Polemik Ijazah Jokowi

Dede Budhyarto Geram dokter Tifa Disamakan dengan RA Kartini: Jangan Sembarangan Kasih Gelar Pejuang

Pembuat poster tersebut membubuhkan narasi yang menyebut bahwa perjuangan dokter Tifa merupakan representasi perjuangan RA Kartini

|
Editor: Feryanto Hadi
Tangkapan layar
PEJUANG- Sebuah poster di media sosial yang menyamakan sosok dokter Tifa dengan pahlawan nasional RA Kartini. Menyebarnya poster itu mendapatkan respons dari berbagai pihak 
Ringkasan Berita:
  • Perjuangan dokter Tifa dalam mengungkap dugaan ijazah palsu Jokowi mendapatkan dukungan sejumlah netizen
  • Bahkan, perjuangan dokter Tifa disamakan dengan perjuangan RA Kartini
  • Narasi tersebut muncul di sosial media, bertepatan dengan diperiksanya dokter Tifa Cs sebagai tersangka terkait kasus dugaan ijazah palsu
  • Loyalis Jokowi Kang Dede geram dengan beredarnya narasi itu

 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Loyalis Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Kristia Budiarto alias Dede Budhyarto geram dengan narasi yang menyamakan Dokter Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal dengan nama Dokter Tifa dengan pahlawan nasional Raden Ajeng (RA) Kartini

Narasi tersebut muncul di sosial media, bertepatan dengan diperiksanya dokter Tifa Cs sebagai tersangka terkait kasus dugaan ijazah palsu

Dalam sebuah poster, foto dokter Tifa disandingkan dengan foto RA Kartini.

Pembuat poster tersebut membubuhkan narasi yang menyebut bahwa perjuangan dokter Tifa merupakan representasi perjuangan RA Kartini di masa lampau.

Mantan komisaris PT Pelni (Persero) itu menyebut bahwa tak layak dokter Tifa yang selama ini menarasikan ijazah Jokowi palsu disandingkan dengan sosok pahlawan

Kang Dede menyebut bahwa RA Kartini telah banyak berkontribusi bangsa bangsa Indonesia, baik di bidang pendidikan maupun isu gender

Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Polisi Zalim Apabila Langsung Tahan Roy Suryo Cs di Kasus Ijazah Jokowi

Di sisi lain, dia menilai bahwa dokter Tifa merupakan sosok yang hanya ingin mencari panggung dengan terus mengangkat isu soal ijazah Jokowi

"Jangan samakan pahlawan wanita dengan orang ini. R.A. Kartini memperjuangkan pendidikan dan emansipasi, bukan mencari panggung dengan narasi menyesatkan," demikian statemen Kang Dede dikutip Warta Kota dari akun X miliknya, Kamis (13/11/2025)

Kang Dede pun mengingatkan agar siapapun jangan mudah melabeli seseorang dengan gelar pejuang

"Hormati sejarah, jangan sembarangan menempelkan gelar ‘pejuang'," imbuhnya.

Baca juga: Ditolak Banyak Pengurus Gerindra, Budi Arie Pasrah, Bantah Cuma Ingin Cari Perlindungan Hukum

dokter Tifa tak gentar

Pasca penetapan status tersangka, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Roy Suryo dan Pakar Neuroscience Behavior Dokter Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal dengan nama Dokter Tifa diperiksa penyidik Polda Metro Jaya pada Kamis (13/11/2025).

Ketiganya dijadwalkan menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) pada pukul 10.00 WIB.

Jelang pemeriksaan, Dokter Tifa masih sempat menuliskan status lewat twitter atau X pribadinya @DokyterTifa pada Kamis (13/11/2025) pukul 08.18 WIB.

Dalam postingannya berjudul 'Kriminalisasi Akan Menghancurkan Negara', dirinya menyampaikan pernyataan terbuka terkait dugaan upaya kriminalisasi terhadap para akademisi, termasuk dirinya.

Dokter Tifa pun menilai adanya indikasi penggunaan proses hukum untuk membungkam kerja ilmiahnya.

"Saya menduga terdapat upaya untuk membungkam kerja ilmiah saya melalui proses hukum yang diarahkan secara tidak wajar," ungkap Dokter Tifa

"Bila kritik akademik diperlakukan sebagai ancaman, ini merupakan kemunduran serius bagi kebebasan berpikir di negeri ini," tegasnya.

Menurut Dokter Tifa, dugaan kriminalisasi tersebut tidak dijalankan oleh lembaga secara institusional, melainkan oleh oknum yang memanfaatkan kekuasaan negara.

"Perilaku demikian tidak hanya merugikan saya secara pribadi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum," katanya.

Ia menegaskan, penyalahgunaan kewenangan tidak boleh dibiarkan menjadi budaya.

Negara, lanjutnya, harus mampu membedakan antara kritik ilmiah dan tindakan kriminal, dua hal yang tidak dapat dicampuradukkan.

"Saya tidak gentar, karena kebenaran ilmiah tidak bisa dipadamkan oleh tekanan politik maupun aparat yang bekerja di luar rel profesionalisme," ujarnya.

Dirinya menilai tekanan seperti itu justru memperkuat keyakinannya bahwa ruang intelektual bangsa tengah diuji.

Dokter Tifa berharap agar lembaga negara tetap menjaga marwah dan independensinya dengan menjauh dari kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

“Bila hukum ditegakkan secara adil, bangsa ini masih memiliki harapan untuk memperbaiki dirinya,” ujar Dokter Tifa.

"Kriminalisasi terhadap kebebasan berpikir adalah bentuk bunuh diri moral bagi sebuah bangsa," tutupnya.

Berharap tak ditahan

Kuasa hukum dokter Tifa Cs Ahmad Khozinudin mengatakan yakin kliennya tidak langsung ditahan.

Diketahui Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma alias dr Tifa memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya, Kamis (13/11/2025).

Ketiganya diperiksa terkait kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

"Karena itu hari ini kami yakin klien kami pun tidak akan dilakukan penahanan sebagaimana Polda tidak melakukan penahanan terhadap Firli Bahuri," katanya, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis.

"Selanjutnya, yang harus ditahan karena berkekuatan hukum tetap adalah Silfester Matutina karena dia sudah inkrah dan Silfester Matutina saat penyidikan di tingkat kepolisian tidak pernah ditahan," sambungnya.

Baca juga: Roy Suryo Cs Tuding Polda Metro Langgar Asas Hukum, Yakin Tak Ditahan Seperti Firli dan Silfester

Ia menilai Polda Metro Jaya telah secara sepihak dan zalim menetapkan kliennya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Hari ini kami memulai panggilan dari Polda Metro Jaya yang telah secara sepihak dan zalim menetapkan klien kami sebagai tersangka dengan bukti-bukti walaupun banyak tidak memiliki relevansi dengan apa yang dituduhkan dan tidak pernah diketahui secara pasti apakah bukti itu bisa menguatkan tuduhan ada pencemaran, tuduhan ada menyerang kehormatan yang dilaporkan oleh Saudara Joko Widodo," ucap Khozinudin.

Menurut Khozinudin, meski penyidik mengklaim memiliki 700 bukti, 130 saksi, dan 22 ahli, hal itu tidak serta-merta membuktikan tuduhan tersebut. 

"Kalau tidak relevan, maka semuanya tidak bernilai. Yang kami tunggu hanya satu bukti, yakni ijazah Saudara Joko Widodo yang sampai hari ini belum pernah ditunjukkan,” katanya.

Ia juga menilai Polda Metro Jaya telah melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) karena secara terbuka menyebut nama kliennya dalam surat panggilan. 

“Kalau media yang menyebut nama, itu wajar. Tapi kalau aparat penegak hukum yang melakukannya, itu pelanggaran asas hukum,” tambahnya.

Khozinudin menuding penetapan tersangka terhadap Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma terkesan tergesa-gesa dan bermuatan politik. 

“Kami menduga ini bukan proses hukum murni, melainkan ada tangan-tangan kekuasaan. Bahkan, sebelum seluruh terlapor diperiksa, klien kami sudah ditetapkan tersangka,” ujarnya.

Ia membandingkan dengan kasus lain yang disebut belum ditangani secara tegas oleh kepolisian. 

"Firli Bahuri sudah dua tahun lebih berstatus tersangka, tapi tidak ditahan. Sylvester Matutina pun tidak pernah ditahan meski perkaranya sudah inkrah,” katanya.

Sebelum Diperiksa Polisi, Rismon Sianipar Pamer Buku Gibran End Game

Ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar memamerkan buku jelang pemeriksaan perdana sebagai tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (13/11/2025).

Tampak buku yang dibawa Rismon berwarna putih dengan sampul bergambar sketsa wajah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

Adapun judul pada buku tersebut yang dipamerkan Rismon ialah “Gibran End Game: Wapres Tak Lulus SMA.”

Di hadapan wartawan, Rismon menyebut buku ini dibuat setelah lawatan rekannya, Roy Suryo, ke University of Technology Sydney (UTS), Australia. 

Ia mengklaim, kunjungan tersebut dilakukan guna menelusuri riwayat pendidikan Gibran di UTS Insearch Sydney.

“Kami memang sudah berencana ada draf kasarnya bukunya nanti Gibran Endgame atau Gibran Black Paper terserah, yang pasti Wapres Tak Lulus SMA data itu kami dapatkan dari mana? dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan temuan faktual yang ditemukan oleh Pak Roy Suryo,” ujar Rismon.

Ia menambahkan, buku tersebut rencananya akan dibagikan secara gratis dalam format PDF.

"Ini saya titip kalau mau digandakan secara gratis, juga saya titip ke pengacara ini worst case scenario siapa tahu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena ini, foto saja, foto kopi semua atau saya bagikan nanti PDF gratisnya secara cuma-cuma untuk seluruh rakyat Indonesia," tutur dia.

Lebih lanjut, Rismon mengklaim bahwa hasil penelusurannya menunjukkan Gibran hanya menempuh pendidikan hingga kelas 10 di Orchid Park Secondary School, kemudian melanjutkan ke program diploma di UTS Insearch Sydney.

"Bahwa kita sayangnya negara sebesar ini memiliki Wapres yang tidak pernah lulus SMA baik dalam maupun luar negeri tidak pernah punya ijazah SMA baik dalam maupun luar negeri apa yang dia tempuh," tukas Rismon.

Sementara itu, pihak Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan Rismon tersebut.

Diketahui, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma atau dr Tifa hari ini menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka dalam kasus itu.

Roy dan Rismon tiba di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya sekira pukul 10.17 WIB, sedangkan dr Tifa masuk terlebih dahulu ke Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Roy Suryo tampak mengenakan jaket hitam, sementara Rismon mengenakan jas abu-abu dengan kemeja merah. Dokter Tifa telah hadir lebih dahulu sebelum dua rekannya datang.

Kehadiran para tersangka didampingi oleh tim kuasa hukum serta sejumlah pendukung. 

Bakal Gugat Polda Metro Rp126 Triliun

Sebelumnya, Rismon Sianipar merasa heran dengan tuduhan dari Polda Metro Jaya yang menyebutnya telah melakukan manipulasi terhadap ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo.

Tuduhan manipulasi tersebut yang membuat Rismon cs menjadi tersangka.

Atas tudingan mengedit dan memanipulasi dokumen ijazah Jokowi tersebut, Rismon merasa tidak terima dan mengatakan bakal menuntut Polri Rp126 Triliun, jika dirinya tidak terbukti bersalah memanipulasi ijazah Jokowi itu.
 
"Saya minta kepada tim hukum ketika ini diuji di pengadilan dan tuduhan mengedit, memanipulasi dokumen ijazah Jokowi dengan cara tidak ilmiah ini tidak terbukti, ayo kita tuntut Polda Metro Jaya atau Polri sebesar Rp126 triliun, satu tahun anggaran kepolisian," ungkap Rismon, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (12/11/2025).

Rismon lantas menegaskan polisi tidak boleh seenaknya menuduh orang lain hanya karena mereka mempunyai kuasa. 

Baca juga: Persiapan Roy Suryo Diperiksa Perdana Sebagai Tersangka Ijazah Palsu Jokowi

 "Jangan main-main kalian menuduh kami hanya karena kalian (polisi) punya kuasa untuk menangkap," katanya.

Dalam kasus ini, kata Rismon, setidaknya pihak kepolisian harus menunjukkan siapa ahli digital forensik kepolisian yang menyatakan bahwa penelitian Rismon terkait ijazah Jokowi itu tidak ilmiah.

Bahkan, Rismon juga menantang ahli digital forensik itu untuk debat terbuka menganalisis dokumen ijazah Jokowi.

Sebab, menurut Rismon, pembuktian keaslian ijazah Jokowi itu seharusnya dilakukan di depan publik, bukan di ruangan penyidik.

"Atau setidaknya berani enggak menampilkan siapa itu ahli kalian yang mengatakan ini tidak ilmiah. Berani enggak?"

"Ilmiah itu terbuka, bisa diuji oleh orang lain. Bukan di ruang penyidikan, di depan penyidik yang enggak tahu apa-apa bidang ini, goblok itu namanya," tegasnya.

 Untuk diketahui, tiga dari delapan tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi, yakni Rismon, Roy Suryo, dan dokter Tifa, akan dipanggil untuk menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Kamis (13/11/2025) besok di Polda Metro Jaya.

Penyidik diketahui telah melayangkan surat panggilan kepada ketiga tokoh yang dikenal vokal di media sosial tersebut.

Adapun, selain Roy Suryo, Rismon, dan dokter Tifa, tersangka lainnya ada Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.

Penetapan tersangka Roy Suryo Cs tersebut dibagi ke dalam dua klaster berdasarkan peran dan jenis pelanggaran yang dilakukan.

Klaster pertama ada lima tersangka, yakni Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.

Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, dengan ancaman pidana enam tahun penjara, serta sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana enam tahun penjara.

Sementara klaster kedua ada tiga tersangka, yakni eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dokter Tifa.

Klaster kedua ini dikenakan kombinasi pasal KUHP dan UU ITE, termasuk Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 dengan ancaman pidana penjara 8-12 tahun.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved