Hari Pahlawan

Dagelan Anas Urbaningrum: Kisahkan Soeharto, Gus Dur Ngobrol Bareng Soekarno di Alam Kubur

Dagelan Anas Urbaningrum, Kisahkan Soeharto, Gus Dur Ngobrol Bareng Soekarno di Alam Kubur Soal Gelar Pahlawan Nasional.

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
PAHLAWAN NASIONAL - Presiden pertama RI, Soekarno bersama Presiden ke-2 RI, Soeharto dan Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Dalam dagelan karya Anas Urbaningrum, mereka berbincang Soal Gelar Pahlawan Nasional di alam kubur. 
Ringkasan Berita:
  • Gelar Pahlawan Nasional Soeharto memicu perdebatan publik.
  • Anas Urbaningrum menanggapi isu itu lewat dagelan satire di akun X pribadinya, menampilkan perbincangan imajiner Soeharto, Gus Dur, dan Bung Karno di alam kubur.
  • Gus Dur menanggapi gelar pahlawan dengan santai, sementara Soeharto menyebut status pahlawan hanya “urusan SK”, bukan ukuran sejati perjuangan.
  • Bung Karno menegaskan pentingnya rukun dan belajar dari kesalahan masa lalu.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia memicu pro dan kontra masyarakat.

Mereka yang mendukung menilai Soeharto layak menjadi Pahlawan Nasional karena banyak berjasa bagi bangsa Indonesia.

Sebagai Bapak Pembangunan, Soeharto disebut mampu membawa Indonesia swasembada pangan, menjaga ekonomi stabil dan membangun Indonesia selama masa Orde Baru.

Sementara, mereka yang menolak pemberian gelar kehormatan itu menyebut Soeharto adalah penjahat Hak Asasi Manusia (HAM) yang bertanggung jawab dalam peristiwa pembunuhan massal.

Terlepas dari pendapat pro dan kontra masyarakat, Anas Urbaningrum menuliskan sebuah dagelan mengenai tiga orang tokoh nasional lewat akun X pribadinya, @anasurbaningrum, Selasa (11/11/2025).

Mereka adalah Presiden perama RI Soekarno atau Bung Karno, Soeharto dan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Lewat dagelan bernuansa satire ini, Anas Urbaningrum menyisipkan pesan bahwa penghargaan dan gelar bukanlah tujuan akhir perjuangan. 

Yang lebih penting adalah kebersamaan, kesadaran sejarah, dan semangat belajar dari masa lalu.

Dikisahkannya, Soeharto dan Gus Dur berbincang mengenai gelar Pahlawan Nasional yang baru saja mereka terima.

"Sugeng enjang, Gus. Selamat ya, sampeyan termasuk cepat dapat gelar Pahlawan Nasional. Doanya apa, Gus?" sapa Soeharto membuka percakapan.

Baca juga: Mbah Kholil Dinobatkan Pahlawan Nasional, Ainun Najib: Supaya Nahdliyin Kultural Happy?

Gus Dur menjawab dengan gaya khasnya, sederhana namun bernas.

"Lha urusan gelar kok dipikir. Wong saya gak urusan itu sama pahlawan-mahlawan. Tapi sudah dikasih ya diterima saja. Gitu aja kok repot," balas Gus Dur.

Dalam dagelan tersebut, Soeharto pun menimpali dirinya juga tidak terlalu mempersoalkan gelar pahlawan. 

Ia menilai, status pahlawan hanyalah 'urusan Surat Keputusan', sedangkan yang lebih penting adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya dengan baik.

"Yang penting sekarang urusan di alam barzah," seloroh Soeharto.

Percakapan berlanjut ketika keduanya membahas reaksi publik atas gelar kehormatan tersebut. 

Gus Dur menyinggung soal keributan di dunia, sementara Soeharto menanggapinya dengan tenang.

"Ya kan kata Gus Dur urusan dunia dibikin santai saja. Dan kalau gak ribut kan bukan Indonesia. Tapi kan biasanya sebentar saja. Habis itu lupa. Wong Indonesia itu bangsa pemaaf," ungkap Soeharto.

Meski demikian, Gus Dur menguingatkan semua kejadian menyangkut pemimpin dan tindakannya harus diambil hikmah. 

Dialog kemudian beralih menjadi refleksi sejarah. Gus Dur mengingatkan pentingnya belajar dari kesalahan masa lalu, sementara Soeharto menilai bangsa Indonesia kini semakin cerdas dan mampu menempatkan sejarah sebagai bagian dari kemajuan.

"Bagian dari proses belajar bangsa kita. Kalau tidak, yang kurang-kurang, yang khilaf-salah, tidak dijadikan bahan perbaikan," ungkap Gus Dur. 

"Sampeyan jangan underestimate lah. Bangsa kita kan makin pintar, makin cerdas. Makin tahu cara menempatkan sejarah untuk berjalan maju ke depan," balas Soeharto

Tak lama kemudian, keduanya sepakat untuk menemui Bung Karno di 'kediaman' beliau di alam kubur. 

Dikisahkan Anas Urbaningrum, pertemuan tiga presiden itu digambarkan hangat dan penuh canda.

Bung Karno menyambut dengan tawa dan menyebut kedatangan mereka pasti berkaitan dengan gelar Pahlawan Nasional yang baru saja diberikan pemerintah.

"W’salam. Ayo masuk. Sehat2 semua ya. Senang saya lihat sampeyan berdua cerah berlumur senyum. Kayak rembulan bersinar," ujar Bung Karno.

"Lho ini kok tumben bareng-bareng kemari, ada apa? Wah, pasti mau laporan ya, baru dapat beleid Pahlawan Nasional," ujarnya sambil tersenyum.

Percakapan berkembang menjadi nostalgia ringan. 

Bung Karno menggoda Soeharto karena dulu 'ngerjain' dirinya, dan Soeharto membalas dengan guyonan bahwa Gus Dur pun ikut melengserkannya, meski akhirnya juga dilengserkan lebih cepat.

"Itu Harto yang gak takut kualat sama saya. Dulu ngerjain saya malah," ujar Soekarno

"Jangan gitu lah Bung. Kan saya sudah berusaha mikul dhuwur mendhem jero. Apa Bung Karno gak tahu, ini Gus Dur juga ikut melengserkan saya kok. Tapi rapopo. Itu sejarah. Wong Gus Dur juga dilengserkan lebih cepet hehehe," ujar Soeharto terkekeh.

"Yo wis, yang penting bagaimana bangsa kita rukun, rakyatnya tidak berantem. Dan bisa bergerak makin maju dan makmur. Itu yang paling penting. Tujuan merdeka kan itu," balas Soekarno

"Nggih leres, betul sekali. Dan juga penting bersedia belajar memetik hikmah sejarah untuk makin baik dan makin baik," balas Soeharto dan Gus Dur kompak. 

Meski demikian, Bung Karno mengingatkan pesan klasiknya, Jasmerah, yakni jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.

Dirinya mengajak kedua presiden itu menemui Sjafruddin Prawiranegara, Presiden Darurat yang dianggap berjasa besar menyelamatkan Indonesia di masa genting.

"Ini sampeyan berdua jangan menjadi pelupa ya. Ingat gak yang saya pernah bilang, Jasmerah. Jolali, jangan dilupakan, masih ada member klub kita. Pak Sjafruddin Prawiranegara. Tanpa beliau, Indonesia tidak akan ada sampai sekarang ini. Pak Sjaf Presiden juga, Presiden Darurat. Malah sudah duluan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Setahun sebelum saya," beber Soekarno

"Ayo kita sambangi Pak Sjaf," ajaknya. 

SoeHarto dan Gus Dur mengiyakan.

Mereka pun sepakat berkunjung ke kediaman Sjafruddin untuk menikmati kopi kawa khas Bukittinggi.

"Oiya ya. Ayo Bung. Kita kesana. Kita sudah kangen juga kopi kawa. Kan dulu beliau di Bukittinggi dan sekitarnya. Ngopinya beda dengan kita-kita. Masih ngopi dari daun kopi," ujar Soeharto

"Iya, kasihan juga memang. Presiden Darurat, kopinya juga kopi darurat," balas Soekarno

Ketiganya pun tertawa terbahak seraya berteriak, 'Ayo berangkattttt!'

10 Tokoh Nasional Dinobatkan Pahlawan Nasional

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto secara resmi menobatkan 10 tokoh nasional sebagai Pahlawan Nasional.

Penobatan gelar tersebut dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional di Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (10/11/2025).

Dalam prosesi tersebut, terdapat 10 tokoh nasional yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Antara lain, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden ke-2 RI Soeharto, Marsinah, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.

Selanjutnya, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih dan Zainal Abidin Syah.

Penganugerahan gelar pahlawan diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 2025. 

"Menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mereka yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi, atas jasa-jasanya yang luar biasa, untuk kepentingan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa," bunyi kutipan Keppres.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved