UNGKIT Dirinya Dituding Sebagai Penjahat HAM Timor Timur, Wiranto: Kadang Kita Dibodohi Hukum
Wiranto bercerita tentang dirinya yang pernah dituduh sebagai penjahat hak asasi manusia (HAM) di Timor Timur, yang kini menjadi negara Timor Leste.
MENKO Polhukam Wiranto bercerita tentang dirinya yang pernah dituduh sebagai penjahat hak asasi manusia (HAM) di Timor Timur, yang kini menjadi negara Timor Leste.
Hal itu disampaikan Wiranto saat menerima aspirasi sejumlah anggota DPRD Papua dan Papua Barat di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
Dalam pertemuan itu, anggota dewan provinsi Papua dan Papua Barat menyampaikan delapan tuntutan.
• KISAH Wiranto Tak Tahu Buah Hatinya Meninggal Saat Bertugas di Timor Timur
Salah satu tuntutannya, agar dibentuk Komisi Kebenaran, Keadilan, dan Rekonsiliasi (KKKR) kasus pelanggaran HAM di Papua.
Wiranto mengatakan, hingga kini pengadilan tak bisa membuktikan dirinya sebagai penjahat HAM yang sering dituduhkan.
“Kadang kita dibodohi hukum yang kita tidak paham."
• POLISI Ciduk 17 Perusuh yang Bakar Pos Polisi di Slipi, Polanya Mirip Kerusuhan 21-22 Mei 2019
"Wiranto pernah dituduh sebagai penjahat HAM di Timor Timur, tapi saya bantah dan sampai sekarang pengadilan tak bisa mengadili saya,” ungkap Wiranto.
Menurut Wiranto, pelanggaran HAM berat adalah perencanaan sistematis serta berdampak luas untuk menghabisi suatu kelompok masyarakat, agama, atau etnik.
Yang merujuk pada pembunuhan, penculikan, pembakaran massal, pengusiran, perbudakan, hingga kejahatan terhadap perempuan dan anak anak.
• Demonstrasi di Depan DPR/MPR Berujung Rusuh, Fahri Hamzah: Mahasiswanya Sudah Enggak Ada
Wiranto menegaskan, apa yang terjadi di Timor Timur tak bisa dikategorikan sebagai kejahatan HAM berat, karena antar-kelompok berkonflik saling membela diri.
“Kejahatan berat itu ya kebijakan pemerintah, saya heran ada yang bilang pembunuhan antar-kelompok dimasukkan dalam kejahatan HAM."
"Negara (dibilang) memiliki utang, saya tidak setuju, memang keadaannya seperti itu,” tegasnya.
• Wiranto Tolak Berdialog dengan Organisasi Pimpinan Benny Wenda, Ini Alasannya
Wiranto pun mengatakan kesiapannya jika Komnas HAM melakukan pengusutan atas kasus-kasus yang dituduhkan sebagai kejahatan HAM di Timor Timur.
Ia mengaku sudah menunggu Komnas HAM untuk melimpahkan berkas hasil pengusutan itu kepada pengadilan dan kejaksaan.
Namun, menurutnya hingga kini Komnas HAM tak melakukan hal itu, sehingga dirinya hingga kini tak diadili pengadilan.
• DELAPAN Tuntutan Rakyat Papua dan Papua Barat kepada Pemerintah, Dua Poin Ini Tak Bisa Dikabulkan
“Jangan dikira pemerintah tidak serius menangani pelanggaran HAM, serius, saya serius!"
"Kalau bisa diselesaikan hari ini silakan, tapi tidak bisa kan?"
"Kejaksaan menunggu berkas, tapi buktinya ternyata tidak kuat, tak bisa diadili kan?” Paparnya.
• Alami Gangguan Jiwa, Pembunuh Ayah Kandung di Bekasi Bebas Jeratan Hukum, Ibunya Bilang Cuma Depresi
Sebelumnya, Wiranto mengungkapkan dirinya sudah beberapa kali bertugas di lokasi konflik, dengan kondisi terpisah dari anak dan istri.
Hal itu ia kisahkan saat menerima sejumlah anggota DPRD Papua dan Papua Barat di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019) sore.
Bahkan, Wiranto mengungkapkan dirinya tak berada di samping putrinya, Natarina Sofianti, yang meninggal di Malang ketika ia bertugas di Timor Timur, yang kini menjadi negara Timor Leste.
• Demonstrasi di Depan DPR/MPR Berujung Rusuh, Fahri Hamzah: Mahasiswanya Sudah Enggak Ada
Kejadian itu terjadi pada Oktober tahun 1978 silam.
“Saat saya tugas di Timor Timur, saya tidak tahu anak saya meninggal dunia."
"Waktu itu almarhum terlambat dibawa ke rumah sakit, mobil dinas saya dibawa ke bengkel, di markas. Itu pengorbanan, kita tidak senang,” cerita Wiranto.
• Wiranto Tolak Berdialog dengan Organisasi Pimpinan Benny Wenda, Ini Alasannya
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menerima sejumlah anggota DPRD Papua dan Papua Barat di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019) sore.
Ditemani Mendagri Tjahjo Kumolo, anggota DPRD Papua dan Papua Barat menyampaikan delapan tuntutan rakyat Papua dan Papua Barat kepada Wiranto.
Ketua DPRD Maybrat Ferdinando Solossa mengatakan, pihaknya perlu menyampaikan langsung delapan tuntutan itu kepada pemerintah pusat.
• PRAKA Zulkifli yang Gugur Dibacok di Wamena Papua Pernah Bebaskan 344 Sandera OPM Bareng Kopassus
Tujuannya, untuk menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat.
“Kami sebagai representasi masyarakat Papua dan Papua Barat ingin agar situasi damai, aman serta masyarakat terlayani secara baik,” ungkap Ferdinando Solossa.
Berikut ini delapan tuntutan tersebut:
• Moeldoko Sebut KPK Bisa Hambat Investasi, Ini Kata Komisi Pemberantasan Korupsi
1. Meminta agar pemerintah pusat membuka dialog dengan kelompok yang memiliki pandangan yang berseberangan atau konfrontatif.
Seperti, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Meminta pertemuan tersebut dimediasi pihak ketiga yang netral dan independen serta objektif, untuk memperkuat rasa saling percaya antar-pihak yang berdialog.
• Wamena Rusuh Lagi, Moeldoko: Kami Dipancing untuk Lakukan Pelanggaran Berat
Mereka merasa dialog perlu dilakukan untuk menyelesaikan akar masalah politik, hak asasi manusia, dan demokrasi di tanah Papua.
2. Meminta pemerintah pusat merevisi UU No 21 Tahun 2001 tentang Daerah Otonomi Khusus Papua.
3. Menarik pasukan non-organik TNI dan Polri di Papua serta Papua Barat.
• Pembacok Anggota TNI di Wamena Menyamar Jadi Mahasiswa
4. Mendorong pembentukan daerah otonomi khusus baru di Papua dan Papua Barat.
5. Meminta pemerintah pusat melalui Mendagri memfasilitasi pertemuan dengan kepala daerah yang tempatnya dijadikan pusat pendidikan bagi mahasiswa atau pelajar dari Papua dan Papua Barat.
“Agar mahasiswa dan pelajar asal Papua yang ada di daerah tersebut mendapat jaminan keselamatan,” tegas Ferdinando.
• Jalan Depan Gedung DPR/MPR Ditutup karena Unjuk Rasa Mahasiswa, Ini Pengalihan Arus Lalu Lintasnya
6. Meminta dibentuk Komisi Kebenaran, Keadilan, dan Rekonsiliasi (KKKR) untuk menyelesaikan persoalan hak asasi manusia di tanah Papua.
7. Meminta Mendagri memfasilitasi pertemuan antara gubernur, bupati/walikota, MRP/MRPB, DPR daerah pemilihan Papua dan Papua barat.
Juga, pimpinan DPRD provinsi, pimpinan DPRD kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat dengan Presiden, untuk menyampaikan masalah-masalah di Papua.
• PRIA Berjenggot Pemain Video Vina Garut Diciduk Polisi, Sempat Kabur ke Luar Jawa
8. Meminta transparansi penegakan hukum yang terbuka, jujur, dan adil atas pelaku rasisme di Surabaya, Malang, dan kota lainnya.
Wiranto sendiri menyatakan rasa terima kasihnya atas penyampaian aspirasi oleh anggota dewan Papua dan Papua Barat.
“Terima kasih sudah mewakili aspirasi masyarakat. Semoga aspirasi ini bisa kita selesaikan dan kita bicarakan demi kebaikan bangsa ini ke depan,” ucap Wiranto.
• TAHU dari Twitter, Pria Berjenggot Ikut Main Video Vina Garut Setelah Bayar Rp 600 Ribu
Menjawab permintaan itu, Wiranto menolak tegas bertemu secara formal dengan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Alasan Wiranto menolak, karena jika bertemu secara formal, berarti pemerintah mengakui keberadaan organisasi kemerdekaan Papua Barat tersebut.
ULMWP yang selama ini dianggap sebagai pemberontak, dimotori oleh Benny Wenda yang saat ini bermukim di Inggris.
• 22 dari 26 Korban Tewas Akibat Kerusuhan di Wamena Warga Pendatang
“Perjanjian bertemu formal dengan pemberontak tidak bisa,” ungkap Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
"Kalau dilakukan berarti kita mengakui pemberontak sejajar dengan pemerintah,” imbuhnya.
Wiranto mengatakan, dialog antara pemerintah dengan ULMWP atau organisasi kemerdekaan Papua Barat seperti KNPB (Komite Nasional Papua Barat), bisa dilakukan namun tidak secara formal.
• KAPOLRI Sebut KNPB Dalang Kerusuhan di Wamena yang Akibatkan 26 Warga Tewas
Namun, Wiranto tak menyebut secara spesifik pertemuan seperti apa yang dimaksud.
Mantan Panglima TNI itu mengatakan, pemerintah pusat selama ini sudah berusaha untuk dialog dan mendengarkan aspirasi dari kelompok-kelompok tersebut.
“Usaha bertemu dengan siapa pun sudah pernah dilakukan, dengan porsi yang wajar tentunya."
• ADA Demonstrasi Mahasiswa di Depan MPR/DPR, Ini Pengalihan Rute Bus TransJakarta
"Pemerintah atau Presiden mendengarkan suara rakyatnya kan wajar, bisa, tapi dengan cara lain, tidak formal,” ucapnya.
Wiranto juga menolak permintaan penarikan pasukan non-organik TNI-Polri dari wilayah Papua dan Papua Barat.
Karena, pasukan non-organik itu masih dibutuhkan untuk menjaga stabilitas keamanan di Papua dan Papua Barat.
• DINILAI Terapkan Standar Ganda, Jokowi Lewatkan Dua Peluang Emas untuk Selamatkan KPK
“Kalau di sana sudah tenang dan damai nanti pasti ditarik tanpa diminta."
"Kalau sekarang ditarik lalu terjadi pembakaran nanti yang bertanggung jawab siapa?” cetus Wiranto.
Wiranto menjelaskan, pasukan non-organik itu masih dibutuhkan untuk mengamankan situasi di Papua yang masih beberapa kali menghangat.
“Pasukan itu gunanya untuk melindungi masyarakat, melindungi kantor instansi dan fasilitas umum, dan melindungi kantor-kantor,” tegas Wiranto. (Rizal Bomantama)