Ali Mochtar Ngabalin: Yang Lebih Banyak Difitnah Buzzer Politik Adalah Pemerintah

Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, pemerintah lebih banyak menjadi korban oleh oknum-oknum buzzer di media sosial.

Warta Kota/Zaki Ari Setiawan
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin di Grand Zury BSD, Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (14/12/2018). 

Baca: Tak Semua Anggota Muslim Cyber Army Bisa Jadi Tersangka

Kegiatan buzzer di media sosial yang menyebarkan informasi yang berbahan gosip sebagai profesi, diharamkan dan dilarang," ujar Zainut di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/3/2018).

Tak berbeda pula dengan orang yang memanfaatkan jasa buzzer atau mereka yang menyandang dana bagi buzzer tersebut.

Bagi Zainut, keduanya sama saja dengan para penyebar hoax, lantaran mendukung dan mendanai penyebaran isu tersebut.

Baca: Ketua Umum PBNU Tegaskan Aksi Muslim Cyber Army Bertentangan dengan Ajaran Alquran

Oleh karena itu, ia meminta Polri segera mengusut tuntas kasus ini.

Menurutnya, penyebaran hoaks ini memecah belah persatuan bangsa dan menimbulkan keresahan.

"Hal ini tidak dibenarkan menurut syariat Islam, karena dapat menimbulkan keresahan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara," tuturnya.

Baca: Admin Muslim Cyber Army: Saya Menyesal

Sebelumnya, Kasatgas Nusantara Irjen Pol Gatot Eddy Pramono mengungkap adanya motif politik dari kelompok Muslim Cyber Army (MCA) dan eks Saracen dalam menyebarkan isu-isu provokatif.

"Apa yang dilakukan oleh kelompok ini (MCA dan Eks Saracen) motifnya adalah motif politik," tegas Gatot di Rupatama Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/3/2018).

Menurutnya, dengan menyebar isu hoaks, kelompok tersebut berpikir akan bisa menjegal Pemerintah Indonesia.

 Dituntut Istri Harus Selalu Bawa Uang Tiap Hari, Buruh Bangunan Curi Helm di Parkiran

Apalagi, kata dia, penyebaran isu hoaks dilakukan memasuki tahun politik, yaitu pilkada serentak dan pilpres yang rawan konflik.

"(Isu hoaks akan) Menimbulkan keresahan masyarakat, ulama, dan timbul ketakutan serta timbul konflik sosial yang besar."

"Bahwa kemudian masyarakat akan berpikir jika pemerintah tidak bisa mengelola negara dan konflik yang lebih besar akan terjadi. (Ini berpotensi) memecah belah bangsa," paparnya. (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved