Kesehatan
Pasien Kelas I BPJS Langsung Niat Berhenti karena Jika Iuran Naik 100 Persen Harus Bayar Rp 800 Ribu
Ia langsung terganggu memikirkan anaknya yang harus mengeluarkan kocek Rp 800 ribu setiap bulan, jika iuran BPJS Kesehatan naik 100 persen.
Penulis: Desy Selviany |
Tan Kim Hoa (67) kaget ketika mendengar iuran BPJS Kesehatan naik 100 persen.
Soalnya, dia langsung terganggu memikirkan anaknya yang harus merogoh kocek dalam sampai Rp 800.000, setiap bulan, hanya untuk membayar BPJS Kesehatan, jika iuran BPJS Kesehatan naik 100 persen.
"Hah?"
"Naik?"
"Kata siapa?"
"Saya belum tahu?"
"Itu memang sudah pasti?" kata Tan Kim Hoa, dia balik bertanya ketika ditanyai pendapat kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Tan, saat itu tengah menemani suaminya yang menjalankan pengobatan Prostat di sebuah rumah sakit swasta di kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat.
• Eksekutor Percobaan Pembunuhan Suami di Kelapa Gading yang Buron Didor Polisi Saat Hendak Kabur
Ia sudah berada di rumah sakit itu sejak pukul 09.00 WIB.
"Mau pulang dulu jauh, habis rumah di Angke," kata Tan ditemui Kamis (31/10/2019) sore.
Tan mengaku tidak tahu menahu soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Selama ini keluarganya berlangganan kelas I BPJS Kesehatan. Ada 5 anggota BPJS Kesehatan di dalam Kartu Keluarga (KK) Tan.
Kata Tan, anaknya yang kerap membayarkan langganan BPJSnya dan suaminya.
"Saya jadi kepikiran anak saya, apa berhenti langganan saja ya?" tanya Tan.
Kegelisahan Tan bukan tanpa sebab, kalau saja BPJS Kesehatan benar-benar naik 100 persen, maka anak Tan harus mengeluarkan Rp 160.000 per anggota.
Kalau dikali 5 anggota, berarti totalnya mencapai Rp 800.000.
Tan mengungkapkan, selama ini, ia dan suaminya hanya bergantung pada anaknya.
Sebab, keduanya sudah cukup renta untuk mencari uang.
"Ya biasanya begini, saya andalkan anak saya saja kalau untuk bayar BPJS, tapi kalau naiknya sampai segitu, saya jadi kepikiran sama anak saya," kata Tan.
• Anies Baswedan Menilai Kesalahan Sistem e-Budgeting Warisan Gubernur Ahok karena Tidak Smart System
Terlebih lagi kata Tan, selama ini pelayanan BPJS Kesehatan saja belum maksimal. Dalam hal antrian misalnya yang kerap menumpuk setiap berobat ke rumah sakit.
"Ini saya saja dari pukul 09.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB gak dipanggil-panggil juga," kata Tan.
Ia memaklumi pasien BPJS Kesehatan yang membludak ketimbang pasien biasa.
Tan langsung terfikir soal asuransi swasta jika iuran BPJS benar-benar naik.
"Kalau kayak gini, mending asuransi swasta dong?"
"Gak beda jauh sepertinya kalau dari segi harga," ujar Tan.
• Tak Ada Pemberlakuan Kanalisasi Jalur Puncak di Minggu Tanggal 3 November 2019 Sampai Akhir Bulan
Diberitakan Wartakotalive.com, sebelumnya, Pemerintah resmi menaikkan Iuran BPJS Kesehatan setelah Peraturan Presiden (Perpres) No 75 tahun 2019 ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Perpres tentang Perubahan atas Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tersebut ditandatangani 24 Oktober 2019.
Pihak BPJS Kesehatan mengapresiasi langkah pemerintah karena akan membantu berjalannya pelayanan jaminan kesehatan kepada masyarakat.
“Alhamdulillah, perpres ini menjadi bukti bahwa pemerintah berkomitmen memastikan jaminan kesehatan nasional ini tetap berjalan dan diakses masyarakat,” ungkap Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Annas Ma’aruf, Selasa (29/10/2019).
Pemerintah resmi menaikkan Iuran BPJS Kesehatan setelah Peraturan Presiden (Perpres) No 75 tahun 2019 ditandatangani Presiden Joko Widodo. Perpres tentang Perubahan atas Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tersebut ditandatangani 24 Oktober 2019.
Pihak BPJS Kesehatan mengapresiasi langkah pemerintah karena akan membantu berjalannya pelayanan jaminan kesehatan kepada masyarakat.
“Alhamdulillah, perpres ini menjadi bukti bahwa pemerintah berkomitmen memastikan jaminan kesehatan nasional ini tetap berjalan dan diakses masyarakat,” ungkap Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Annas Ma’aruf, Selasa (29/10/2019).
Perpres No 75 tahun 2019 ini pun dianggap anugerah bagi BPJS Kesehatan karena bisa menjadi pilihan untuk solusi pembiayaan.
Seperti banyak diberitakan, BPJS Kesehatan memang menghadapi masalah pengeluaran yang lebih besar dibandingkan pemasukan alias defisit.
Hingga akhir tahun 2019, defisit BPJS Kesehatan diperkirakan mencapai Rp 32 triliun.
“Terbitnya Perpres ini menjadi anugerah yang harus disyukuri sehingga solusi pembiayaan program bisa diupayakan teratasi."
"Ini sangat positif untuk keberlangsungan program yang menyentuh hajat hidup rakyat banyak,” papar Iqbal.
Pasal 29 Perpres No 75 tahun 2019 menjelaskan, iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500. Penerapannya berlaku mulai 1 Agustus 2019.
Sedangkan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau peserta mandiri, kenaikkan iuran berlaku mulai 1 Januari 2020. Rinciannya, iuran kelas tiga menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500.
Iuran peserta kelas dua naik menjadi Rp 110.000 dari Rp 51.000, dan iuran untuk kelas satu naik menjadi Rp 160.000 dari Rp 80.000.
Perpres ini juga mengatur bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.000 per orang per bulan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.