Berita Jakarta

Raperda KTR Jadi Polemik, Pengamat Soroti Minimnya Partisipasi Publik dalam Penyusunan

Rencana pengesahan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) oleh DPRD DKI Jakarta memicu penolakan dari berbagai organisasi pelaku usaha kecil. 

warta kota/munir
KTR JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Trubus Rahadiansyah, menyoroti minimnya partisipasi publik dalam penyusunan Raperda KTR Jakarta. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Rencana pengesahan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) oleh DPRD DKI Jakarta memicu penolakan dari berbagai organisasi pelaku usaha kecil. 

Mereka menilai sejumlah pasal dalam rancangan tersebut berpotensi menekan ekonomi rakyat kecil dan mengancam keberlangsungan usaha warung makan, pasar tradisional, dan UMKM.

Menanggapi hal itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Trubus Rahadiansyah, menyoroti minimnya partisipasi publik dalam penyusunan Raperda KTR Jakarta.

Dia menegaskan bahwa sebuah peraturan daerah seharusnya mencerminkan seluruh komponen masyarakat, termasuk pelaku usaha kecil yang terdampak langsung oleh regulasi tersebut.

“Kalau dilihat banyak asosiasi dan pedagang yang protes, artinya penyusunan minim partisipasi publik. Harusnya raperda bersifat partisipatif karena ini diatur dalam UUD dalam pembentukan perundang-undangan,” ucap Trubus dalam keterangan resminya, Jumat (10/10/2025).

Trubus menekankan pentingnya pelibatan publik agar tidak terjadi gugatan setelah peraturan disahkan. 

Sehingga, dia mendorong adanya konsultasi publik dan dialog terbuka untuk membahas pasal-pasal yang bermasalah, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak.

“Jangan sampai sebuah peraturan justru merugikan rakyat kecil,” imbuhnya.

Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengataka bahwa pihaknya kecewa terhadap sikap Panitia Khusus DPRD DKI Jakarta yang tetap meloloskan pasal-pasal zonasi pelarangan penjualan rokok, pemberlakuan ijin penjualan, hingga pelarangan pemajangan rokok. 

“Kami kecewa, aspirasi pedagang kecil tidak didengarkan. Raperda KTR yang dipaksakan ini akan semakin menindas usaha rakyat kecil,” ujar Mukroni.

Mukroni menyoroti bahwa lebih dari 25 ribu warteg telah tutup pasca pandemi, dan aturan baru ini berpotensi mempercepat kebangkrutan usaha yang tersisa.

Dia juga menegaskan bahwa perluasan kawasan tanpa rokok dan zonasi pelarangan penjualan hingga warung makan maupun pasar akan membuat pelanggan habis dan memperburuk kondisi ekonomi pedagang kecil. 

Baca juga: Ratusan Pedagang Demo DPRD DKI Jakarta, Tolak Raperda KTR, Khawatir tak Bisa Jual Rokok

Senada, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburohman, menyampaikan keberatannya atas rencana perluasan KTR yang mencakup pasar tradisional.

“Kami keberatan jika pasar tradisional dimasukkan dalam perluasan KTR. Ini jelas akan mengurangi pendapatan pedagang,” tegas Mujiburohman. 

Ia juga menolak pasal zonasi pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak, yang dinilai tidak realistis dan berpotensi mengancam mata pencaharian jutaan pedagang di seluruh Indonesia.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved