Berita Jakarta

KUA-PPAS APBD DKI 2026 Naik Jadi Rp 95,3 triliun, Ini yang Disorot Fraksi PAN

KUA-PPAS APBD DKI 2026 Melonjak Jadi Rp 95,3 triliun, Anggota Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Bambang Kusumanto menyoroti Hal Ini

|
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
KUA-PPAS 2026 - Anggota Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta Bambang Kusumanto saat ditemui di kantornya pada Rabu (13/8/2025). Bambang menyoroti melonjaknya KUA-PPAS 2026 untuk APBD menjadi Rp 95,3 triliun karena keuangan daerah berpotensi defisit. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA – Fraksi PAN DPRD Provinsi DKI Jakarta menyoroti lonjakan nilai rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk APBD DKI Jakarta tahun 2026 yang menjadi Rp 95,3 triliun.

Angka tersebut naik dibanding APBD 2025 sebesar Rp 91,34 triliun, dan bertambah Rp 500 miliar pada APBD Perubahan 2025 menjadi Rp 91,86 triliun.

KUA adalah dokumen yang berisi kebijakan umum dan asumsi dasar dalam penyusunan APBD, sedangkan PPAS adalah dokumen yang merinci prioritas dan batas maksimal anggaran untuk setiap program dan kegiatan dalam APBD.

Anggota Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Bambang Kusumanto mengatakan, postur keuangan sebesar Rp 95,3 triliun pada tahun 2026 sulit direalisasikan. 

Dia mengingatkan, bila tetap dipaksakan, Pemprov DKI Jakarta berpotensi mengalami defisit hingga Rp 2,2 triliun.

“Saya cukup aktif mengamati perkembangan anggaran di Banggar. Awalnya plafon APBD 2026 diajukan Rp 94 sekian triliun dengan posisi defisit sekitar Rp 1,8 triliun, tapi kemudian malah dinaikkan menjadi Rp 95 triliun sekian, sehingga utangnya makin bengkak menjadi Rp 2,2 triliun,” kata Bambang saat ditemui di kantornya pada Rabu (13/8/2025).

Bambang menyoroti rencana pembiayaan defisit itu melalui pinjaman Bank DKI, yang merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Kata dia, kebijakan ini kurang tepat karena tidak sesuai dengan semangat dibangunnya BPD.

Baca juga: Bupati Pati Sudewo Tolak Permintaan Masyarakat, Siap Pasang Badan Soal Hak Angket

“Bank DKI itu dibuat untuk membantu masyarakat, misalnya UMKM, yang kesulitan mendapatkan kredit di bank besar. Kalau pemerintah berutang ke bank, kemampuan bank membantu masyarakat akan berkurang. Bank daerah dibuat bukan untuk membiayai APBD,” tegasnya.

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta ini mendorong Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi DKI Jakarta agar lebih jeli menyisir pos belanja, sehingga beban utang tidak membengkak.

Bambang menilai masih banyak rencana pengeluaran yang bisa dikurangi karena kurang efisien atau minim manfaat langsung bagi publik.

“Contohnya hibah besar untuk instansi di luar DKI. Ironis, tiap tahun kita beri hibah besar, sementara untuk public service kita kekurangan. Kewajiban PSO juga bisa diserut jika kurang efisien. Belanja infrastruktur dan peralatan juga banyak yang tumpang tindih,” paparnya.

PSO adalah singkatan dari Public Service Obligation, yang dalam bahasa Indonesia berarti Kewajiban Pelayanan Publik.

Istilah ini merujuk pada kewajiban yang diberikan pemerintah kepada perusahaan atau penyedia layanan untuk menyediakan layanan tertentu, bahkan jika secara komersial tidak menguntungkan.

Tujuannya adalah untuk memastikan ketersediaan layanan penting bagi masyarakat, seperti transportasi umum, energi, dan lainnya.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved