Rusuh Papua
Hendropriyono Sebut Referendum Papua Hoaks, Cuma Ada bagi Negara yang Belum Berdaulat
AM Hendropriyono mengatakan, tidak mungkin Papua melakukan referendum, sebagaimana isu yang digelontorkan aktivis pro kemerdekaan Papua.
MANTAN Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengatakan, tidak mungkin Papua melakukan referendum, sebagaimana isu yang digelontorkan aktivis pro kemerdekaan Papua.
Menurut Hendropriyono, referendum hanya ada bagi negara-negara yang belum berdaulat
Hal ini ia sampaikan dalam acara forum patriotik untuk Papua dan Papua Barat di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (5/9/2019).
• Sekantong Kaus Polisi dari Aiptu Imran Yasin Jadi Tanda Perpisahan
"Referendum itu, wahai kaum muda intelektual bangsa Indonesia, terutama di Papua dan daerah-daerah lainnya."
"Referendum hanya ada bagi negara-negara yang belum berdaulat," kata Hendropriyono.
Ia menuturkan, karena Indonesia sudah berdaulat, maka tidak mungkin melakukan referendum.
• ENAM Nama Ini Diusulkan Relawan Masuk Kabinet Jokowi-Maruf Amin, Paling Banyak dari PDIP
"Negara berdaulat, enggak ada istilah referendum," tegasnya.
Maka dari itu, wacana referendum adalah bagian dari serangan hoaks, yang berniat membuat semakin ada perpecahan.
"Orang-orang yang beride separatis, kita bangsa yang berdaulat, tidak ada iming-iming referendum. Itu hoaks," paparnya.
• Wiranto: Benny Wenda Penjahat Politik, Kalau Masuk ke Indonesia Saya Tangkap!
Hendropriyono juga menilai penentuan nasib sendiri atau self determination bagi Papua, jelas tidak bisa dilakukan.
"Self determination, penentuan nasib sendiri, hanya bagi negara yang belum merdeka."
"Bangsa Indonesia sudah merdeka, Papua sudah merdeka bersama Indonesia," ucapnya.
• Rendahnya Minat Baca Orang Indonesia, kata Anies Baswedan WhatsApp Agak Panjang pun Langsung Diskip
Sebelumnya, pemerintah memastikan menutup ruang dialog soal referendum dan kemerdekaan Papua, menyusul adanya gejolak di Bumi Cenderawasih hingga saat ini.
Menko Polhukam Wiranto mengatakan, pemerintah telah menemui tokoh masyarakat, para pemuda, dan perwakilan legislatif asal Papua maupun Papua Barat, untuk bersama-sama menghentikan kerusuhan.
Menurutnya, dialog akan terus dibangun, tetapi dilakukan setelah kondisi di Papua dan Papua Barat kondusif.
• Tak Cuma Gara-gara Status Janda, Suami Bunuh Istri karena Dilarang Baca Pesan Mencurigakan
"Kesepakatan kita (dalam dialog) tidak bicara referendum, tidak bicara kemerdekaan. NKRI harga mati," tegas Wiranto di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/8/2019) malam.
Wiranto menilai, Papua dan Papua Barat merupakan bagian dari negara Indonesia, dan hal tersebut telah diputuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Jadi Papua dan Papua Barat bagian sah dari Indonesia," ucap Wiranto.
• Calon Pimpinan KPK Ini Traktir Nasi Padang kepada 250 Personel Brimob yang Hendak Berangkat ke Papua
Menurut Wiranto, dialog dengan pihak Papua dan Papua Barat tidak akan membicarakan soal salah menyalahkan, tetapi secara bersama-sama memulihkan suasana tanah Papua.
"Kita bicara bagaimana segera kita bisa menghentikan kerusuhan, situasi menegangkan, situasi yang panas, bisa masuk suasana damai," papar Wiranto.
Sebelumnya, tuntutan referendum disampaikan warga di Deiyai, Papua, dan saat aksi demo di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019) lalu.
• Wasekjen Gerindra Usulkan Jokowi Berkantor di Papua dan Blusukan Naik Motor Bersama Iriana
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin menegaskan, kerusuhan yang terjadi di Papua beberapa waktu lalu lebih pada isu rasialisme yang diterima warga Papua.
Menurut Ali Mochtar Ngabalin, isu referendum bukan bagian dari tuntutan mereka.
"Dari isu rasis ke isu separatis, itu tidak nyambung. Langit dan bumi bedanya," ungkap Ali Mochtar Ngabalin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
• UPDATE Papua: TNI Kerahkan Ratusan Personel Kostrad dan Marinir, Empat Napi Lapas Abepura Kabur
Ali Mochtar Ngabalin meyakini permasalahan di Papua bisa diselesaikan secara baik-baik.
Dia juga tidak henti-hentinya menyuarakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Negara ini negara berdaulat. Indonesia adalah Papua, dan Papua adalah Indonesia," tegasnya.
• Fadli Zon Minta Jokowi Segera ke Papua, Ali Mochtar Ngabalin: Enggak Usah, Urus Aja DPR!
Senada, Staf Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya, menolak berkomentar terkait tuntutan referendum.
Sebelumnya, Mabes Polri mengungkap kronologi unjuk rasa berujung kerusuhan di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, awalnya massa yang berunjuk rasa ingin bertemu anggota dewan adat dari Majelis Rakyat Papua (MRP).
Akan tetapi, ternyata sejumlah anggota dewan tak ada ditempat lantaran tengah melaksanakan kunjungan kerja.
• Tuntutan Referendum Papua Kembali Muncul, Wiranto: NKRI Harga Mati!
"Karena massa mencoba menemui masyarakat dewan adat," ujar Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2019).
"Namun demikian, kebetulan beberapa anggota MRP sedang melakukan kunjungan kerja," imbuhnya.
Kepolisian menduga massa kecewa karena tak bisa bertemu anggota dewan.
• Ketua DPR Sarankan Panglima TNI Terjunkan Koopssus ke Papua
Oleh karena itu, massa melampiaskan kekecewaan dengan melakukan perusakan dan pembakaran.
Pembakaran itu, kata dia, menyasar bagian belakang kantor MRP yang kemudian merembet hingga bagian gedung tersebut.
"Karena kosong, mungkin massa kecewa, makanya dia melakukan perusakan, pembakaran, di belakang (kantor) terus merembet (ke Gedung MRP)," ucapnya.
• Satu Perusuh di Deiyai Papua Tewas Terpanah, Kapolri: Dari Kelompok Penyerang, Kena Kawan Sendiri
Lebih lanjut, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menduga pola aksi massa di Jayapura serupa dengan aksi massa di Deiyai, Papua, yang juga berujung rusuh sehari sebelumnya.
Kemiripan itu diduga terlihat dari adanya massa perusuh yang membaur dan menyusup di antara massa yang berunjuk rasa damai.
Namun, Dedi Prasetyo menegaskan pihaknya enggan mengambil kesimpulan secara cepat dan lebih memilih mendalami serta mencari fakta secara objektif terlebih dahulu.
• Anggota yang Gugur Dipanah dan Dibacok Baru Dua Bulan Tugas di Papua, Tinggalkan Istri dan Dua Anak
"Polanya memang hampir mirip ya (dengan Deiyai), tetapi ini kita tidak boleh mengambil kesimpulan yang cepat."
"Nanti aparat setempat setelah melakukan evaluasi malam hari ini (kemarin), nanti akan mencari fakta-fakta secara objektif," paparnya. (Fransiskus Adhiyuda)