Berita Jakarta

Koalisi UMKM Jakarta Serahkan Petisi Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok

Pelaku UMKM Jakarta menolak Raperda KTR, khawatir aturan baru picu pungli dan bebani warteg serta pedagang kecil.

Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
RAPERDA KTR - Koalisi UMKM Jakarta, yang menaungi para pedagang kaki lima hingga pelaku usaha kecil seperti warung kelontong, warteg, asongan, dan penjual kopi keliling, menyerahkan petisi penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kepada DPRD DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (18/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Koalisi UMKM Jakarta, dari pedagang kaki lima hingga warteg dan asongan, resmi menyerahkan petisi penolakan Raperda KTR ke DPRD DKI.
  • Para pelaku UMKM meminta penundaan pengesahan karena menilai belum ada sosialisasi yang memadai terkait aturan kawasan tanpa rokok.
  • Kekhawatiran terbesar mereka adalah potensi pungutan liar dan biaya tambahan yang dapat membebani usaha kecil seperti warteg.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Koalisi UMKM Jakarta, yang menaungi para pedagang kaki lima hingga pelaku usaha kecil seperti warung kelontong, warteg, asongan, dan penjual kopi keliling, menyerahkan petisi penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kepada DPRD DKI Jakarta pada Selasa (18/11/2025).

Sebelumnya, pada Minggu (16/11/2025), koalisi tersebut mengadakan forum bertajuk “Jaga Jakarta, Tolak Ranperda KTR”.

Dalam pertemuan itu, berbagai komunitas pedagang, mulai dari Komunitas Warteg Merah Putih (WMP), Kowarteg, Pandawakarta, Kowantara, hingga UMKM Remojong, menyampaikan sikap bersama untuk menolak rancangan regulasi tersebut.

"Kemarin kan pada hari minggu ya, kita sudah bikin koalisi, sudah sepakat gitu kan untuk jaga Jakarta, untuk menolak Raperda KTR," kata Ketua Korda Jakarta Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Izzudin Zidan di Gedung DPRD DKI Jakarta. 

Petisi Penolakan Ranperda KTR ini dibawa saat audiensi dengan pimpinan Bapemperda DPRD DKI Jakarta, sebagai bukti penyatuan aspirasi lintas komunitas pelaku usaha. 

"Kita sepakat bahwa kita menolak Raperda KTR itu untuk disahkan dulu. Nah, kebetulan kita sudah bawa surat kesepakatan. Ini surat komitmen bersama (petisi)," jelas dia. 

Tak hanya ke Bapemperda, petisi penolakan juga akan diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar Raperda KTR dapat ditunda pengesahannya.

"Harapan kami ditunda sampai nanti waktunya kita sosialisasikan lagi kepada para pelaku usaha untuk kita tinjau ulang, kita sosialisasi, kita kasih tahu akan ada peraturan daerah mengatur KTR ini," kata Zidan.

Baca juga: Koalisi UMKM Tolak Ranperda KTR, Nilai DPRD DKI Tak Berempati

 Sementara itu, Sekjen Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Salasatun Syamsiyah mengatakan, kehadiran Perda KTR dikhawatirkan bakal menjadi peluang pungutan liar (pungli) oknum tertentu. 

"Karena kita saja sudah lagi penghasilannya susah kayak begini, dengan adanya Raperda kayak gini, nanti terjadi adanya Pungli," kata Syamsiyah. 

Syamsiyah khawatir, pelaku usaha warteg dikenakan biaya-biaya lain di luar ketentuan agar usahanya tidak dijatuhi sanksi dari penegakan perda KTR.

"Dievaluasi kembali untuk rumah makan, warteg, tolong. Suara kami dari warteg-warteg ini didengar betul," tegas dia.(m27)

Warung Kelontong Tetap Boleh Jualan

Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DPRD DKI Jakarta dalam finalisasi memutuskan untuk tetap mempertahankan pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.

Ketua Pansus Raperda KTR, Farah Savira juga menegaskan tidak ada lagi ruang merokok di dalam ruangan tertutup dalam Raperda KTR yang telah dirampungkan. Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung yang dalam beberapa kali kesempatan mengutarakan komitmen melindungi pedagang kecil, warung kelontong, asongan dan UMKM, saat ditemui di BalaiKota, Rabu (5/11) sore memilih mengamini apa yang disampaikan Ketua DPRD DKI Jakarta.

Dimintai penjelasan lebih lanjut, Pramono enggan menjawab.

"Mohon maaf untuk pansus ini enggak terlalu hafal, tetapi Alhamdulillah hari ini ada ketua DPRD. Jadi, Pak Ketua DPRD, mohon, silakan," katanya.

Merespon Pramono, Khoirudin, Ketua DPRD DKI Jakarta kembali menegaskan bahwa kawasan tanpa rokok, bukan melarang aktivitas merokok, tapi pembatasan untuk para perokok, utamanya di lingkungan pendidikan.

"Karena ini adalah lembaga pendidikan, calon-calon pemimpin masa depan yang harus steril. Yang kedua, untuk lembaga kesehatan dan lain-lain. Namun demikian, untuk tempat-tempat tertentu di tempat hiburan, kafe, itu dibolehkan. Jangan sampai merokoknya para perokok bisa mengganggu kesehatan orang lain," jelas Khoirudin. 

Menanggapi terkait larangan penjualan, Khoirudin menegaskan aktivitas jual rokok masih diperbolehkan.

"Kalau untuk berdagang, kan, masih boleh. Berdagang boleh. Iya, masih boleh di tempat hiburan seperti itu ya," jelas dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Rizal Taufikurahman menilai berbagai pelarangan tersebut bisa menekan aktivitas pedagang kecil dan memutus rantai ekonomi rakyat. 

Pasal-pasal pelarangan penjualan dalam Raperda KTR DKI Jakarta, menurut pandangan Rizal, mengabaikan realitas sosial-ekonomi urban yang selama ini bertumpu pada perputaran sektor informal. 

"Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung. Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah," jelas Rizal.

Penindasan

Pada kesempatan sebelumnya, Ngadiran, Ketua Dewan Pertimbangan Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPW APPSI) DKI Jakarta bersikukuh bahwa legislatif harus tetap mencabut pasal-pasal pelarangan penjualan rokok.

Baca juga: Pengusaha Minta Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Hiburan Malam Dilakukan Realistis

Mulai dari penerapan zona pelarangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, pelarangan pemajangan, perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional, pasar rakyat hingga kewajiban memiliki izin berusaha khusus bagi penjualan rokok. 

Menurut Ngadiran, bukan sekadar diperlonggar, pasal-pasal tersebut harus dianulir dari Raperda KTR. 

“Jika DPRD DKI Jakarta tetap memaksakan pasal-pasal pelarangan yang berkaitan dengan penjualan, kami akan turun," ucapnya, Sabtu (25/10/2025). 

Baca juga: Fraksi PSI Minta Rumah Pemotongan Hewan dan Puskeswan Masuk Kawasan Tanpa Rokok

"Semua pelarangan dalam Raperda KTR itu sangat menyusahkan pedagang kecil, pengecer, asongan, dan lainnya," imbuhnya. 

"Kami sebagai wadah pedagang pasar tradisional dan UMKM, minta betul-betul agar pasal tersebut dibatalkan," tegas Ngadiran.

Menurut Ngadiran, pedagang pasar kecewa karena fokus dan perhatian wakil rakyat yang seharusnya melindungi dan memberdayakan pedagang pasar justru membebani dengan aturan yang berlebihan seperti Raperda KTR. 

APPSI berharap legislatif maupun ekseskutif dapat membuat peraturan yang adil dan mengakomodir pedagang kecil.

“Selama ini perlakuan yang diterima pedagang kecil, pedagang pasar tidak adil," katanya. 

"Peraturan-peraturan yang ada justru mengerdilkan bahkan menindas pedagang pasar tradisional," imbuhnya. 

"Ditambah lagi dengan Raperda KTR, pedagang pasar makin terpuruk," lanjut Ngadiran. 

"Apalagi saat ini, rata-rata omzet pedagang pasar sudah turun sampai 60 persen. Kami mohon perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah,” pintanya.

Sebelumnya diberitakan, Anggota Pansus Raperda KTR DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Golkar, Sardy Wahab, mengatakan sebagian dari aspirasi kelompok masyarakat terdampak terkait polemik pasal-pasal dalam Raperda KTR sudah diterima oleh legislatif. 

“Sebagai anggota dewan kami selalu berada di samping dengan asosiasi, kami juga turun ke lapangan, tujuannya bagaimana yang terbaik hasil Pansus itu bisa diterima oleh masyarakat,” kata Sardy saat ditemui Wartakotalive.com di Gedung DPRD Jakarta baru-baru ini.

Ia juga meminta agar aturan yang terkait pelarangan penjualan harus diperlonggar mengingat telah ramai penolakan yang disampaikan oleh pedagang kecil. 

“Kita harus lihat dan tanggap atas situasi dan kondisi di masyarakat. Fenomena yang ada di lapangan harus kita kaji lebih jauh, kita harus berpikir dampaknya ke masyarakat, ke pedagang. Jadi, jangan ego kita saja yang kita kedepankan untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tutup Sardy.

Kecualikan Tempat Hiburan Malam

Ketua Pansus Raperda KTR, Farah Savira menyebutkan pihaknya telah menerima secara langsung aspirasi dari Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) yang meminta ada pelonggaran dengan penyediaan tempat khusus merokok (TKM).

"Mereka ingin ada aturan dimana ada pengecualian lah di tempat usaha seperti tempat hiburan malam untuk bisa tetap merokok di dalam gitu ya. Cuma balik lagi tadi akhirnya aspirasi itu yang kita bawa ke dalam juga, ke dalam rapat hari ini supaya memang ke depan tidak ada pembahasan substansi. Namun niatnya memang sudah finalisasi, finalisasi itu memang harusnya redaksional saja kecuali tadi disepakati oleh forum untuk dibuka kembali," jelas Farah.

Dengan demikian, Farah memastikan akan ada beberapa tempat seperti tempat umum, tempat hiburan malam dan juga ruang publik terpadu menyediakan tempat khusus merokok. 

"Jadi, kami harapkan juga bisa memprioritaskan tempat yang dengan ruang terbuka, jadi bukan bentuknya indoor smoking," tegasnya. 

Begitu juga dengan perluasan kawasan tanpa rokok hingga area toko, pasar rakyat dan pasar tradisional, ujar Farah, masuk pada pengecualian tempat umum diperbolehkan untuk menjual rokok.

"Sekarang sudah boleh," tutupnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved