Tarif Cukai Rokok
Purbaya Umumkan Tarif Cukai Rokok Ilegal Dirancang dengan Skema Ini, Tidak Ganggu Produsen Legal
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan pemerintah sedang merancang tarif cukai baru untuk menertibkan peredaran rokok ilegal
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan bahwa pemerintah sedang merancang tarif cukai baru untuk rokok ilegal dengan skema tertentu untuk menertibkannya.
Rencananya, kata Purbaya produsen rokok ilegal akan diarahkan masuk ke Kawasan Industri Hasil Tembakau atau KIHT, yang dijadwalkan mulai beroperasi pada Desember 2025.
Purbaya menambahkan, produsen rokok ilegal tersebut akan dikenakan tarif cukai dengan besaran tertentu.
Baca juga: Menkeu Purbaya Pastikan Tarif Cukai Rokok 2026 Tidak Naik, Komisi XI DPR Sambut Positif
"Untuk produsen dalam negeri yang ilegal, kita ajak masuk ke sistem yang lebih legal yakni KIHT. Dengan tarif yang tertentu, sedang kita buat dan kita galakkan. Harusnya Desember jalan," kata Purbaya, Selasa (4/11/2025).
Meski belum menentukan besaran tarif, Purbaya memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan mengganggu produsen rokok legal yang saat ini sudah patuh.
Purbaya menilai bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi selama ini tidak sepenuhnya efektif menekan konsumsi.
Sebaliknya, kata dia, kebijakan tersebut justru memicu peredaran produk ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri.
Menurut Purbaya, langkah menaikkan tariftanpa pengawasan yang kuat justru merugikan industri dalam negeri.
Sebelumnya Purbaya memutuskan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026 tidak naik.
Purbaya mengaku sempat berpikir akan menurunkan jika pengusaha meminta.
"Jadi tahun 2006 tarif cukai tidak kita naikin," ujar Purbaya kepada awak media di Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Purbaya mengaku sempat kepikiran untuk menurunkan tarif cukai rokok dari pertemuan itu.
Namun, kata Purbaya, para pengusaha rokok tidak memintanya dan hanya meminta agar tarif cukai tidak dinaikkan saja.
"Tadinya padahal saya pikir mau nurunin, dia bilang sudah cukup (tarifnya) ya sudah, salahin mereka aja sendiri. Salah mereka itu nyesel itu. Tau gitu minta turun, untungnya dia minta konstan saja, yasudah kita gak naikin," katanya.
Untuk diketahui, pada tahun 2025 ini pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai.
Baca juga: Momen Haru Tahanan Asal Palestina Dibebaskan Israel dan Bertemu Keluarga
Kendati begitu, pemerintah telah menetapkan kenaikan harga jual eceran (HJE) pada 2025 untuk rokok konvensional dan rokok elektrik.
Kenaikan HJE rokok tersebut tertuang dalam dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yakni PMK 96/2024 dan PMK 97/2024.
Dalam PMK 97/2024, pemerintah menetapkan kenaikan HJE rokok pada 2025 yang bervariasi, dengan rata-rata kenaikan sebesar 9,53 persen.
Sementara dalam PMK 96/2024, pemerintah menetapkan kenaikan HJE rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya pada 2025 yang bervariasi, dengan kenaikan rata-rata sebesar 11,34?n 6,19 persen .
Sebelumnya Purbaya menilai ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh atas tingginya tarif cukai rokok atau tarif cukai hasil tembakau (CHT) di Indonesia saat ini.
Bahkan Purbaya mengaku terkejut saat menanyakan tren kenaikan tarif cukai rokok dalam, beberapa tahun terakhir kepada para bawahannya.
Menurutnya besaran kenaikan tarif cukai secara akumulasi sudah sangat tinggi.
"Ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya. Saya tanya kan, cukai rokok gimana? Sekarang berapa rata-rata? 57 persen, wah tinggi amat, Firaun lu," kata Purbaya di kantornya seperti ditayangkan Kompas TV, jumat (19/9/2025).
Lalu Purbaya menanyakan jika tarif cukai rokok turun, apa yang akan terjadi.
"InI banyak banget ini ya. Terus kalau turun gimana?" ujar Purbaya ke bawahannya.
Hal ini katanya bukan berarti dirinya akan menurunkan tarif cukai rokok, tetapi untuk berdiskusi.
Menurut jajarannya kata Purbaya jika tarif cukai rokok diturunkan maka income atau pendapatan akan semakin banyak.
"Loh kenapa dinaikin kalau gitu? Rupanya kebijakan itu bukan hanya income saja di belakangnya. Ada policy memang untuk mengecilkan konsumsi rokok," kata dia.
Sehingga dengan tarif cukai yang tinggi menurut Purbaya maka income kecil dan industrinya otomatis kecil.
"Jadi otomatis industrinya kecil, kan tenaga kerja di sana juga kecil. Oke bagus, ada WHO di belakangnya, ada ini, ada ini, ada ini. Cuman saya tanya, oke, kalau kamu desainnya untuk memperkecil industri, kan pasti sudah dihitung dong berapa pengangguran yang terjadi? Bisa dihitung kan pasti," kata Purbaya.
Purbaya merasa ada yang tidak adil dan tidak bijak dalam mendesain kebijakan tarif cukai rokok atau CHT selama ini.
Yakni tidak memikirkan tenaga kerja yang selama ini mencari nafkah. Sebab, mendesain kebijakan CHT untuk menekan konsumsi tapi tidak memberi jaminan lapangan kerja baru bagi para pekerjanya.
"Apakah kita sudah buat program untuk memitigasi tenaga kerja yang menjadi nganggur? Programnya apa dari pemerintah? Enggak ada. Loh, Lok enak? Kenapa buat kebijakan seperti itu?" kecam Purbaya.
Menurut Purbaya selama tidak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang menganggur, maka industri rokok tidak boleh dibunuh.
"Ini kan hanya menimbulkan orang susah aja. Tapi memang harusnya dibatasi rokok itu. Paling enggak orang ngertilah resiko rokok itu seperti apa. Tapi enggak boleh dengan policy, untuk membunuh industri rokok, tanpa kebijakan bantuan dari pemerintah," kata Purbaya.
Sebab menurutnya hal Itu akan menjadi kebijakan yang tidak bertanggung jawab
"Kenapa saya sampai pikiran begitu? Itu jadi nanti rokok akan kita lihat. Saya akan ke Jawa Timur, akan ngomong sama industrinya. Akan saya lihat, seperti apa sih, turun apa enggak. Kalau kalau misalnya enggak turun, pasar mereka saya lindungin," katanya.
Dalam pengertian, menurut Purbaya dengan memberantas rokok tanpa cukai atau palsu.
"Jadi hati-hati mereka itu yang palsu-palsu, bukan yang normal ya, yang palsu. Akan kita mulai kejar satu-satu," kata Purbaya.
"Karena gini, enggak fair. Kadang kita narik ratusan triliun rupiah, pajak dari rokok.Sementara mereka enggak dilindungin, marketnya enggak dilindungin," tegas Purbaya.
Seperti diketahui, tarif cukai rokok selalu mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Meski adanya kebijakan tahun jamak pada 2023-2024 dan tak ada kenaikan tarif pada 2025.
Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai, pada 2022 saat tarif cukai naik 12 persen , penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp 218,3 triliun dengan produksi 323,9 miliar batang.
Sementara pada 2023, dengan kenaikan tarif cukai 10 persen , maka produksi menurun menjadi 318,1 miliar batang yang menyebabkan penerimaan cukai hasil tembakau turun menjadi Rp 213,5 triliun.
Sementara pada 2024, produksi makin menurun menjadi 317,4 miliar batang, namun penerimaan meningkat menjadi Rp 216.9 triliun dengan kenaikan tarif dipertahankan tetap sebesar 10 %
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.