Lebaran 2016

Kampung Naga, Harmoni Alam di Tengah Kemacetan Lebaran

Berada di Kampung Naga di Tasikmalaya, ibarat kembali ke peradaban berpuluh-puluh tahun lalu, ketika tidak ada penerangan listrik.

wanderingindonesia.blogspot.com
Kampung Naga 

Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Kali Wulan (Ciwulan) dengan air yang bersumber dari Gunung Cikurai di Garut.

Dengan luas hanya 1,5 hektar, kampung tersebut hanya dihuni 302 orang atau 101 kepala keluarga dan jumlah tersebut hanyalah sepuluh persen dari total keturunan Kampung Naga.

Darmawan (52 tahun), salah seorang warga yang ditemui mengatakan bahwa menurut pemangku adat, luas 1,5 hektar tersebut tidak boleh ditambah, sehingga jika terjadi lonjakan pertumbuhan penduduk, sebagian dari warga harus keluar dari kampung.

"Saya termasuk di antara penduduk Kampung Naga yang harus keluar setelah berkeluarga dan punya tiga anak. Dengan demikian, jumlah penduduk kampung ini akan tetap terjaga seperti sekarang," kata Darmawan yang membangun rumah hanya sekitar 200 meter dari lokasi kampung tersebut.

Meski berusaha untuk menjaga adat istiadat peninggalan leluhur, ada satu hal yang tidak bisa dibendung, yaitu kemajuan teknologi informasi, dalam hal ini penggunaan telepon genggam berbasis android, terutama di kalangan remaja.

" Anak usia SMP dan SMA yang bersekolah di luar kampung dan mereka juga punya handphone. Tapi kami bisa tolerir jika digunakan untuk hal-hal positif karena menyangkut informasi yang penting untuk pendidikan mereka," kata Darmawan juga juga memiliki seorang anak usia SMP dan memiliki telepon genggam.

Pilihan saat macet

Selama musim liburan Lebaran, Kampung Naga menjadi pilihan bagi pemudik untuk menyegarkan kembali kondisi tubuh setelah berjam-jam tersandera oleh macet total, terutama bagi mereka yang kembali ke arah Bandung dan Jakarta.

Meski hanya untuk sesaat, setidaknya pemudik atau wisatawan akan merasakan sensasi berada di sebuah kampung yang begitu tenang dan damai, jauh dari hingar bingar kebisingan kota dan lalu lintas yang membuat emosi cepat naik.

Keberadaan Kampung Naga sangat mudah dicapai karena terletak hanya beberapa ratus meter dari jalan raya antara Tasikmalaya dan Garut, sekitar dua kilometer dari SPBU Kecamatan Salawu.

Sebuah pintu gerbang bertuliskan "Selamat Datang di Kampung Naga" akan segera menyambut pengunjung saat memasuki area parkir yang cukup luas.

Di sekitar tempat parkir tersebut akan dijumpai toko-toko yang menyediakan berbagai cendera mata khas Kampung Naga, salah satunya yang menjadi favorit pengunjung adalah alat musik tradisional angklung.

Untuk mencapai Kampung Naga, pengunjung harus menuruni ratusan anak tangga dengan kemiringan sekitar 45 derajat dan jarak sekitar 500 meter, menyusuri jalan kecil pinggir Sungai Ciwulan.

Dari ketinggian di belokan anak tangga itulah, terlihat atap ijuk abu kehitaman rumah-rumah penduduk Kampung Naga yang sangat kontras dengan sekelilingnya yang tampak hijau dan subur, membuat pengunjung untuk sementara lupa bahwa mereka baru saja mengalami kemacetan yang membuat stres.

Yadi (45 tahun), warga Kampung Naga lainnya menegaskan bahwa sesuai dengan aturan adat dan tradisi yang turun temurun, siapa pun harus patuh, termasuk dalam membangun rumah yang dibangun menghadap utara dan selatan sehingga satu dengan yang lain saling berhadap-hadapan serta saling membelakangi terhadap barisan rumah berikutnya.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved