Berita Nasional

7 Jenderal Polisi Terdampak Putusan MK, Ada Ketua KPK hingga Kepala BNN

Diketok Mahkamah Konstitusi Soal Larangan Rangkap Jabatan, Delapan Jenderal Polisi Terdampak, Ada Ketua KPK, Kepala BSSN hingga Kepala BNN

|
Editor: Dwi Rizki
Kompas.com/Fitria Chusna Farisa
RANGKAP JABATAN - Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat. Diketok MK Soal Rangkap Jabatan, Delapan Jenderal Polisi Terdampak, Ada Ketua KPK, Kepala BSSN hingga Kepala BNN. 

Ringkasan Berita:
  • Putusan MK terbaru mengguncang posisi 8 jenderal Polri yang kini duduk sebagai pejabat sipil strategis, dari KPK hingga BNPT.
  • Satu frasa kecil dalam penjelasan UU Polri dinyatakan inkonstitusional, dan justru dianggap selama ini menjadi celah utama rangkap jabatan.
  • Para pemohon berhasil meyakinkan MK bahwa aturan tersebut menimbulkan 'anomali hukum' yang memungkinkan polisi aktif tetap memegang jabatan sipil.
  • Putusan ini berpotensi mengubah peta kekuasaan.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) aktif tidak boleh merangkap jabatan sipil.

Hal tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang diucapkan Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Gambir, Jakarta Pusat pada Kamis (13/11/2025).

Dalam ketentuan tersebut, anggota Polri yang kini yang menduduki jabatan di luar kepolisian alias jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Dihimpun dari berbagai sumber, tercatat ada sebanyak delapan perwira tinggi Polri yang kini menempati sejumlah posisi strategis, ntara lain:

  1. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komjen Pol Setyo Budiyanto.
  2. Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo selaku Kepala BSSN.
  3. Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
  4. Komjen Panca Putra Simanjuntak yang bertugas di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).
  5. Komjen Pol Nico Afinta selaku Sekjen Menkumham.
  6. Komjen Pol Eddy Hartono selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
  7. Irjen Pol Mohammad Iqbal menjabat sebagai Inspektur Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Baca juga: Tindaklanjuti Putusan MK, Puan Tegaskan DPR akan Tindak Lanjuti Keterwakilan Perempuan

Dengan diterbitkannya putusan tersebut, MK mengabulkan permohonan advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite untuk seluruhnya.

Sehingga Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Undang-undang tersebut secara tegas menyatakan bahwa anggota Polri tidak boleh merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta, kecuali di bidang pendidikan, penelitian, dan bidang lain yang sejenis atas izin Kapolri. 

Demikian pula dalam Pasal 17 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang layanan publik, terdapat larangan pejabat publik melakukan rangkap jabatan.

“Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo dikutip dari antaranews.com.

Pasal yang diuji Pemohon

Adapun para pemohon, yakni advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite menguji konstitusionalitas norma Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."

Sementara itu, Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."

Dalam perkara ini, para pemohon mempersoalkan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’" yang termaktub dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Menurut mereka, frasa tersebut menimbulkan anomali hukum dan mengaburkan makna norma pasal keseluruhan.

Syamsul dan Christian menilai, dengan berlakunya frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri", seorang polisi aktif bisa menjabat di luar kepolisian tanpa melepaskan statusnya sebagai anggota Polri.

Para pemohon memandang, cukup dengan menyatakan telah “berdasarkan penugasan dari Kapolri”, seorang anggota Polri aktif bisa menduduki jabatan sipil. Mereka mendalilkan celah itu telah dimanfaatkan selama ini.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved