WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kasus pemerasan penonton DWP 2024 oleh oknum Polri terus berlanjut.
Terbaru, Polri akan segera mengembalikan barang bukti berupa uang Rp 2,5 miliar kepada penonto DWP yang jadi orban pemerasan tersebut.
Terkait hal ini, Indonesia Police Watch (IPW) tak setuju.
"Ini membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP)," ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Senin (6/1/2025).
Menurut Teguh, kalau Institusi Polri merupakan penyidik seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundangan dan menurut hukum, maka uang yang disita itu adalah merupakan barang bukti hasil kejahatan.
Baca juga: Dua Oknum Polisi Pemeras Penonton DWP Dijatuhi Sanksi Demosi Delapan Tahun dan Penempatan Khusus
"Sehingga kalau uang yang disita dikembalikan, maka tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan penyidik untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut," ujar Teguh dikutip dari Tribunnews.com.
Dijelaskan bahwa penegak hukum tahu barang bukti itu akan dibawa ke peradilan, dan nanti hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia untuk menentukan, apakah uang yang disita dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan.
"Polisi sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang Rp 2,5 miliar tersebut selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil kejahatan pemerasan," ujarnya.
Kata Teguh, kalau uang yang disita sebesar Rp 2,5 miliar dari 45 korban pemerasan WN Malaysia tersebut jadi dikembalikan, maka sama saja dengan meniadakan atau menghilangkan barang bukti untuk proses hukum yang tentunya tanda tanya masyarakat.
Baca juga: Uang Rp2,5 Miliar Hasil Pemerasan Polisi pada Penonton DWP, Brigjen Agus: akan Kami Kembalikan
"Serta akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan merosot," ujarnya.
Sebab, lanjut dia, pemerasan yang dilakukan oleh satuan kerja di reserse narkoba secara berjamaah itu tidak akan diproses secara hukum, padahal sudah terlanjur ramai di medsos, baik di tanah air maupun di luar negeri.
"Dugaan tindak pidana pemerasan dalam jabatan dalam kasus DWP ini masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi yang tidak dapat diselesaikan dengan jalur restorarive justice," katanya.
Teguh mengatakan hanya melalui proses pemeriksaan pidana, maka dugaan pemerasan dalam jabatan ini bisa didalami modus, motif serta aliran dana kepada pihak lain.
Selain itu juga adanya potensi TPPU bisa muncul, karena uang hasil pemerasan tersebut ditampung pada rekening tertentu milik pihak-pihak lain.
Oleh karena itu, IPW menilai yang dibutuhkan oleh Institusi Polri adalah ketegasan dan komitmen memberantas polisi-polisi nakal.