History
PRESIDEN SOEKARNO Makan Sate Dekat Got dan Tempat Sampah Tanpa Alas Kaki Usai Dilantik, Ini Kisahnya
Ada kisah pelantikan Soekarno jadi Presiden pertama Indonesia, dan kisah itu terungkap disaat pasca pelantikan Presiden Soekarno.
Ada kisah pelantikan Soekarno jadi Presiden pertama Indonesia, dan kisah itu terungkap disaat pasca pelantikan Presiden Soekarno.
Sesuai pelantikan Presiden RI Soekarno, diketahui Soekarno beli sate 50 tusuk, yang kemudian Soekarno makan sate dengan lahap.
Rupanya saat itu, Soekarno beli sate tanpa alas kaki, dan Soekarno makan sate dekat got dan tempat sampah.
Simak kisah Soekarno makan sate dekat got dan tempat sampah tersebut, pasca Soekarno dilantik jadi Presiden.
• Gelar Hari Santri, 2.000 Santri Usung Tema Perdamaian di Tangerang Selatan
• VIDEO: Usai Bertemu Presiden, Politisi PDI P Juliari Batubara Sebut Tidak Bisa Bicara Detail
• SOSOK Pria dengan Istri Terbanyak di Dunia, Ada 125 Istri, Satu Anaknya Datang ke Pelantikan Jokowi
Kemarin, Minggu (20/10/2019), Joko Widodo resmi dilantik menjadi presiden untuk periode keduanya.
Selama 5 tahun ke depan, Jokowi akan memimpin Indonesia bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Kembali puluhan tahun silam, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soekarno terpilih menjadi Presiden Indonesia yang pertama.
Tanggal 18 Agustus 1945, di Gedung Tyuuoo Sangi-In (sekarang Gedung Pancasila), Soekarno dipilih secara aklamasi dalam sidang PPKI.
• SOSOK RAJA MSWATI III Datang ke Pelantikan Presiden, Punya 15 Istri dan 23 Anak, Satu Istrinya Tewas
• SKANDAL Raja Mswati III yang Datang ke Pelantikan Jokowi, Hidup Mewah Tapi 1,3 Juta Rakyatnya Miskin
• Sejarah Hubungan Diplomatik Pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Swaziland Dipimpin Raja Mswati III
Melansir interaktif.kompas.id (15/10/2019), saat pemilihan itu tak ada riuh pemilihan umum macam debat dan penyampaian visi-misi calon presiden.
Usulan Oto Iskandardinata yang menyampaikan pemilihan dilakukan secara aklamasi disambut tepuk tangan anggota sidang.
Hal ini menjadi momen bersejarah bagi Indonesia yang menggambarkan sejuknya suasana pemilihan presiden.
"Tuan-tuan, banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih oleh Tuan-tuan sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia," demikian kata Soekarno yang disambut tepuk tangan dan nyanyian lagi Indonesia Raya.
• Jika Diminta Jadi Menteri Pertanian, Yasin Limpo: Saya Sudah Lakukan Sejak Kepala Desa
• Ada Festival Rakyat Betawi, Jalan Kelapa Dua Raya Ditutup
• Eggi Sudjana Diajak Sumbang Dana Bikin Bom Hidrogen tapi Tak Respons, Akhirnya Dipulangkan Polisi
Tak ada perayaan apapun, Bung Karno yang saat itu memimpin sidang kembali membawa sidang ke agenda selanjutnya, membahas aturan peralihan seperti pembentukan pemerintahan.
Sate ayam 50 tusuk
Cindy Adams, seorang wartawan AS menuliskan momen pemilihan presiden dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Dalam buku itu tertuang Soekarno mengenang saat baru saja dilantik, ia berjalan pulang.
"Setelah dipilih untuk menduduki jabatan paling tinggi di Republik Indonesia, presiden baru itu berjalan pulang."
Dalam perjalanan pulang inilah Soekarno bertemu pedagang sate yang berjualan dengan bertelanjang kaki, lantas memanggil pedagang sate itu.
Saat itulah Soekarno mengeluarkan perintah pertamanya sebagai seorang presiden, "sate ayam lima puluh tusuk".
Bagi Soekarno, inilah cara merayakan amanah yang baru saja diterima beberapa jam sebelumnya.
"Aku jongkok di sana dekat got dan tempat sampah dan menyantap sate dengan lahap. Itulah seluruh pesta perayaan terhadap kehormatan yang kuterima," kenang Soekarno.
Soekarno masih punya 'pekerjaan lain', yakni memberi tahu sang istri, Fatmawati, mengenai amanah besar yang baru saja diterimanya.
Soekarno memutuskan untuk memberi kabar itu pada Fatmawati di dapur, menurutnya, dapur dianggap sebagai tempat yang menyenangkan untuk menyampaikan informasi tersebut.
"Mereka mengangkatku sebagai presiden. Rakyat memilihku sebagai presiden," demikian kutipan Soekarno pada Fatmawati.
Menjadi Ibu Negara, reaksi Fatmawati tak berlebihan, ia mengatakan, "Jadi ini tidak mengagetkanku. Tiga bulan yang lalu, Bapak sudah meramalkannya," ujar Fatmawati.
Respon tak berlebihan dari sang istri lantaran ayahnya, Hassan Din, menceritakan firasatnya sebelum meninggal dunia, bahwa Fatmawati akan tinggal di istana yang besar dan putih.
Usai sudah tugas Soekarno menyampaikan kabar pengangkatannya sebagai presiden pada istrinya di dapur rumah.
Tandatangani Hukuman Mati
Melansir Intisari, pada 16 Agustus, tepat 56 tahun lalu, Kartosoewirjo, seorang pemimpin gerakan DI/TII, dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper).
Keputusan yang diiringi tangisan Bung Karno sebab dia harus menandatangani surat hukuman mati pria bernama lengkap Sukarmadji Maridjan Kartosoewirjo tersebut.
Presiden Soekarno yang selalu gagah perkasa akhirnya tidak kuasa menahan kepedihannya.
Tangisnya pecah, semuanya yang punya hati pasti ikut menangis.
Maklum, seperti dikisahkan dalam artikel berikut ini, Kartosoewirjo adalah teman seperjuangan Bung Karno, bahkan ada yang menyebut mereka merupakan sahabat dekat.
Menumpas aksi pemberontakkan yang sedang merongrong kedaulatan dan kewibawaan NKRI merupakan tugas utama pasukan Kostrad.
Sejumlah misi tempur untuk menumpas aksi pemberontakan pun pernah dijalankan pasukan Kostrad dan telah berhasil gemilang seperti penumpasan terhadap aksi G30S/PKI tahun 1965.
Tapi, sebelum penumpasan G30S/PKI pasukan Kostrad juga telah berhasil menumpas aksi pemberontakan yang dilancarkan oleh pasukan DI/TII pimpinan Sukarmadji Maridjan (SM) Kartosoewirjo, khususnya operasi militer yang telah dilancarkan oleh Yonif Linud 328 Kostrad.
Operasi terhadap gerakan yag menamakan diri Darrul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII), di wilayah Jawa Barat menjadi operasi militer yang istimewa bagi Yonif Linud 328 karena berlangsung di wilayah sendiri.
Operasi militer yang dilancarkan mulai tahun 1948 hingga 1962 itu termasuk operasi yang panjang karena begitu banyaknya daerah yang telah dikuasai oleh DI/TII.
Upaya Yonif Lanud 328 dan satuan Divisi Silliwangi untuk meredam DI/TII pun dilakukan secara bertahap.
Penyergapan terhadap pimpinan DI/TII SM Kartosoewirjo bahkan merupakan operasi paling terakhir dan dikenal dengan nama Operasi Barata Yudha dengan target menumpas DI/TII hingga ke akar-akarnya.
Seperti biasanya operasi tempur pasukan Yonif Linud 328 selalu berhasil karena kemampuannya bekerja sama dengan peduduk.
Upaya untuk menangkap Kartosoewirjo terjadi pada 2 Juni 1962 yang berlangsung di kawasan kaki gunung Gede-Pangrango, Pacet, Jawa Barat.
Saat itu, Kartosoewirjo dan sejumlah kecil pengikutnya sudah makin terdesak akibat taktik Operasi Pagar Betis Linud 328.
Usai melaksanakan perampokan untuk kebutuhan logistik kelompok Kartosoewirjo segera masuk ke kawasan Gunung Gede untuk bersembunyi.
Satu kompi pasukan Linud 328 yang dipimpin Letda Suhanda, setelah mempelajari jejak yang ditinggalkan di lokasi perampokan, lalu melaksanakan pegejaran.
Dengan bekal jejak-jejak yang ditinggalkan gerombolan Kartosoewirjo, secara perlahan tapi pasti, pasukan pengejar itu berhasil dideteksi persembunyiann Kartosoewirjo.
Untuk melakukan penangkapan terhadap gerombolan perampok Kartosoewirjodan anak buahnya, pasukan Suhanda melakukan penelusuran dengan sangat hati-hati.
Maklum gerombolan Kartosoewirjo memiliki senjata yang cukup lengkap dan tak segan-segan menembak orang tanpa pandang bulu.
Oleh karena itu, untuk melaksanakan penyergapan yang aman, Letda Suhanda memerintahkan dua personelnya untuk bergerak diam-diam sambil melakukan pengintaian.
Pada lokasi yang paling dicurigai dua anak buah Letda Suhanda berhasil memergoki salah satu personel Kartosoewirjo yang sedang berjaga.
Pasukan Yonif Linud 328 pun segera melancarkan serangan dengan taktik penyergapan.
Tapi kehadiran pasukan Linud 328 ternyata diketahui sehingga para pengawal Kartosoewirjo melepaskan tembakan terlebih dahulu.
Baku tembak sengit pun pecah dan gerombolan Kartosoewirjo akhirya terdesak.
Tiba-tiba dari arah persembunyian gerombolan Kartosoewirjo muncul seseorang yang berteriak sambil mengangkat tangan dan minta tembak menembak dihentikan.
Melihat para pengawal Kartosoewirjo menyerah, tanpa menghilangkan kewaspadaan, personel Linud 328 maju untuk melucuti senjata mereka dan sekaligus menangkap Kartosuwiryo yang sedang terbaring dalam tenda daruratnya.
Tertangkapnya Kartosoewirjo merupakan puncak prestasi bagi Yonif Linud 328 dalam rangka menumpas DI/TII sekaligus mengakhiri aksi pemberontakan yang berlangsung cukup lama itu.
Menyerahnya Kartosoewirjo kemudian diikuti oleh menyerahnya sisa-sisa pengikutnya yang kadang masih membuat onar.
Kartosoewirjo yang sebenarnya dikenal baik oleh Presiden Soekarno karena sama-sama pejuang kemerdekaan itu akhirnya dijatuhi pidana mati pada 16 Agustus 1962 oleh Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper).
Lalu pada 4 September 1962, sekitar pukul 05:50 WIB, hukuman mati terhadap Kartosoewirjo dilaksanakan oleh sebuah regu tembak di sebuah pulai di sekitar Teluk Jakarta.
Ketika menandatangani surat keputusan untuk menghukum mati Kartosuwiryo, Bung Karno sempat menangis mengingat Kartosoewirjo pernah menjadi sahabat dekatnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Intisari Online berjudul "'Aku Jongkok di Sana Dekat Got dan Tempat Sampah, Menyantap Sate dengan Lahap..' Ketika Soekarno 'Dilantik' Jadi Presiden Pertama Indonesia"
