Revisi UU KPK

Mahasiswa Nilai DPR Ugal-Ugalan Soal Revisi UU KPK dan KUHP, Pengamat Sebut Krisis Negarawan

"Saat ini kita sedang mengalami krisis kenegarawanan yang bijaksana dan akomodatif terhadap masyarakatnya

KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO
Sejumlah perwakilan dari berbagai universitas akhirnya diperbolehkan masuk ke gedung DPR untuk menyampaikan aspirasinya, Kamis (19/9/2019). Namun mereka mengaku kecewa lantaran tidak bisa bertemu dengan anggota atau pimpinan DPR. Dalam audiensi tersebut mereka hanya bisa bertemu dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar. 

Elemen mahasiwa dari berbagai universitas menyatakan mosi tidak percaya kepada Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR).

Ini disampaikan sejumlah perwakilan mahasiswa saat beraudiensi dengan Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar di Ruang KK 1 Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

" Mosi tidak percaya sudah dilayangkan kepada DPR karena banyaknya kinerja yang tidak optimal," ujar perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Manik Marganamahendra saat audiensi.

Uang Suap Imam Nahrawi Mengalir Kemana Saja? KPK Klaim Punya Fakta dan Sedang Mendalaminya

Kecelakaan Maut Ambulans vs Truk di Tol Pejagan, 5 Orang Asal Tangerang Tewas, Begini Kronologinya

FIFA Rilis Ranking Terbaru, Posisi Timnas Indonesia Merosot Disalip Singapura

Mereka menyampaikan mosi tidak percaya karena DPR bersama pemerintah sepakat mengesahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Mereka meminta DPR membatalkan pengesahan RUU KPK di tengah polemik dan penolakan dari berbagai kalangan masyarakat sipil.

Di sisi lain, mahasiwa juga menyoroti proses pembahasan RUU KPK yang tertutup dan tidak melibatkan aspirasi publik.

"Kami sangat menyesalkan revisi UU KPK justru disahkan dengan berbagai polemik yang ada dan berbagai tuntutan menolak revisi tersebut, tapi masih juga disahkan," kata Manik.

Live Streaming Persebaya Surabaya Vs PSIS Semarang Main Jumat Sore, Ini Prediksi Susunan Pemainnya

Mereka juga meminta DPR menunda pengesahan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dianggap sejumlah pasalnya dapat mengancam demokrasi, ranah privat warga negara, dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

Dengan lahirnya kedua regulasi tersebut, menurut mereka, DPR justru mengancam pemberantasan korupsi dan demokrasi.

"Persoalan korupsi dan ancaman demokrasi yang bergulir dalam DPR itu sendiri. Itu yang kami permasalahkan," ucap Manik.

Jadwal Pertandingan Liga Inggris Akhir Pekan Ini, Big Match Chelsea Vs Liverpool

 Sebelumnya, ratusan mahasiswa dari berbagai universitas kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi UU KPK dan pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Secara bergantian, perwakilan mahasiswa Unindra, UI, UPN, Trisakti, ITB, Paramidana dan Moestopo memberikan orasi.

Rapat Paripurna Pengesahan Revisi UU KPK, Selasa (17/9/2019).
Rapat Paripurna Pengesahan Revisi UU KPK, Selasa (17/9/2019). (TRIBUNNEWS/CHAERUL UMAM)

Mereka mengkritik sikap DPR dan pemerintah yang akan mengesahkan rancangan undang-undang yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.

Rekap Hasil Pertandingan Liga 1 2019 Kamis, PSM Makassar Menang, Persipura Seri, Persija Kalah

"DPR sedang ugal-ugalan dan mengebut legislasi yang tidak berpihak pada masyarakat," ujar salah seorang mahasiswa saat berorasi di atas mobil pengeras suara.

"Reformasi dikorupsi!" sontak mahasiwa yang lain membalas.

Dalam aksinya tersebut, mereka membawa spanduk dan poster yang menunjukkan dukungan kepada KPK.

Krisis Negarawan

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai, Indonesia sedang mengalami krisis negarawan yang bijaksana dan akomodatif terhadap masyarakat.

Fickar menanggapi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) yang segera disahkan oleh DPR.

"Saat ini kita sedang mengalami krisis kenegarawanan yang bijaksana dan akomodatif terhadap masyarakatnya, yang banyak sekarang oligarchy, yang hanya peduli pada kepentingan kelompoknya," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (19/9/2019).

Anies Baswedan Kukuhkan Kepengurusan Kadin DKI Jakarta Periode 2019 -2024

"Kita krisis kepemimpinan yang negarawan pada semua level jabatan, termasuk yang tertinggi," ucap dia.

Fickar pun menyoroti beberapa pasal dalam RKUHP tersebut yang dinilainya bermasalah, salah satunya Pasal 167 terkait makar.

Definisi makar menurut pasal tersebut yakni "Niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut".

Fickar menilai bahwa definisi makar tidak sesuai dengan asal katanya, yaitu aanslag. Asal kata dari hukum pidana Belanda tersebut memiliki arti serangan.

Pengamat Sosial UI Devi Rahmawati: Penantang Petahana Wali Kota Depok Harus Punya Kemampuan Lebih

"RKUHP cenderung mendefenisikan makar menjadi pasal karet yang dapat digunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat," ujar dia.

Selain itu, pasal lain yang dinilainya karet yaitu terkait contempt of court atau penghinaan terhadap hukum. Pasal 281 RKUHP menyebutkan tiga kategori pelanggaran contempt of court.

Ketiganya yaitu tidak mematuhi perintah pengadilan, bersikap tidak hormat atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan, dan tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk mempublikasikan proses persidangan.

Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono Tegaskan Tidak Ada Toleransi Bagi Oknum Ormas Pungli!

Fickar berpendapat, pasal tersebut mengekang kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan pers. DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam rapat paripurna yang dijadwalkan pada Selasa (24/9/2019).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Pengesahan RUU KPK, Mahasiswa Sampaikan Mosi Tidak Percaya ke DPR",  Penulis : Kristian Erdianto. Dan dengan judul "Kritik Revisi KUHP, Pakar Hukum: Kita Sedang Krisis Negarawan ",  Penulis : Devina Halim

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved