Revisi UU KPK

Setuju Revisi UU KPK, Hendropriyono: Hanya Tuhan Maha Esa yang Tidak Boleh Diawasi

AM Hendropriyono menilai, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dilakukan.

TRIBUNNEWS/FRANSISKUS ADHIYUDA
Mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) AM Hendropriyono seusai bertemu Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (12/7/2019). 

MANTAN Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) AM Hendropriyono menilai, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dilakukan.

Menurut Hendropriyono, revisi UU KPK ini untuk memastikan tidak ada lembaga negara yang superbodi.

Hal itu disampaikan Hendropriyono saat berdiskusi dengan para guru besar dalam acara focus discussion group tentang RUU KPK.

KRONOLOGI Firli Bahuri Melanggar Kode Etik Berat Saat Jabat Deputi Penindakan KPK

FGD digelar bersama Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) di Boardroom Bimasena Bimasena, The Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (12/9/2019).

"Soal revisi UU KPK itu dibahas oleh Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) dan oleh para guru besar."

"Persoalan yang mengerucut, kita tidak menginginkan adanya superbodi pada badan apa pun juga di negara ini," ujar Hendropriyono.

Prabowo Sempat Ingin Jadi Profesor Seperti Habibie

Hendropriyono menyampaikan, yang dimaksud lembaga superbodi adalah lembaga negara yang tidak diawasi.

Menurutnya, semua lembaga negara harus diawasi dan dikontrol, sehingga tidak sewenang-sewenang dalam bertindak dan membuat keputusan.

"Artinya superbodi yang tidak diawasi siapa pun itu, enggak boleh itu."

BJ Habibie Wafat, Amien Rais: Kita Kehilangan Berlian Besar dari Tubuh Bangsa Ini

"Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang tidak boleh diawasi, yang lain harus diawasin," tutur Hendropriyono.

Selain itu, lanjut Hendropriyono, tidak boleh ada lembaga negara yang menjadi 'negara' di dalam negara.

Ia menyebut, lembaga negara yang ada harus masuk dalam tiga cabang kekuasaan yang independen satu sama lain, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Kirim Surat Presiden ke DPR, Jokowi Banyak Koreksi Draf Revisi UU KPK

"Jadi memang kita ingin lembaga yang independen itu hanya eksekutif, legislatif, yudikatif itu sendiri-sendiri."

"Selain daripada itu, harus masuk di dalam salah satu lembaga tersebut. Tidak ada yang bilang lembaga negara ini terlepas dari eksekutif, yudikatif, dan legislatif," papar Hendropriyono.

Hendropriyono juga mengatakan, tidak ada lembaga yang independen.

Jokowi Kirim Surpres, Laode M Syarif Sebut DPR dan Pemerintah Berkonspirasi Lucuti Kewenangan KPK

Sebab, jika lembaga negara independen, maka lembaga tersebut akan bertindak sebebas-bebasnya dan bisa menjadi liar.

"Independen itu artinya jadi liar, tapi kalau ada ketemu persoalan larinya ke Presiden."

"Kan itu jadinya enggak bener lagi, jangan bencong lagi gitu kalau di dalam berpendirian," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Surat Presiden (Supres) revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

 Tolak Revisi UU 30/2002, Laode M Syarif Ungkap Prancis Mencontoh KPK Saat Bikin Lembaga Anti Korupsi

"Supres RUU KPK sudah ditandatangani oleh Bapak Presiden dan sudah dikirim ke DPR pagi tadi," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Menurut Pratikno, daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disampaikan dalam Supres, banyak merevisi draf RUU tentang KPK yang diusulkan DPR.

 Calon Pimpinan KPK Ini Mengaku Pernah Curiga OTT Adalah Jebakan

"DIM daftar inventaris masalah yang dikirim oleh pemerintah itu banyak sekali yang merevisi draf RUU yang dikirim oleh DPR."

"Jadi ini kan kewenangannya DPR lah untuk merumuskan undang-undang, tapi itu kan harus disepakati bersama antara DPR dan pemerintah," tutur Pratikno.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan sampai membatasi lembaga anti-rasuah tersebut.

 Tugas Bappenas Tambah Lagi, Setelah Pindahkan Ibu Kota, Kini Harus Bangun Istana Presiden di Papua

"Jangan sampai ada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu, sehingga independensi KPK menjadi terganggu, intinya ke sana," ujar Jokowi di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).

Menurut Jokowi, dirinya baru saja menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) draf revisi UU KPK, dan akan ia pelajari terlebih dahulu secara detail.

 Revisi UU KPK Batal Jika Jokowi Tak Keluarkan Surat Persetujuan

"Saya mau lihat dulu, nanti satu per satu kita pelajari, putusin, dan saya sampaikan kenapa ini iya, kenapa ini tidak, karena tentu saja ada yang setuju, ada yang tidak setuju dalam DIM-nya," tuturnya.

Jokowi mengaku dalam mengambil keputusan yang tepat terkait revisi UU KPK, ia melakukan diskusi dengan sejumlah menteri dan akademisi sejak awal pekan ini.

"Sudah mulai sejak Hari Senin, sudah kami maraton minta pendapat para pakar, kementerian, semuanya secara detail."

 BREAKING NEWS: Jokowi Janji Bangun Istana Presiden di Papua Tahun Depan

"Sehingga begitu DIM nanti nanti kami lihat, saya sudah punya gambaran," tuturnya.

Terkait Surat Presiden (Supres), kata Jokowi, akan disampaikan kepada publik jika telah dikirim ke DPR.

"Kami baru melihat DIM-nya dulu, nanti kalau Supres kami kirim, besok saya sampaikan. Nanti materi-materi apa yang perlu direvisi," paparnya. (Fransiskus Adhiyuda)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved