Perundungan Anak

Korban Perundungan di SMPN 19 Tangsel Meninggal Dunia, Pengamat: Akibat Out of System

Rissal menyebut, ada dua pola yang terjadi dan menjadi alasan perundungan di sekolah marak terjadi.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
kolase foto istimewa
KORBAN BULLY - Keluarga menceritakan kondisi M Hisyam siswa korban bully di SMPN 19 Tangsel yang meninggal pada Minggu 916/11/2025) 

 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah


WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH — Kasus perundungan (bullying) kian marak terjadi di sejumlah sekolah di Indonesia. Ironisnya, perundungan tersebut tidak hanya bersifat verbal, tetapi juga hingga membahayakan nyawa seseorang.

Terbaru, Senin (10/11/2025) lalu, seorang siswa SMP Negeri 19 Tangerang Selatan diduga menjadi korban kekerasan teman sebangkunya pada saat jam istirahat.

Dia diduga dijedotkan ke kursi besi hingga tak sadarkan diri dan kini meninggal dunia usai mendapat perawatan di ruang ICU anak RS Fatmawati, Jakarta Selatan.

Terkait hal ini, Rissalwan Habdy Lubis selaku Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) memyampaikan bahwa bullying adalah satu perilaku tidak terpuji yang pasti terjadi di sekolah dan kasusnya sangat marak.

Baca juga: Keluarga Ungkap Kondisi Hisyam Sebelum Meninggal, Korban Bullying SMPN 19 Tangsel

Pasalnya menurut dia, secara fitrahnya manusia merupakan makhluk yang kompetitif. Terlebih, sekolah adalah satu ruang belajar bagi siswa di fase tumbuh kembangnya.

"Artinya mereka belajar ingin menunjukkan kompetisi mereka itu bukan hanya di kelas. Beberapa pelaku bullying memang orang-orang yang out of system (di luar sistem). Jadi, anak-anak memang bengal, bandel," kata Rissal saat dikonfirmasi Warta Kota, Minggu (16/11/2025).

Rissal menyebut, ada dua pola yang terjadi dan menjadi alasan perundungan di sekolah marak terjadi.

Pertama karena out of system yakni mereka yang bengal dan kurang berprestasi sehingga memikirkan cara bagaimana membuat dirinya lebih menonjol dari orang lain.

Kedua, ingin mempertinggi atau meninggikan kelas atau statusnya. Pola ini kebanyakan dilakukan oleh anak yang terlahir dari keluarga kaya raya.

Baca juga: Siswa SMPN 19 Tangsel Meninggal Diduga Korban Bullying, Ini Seruan PB PGRI

"Kalau ini (pola kedua), dia itu melakukan bullying yang terorganisir. Dia punya teman misalnya gitu. Jadi akan selalu ada (bullying) dan banyak," jelasnya.

Menurut Rissal, pola bullying nomor 2 lebih mudah dicegah daripada pola pertama. Bahkan, cara-cara pencegahan tersebut sudah marak beredar di sosial media.

Dimana, seseorang apabila dirundung oleh orang yang status ekonominya lebih tinggi, hanya perlu menunjukkan sikap perlawanan agar ego pembuli tidak terpenuhi.

"Jadi, kalau dia berhasil membuat orang jadi malu, berarti dia orang yang terhormat gitu. Itu untuk meneguhkan posisi dia sebagai kelompok teratas di lingkungan sekolah," jelas Rissal.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved