seni.
Museum Basoeki Abdullah sangat mengapresiasi dan mendukung kegiatan pameran dari Komunitas Coffee Painter Indonesia dan berharao pameran ini bisa menjadi catatan sendiri atas perkembangan seni rupa Indonesia.
Melukis wajah pahlawan dengan kisah heroiknya menggunakan media kopi di atas kanvas merupakan bentuk kepedulian dan kecintaan rasa berbangsa dalam menghargai jasa para pahlawannya sesuai dengan semboyan Bung Karno 'Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya'.
“Ini adalah sesuatu yang unik dan perlu kita dukung bersama. Kopi adalah salah satu komoditas penting negara ini dan ini adalah salah satu bentuk apresiasi dari seninan dengan menggunakan kopi sebagai media ekspresinya.”
• Anggota DPRD DKI Pertanyakan Anggaran Konsultan Kampung Kumuh Rp 556 Juta
Para pelukis yang terlibat dalam pameran adalah:
Agoes Noor dengan karya lukisnya berjudul "Bung Tomo"; Agus Junawan dengan "I Gusti Ngurah Rai"; Anton Krisdyanto: "Sutan Sjahrir"; Arif Syarifudin: "Kapten Patimura"; Barlin Srikaton: "Sri Sultan HB IX"; Bimo: "Melacak Jejak"; D Cedharr: "Sang Penyambung Lidah"; Djoko Harijanto: "Yos Sudarso"; Dwi Rustanto: "Romansa Sang Pangeran"; Eddy Kamal: "Sultan Palembang Darussalam"; Eddy Yoen: "Ahmad Yani"; Feriendas: "Agus Salim"; Gugun G: "Daan Mogot"; Indah Soenoko: RA Kartini; Ireng Halimun: "KHA Dahlan yang Mencerahkan"; Irma Haryadi: "I Gusti Ktut Jelantik"; Iwan Widodo: "Nyi Ageng Serang"; Jan Praba: "Sultan Nuku"; Lesh Dewika: "Sang Pecinta Buku, Hatta"; Lia Laveena Amriani: "Bapak Pendidikan"; M Hadi Santoso: "Tanpa Lirik"; Mbah Darmo Gandul: "Douwes Dekker"; Muzlifah Muhiddin (Ipah): "Siti Hartinah"; N Sunarya: "Teuku Umar"; Oray Haryanto: "Sultan Hasanuddin"; Patar Butarbutar: "Patuan Bosar Ompu Pulo Batu"; Pramstips: "Malahayati"; Sarjiyanto Sekar: "Sang Penanda Jaman"; Sri Hardana (Danar): "Reproduksi Buku Dalam Sunyi"; Titiek Sundari: "Dr Cipto Mangunkusumo"; Toto M Setiawan: "Guru Bangsa (HOS Cokroaminoto)"; Yohana Mulyo: "Martha Christina Tiahahu". (soe)
