"Yang Mulia Pak Anwar tidak ikut membahas, sesuai dengan perintah Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih kepada Kompas.com, Selasa (21/11/2023).
Pemohon, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana (23), merasa perlu melayangkan gugatan itu karena Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terbukti lahir melibatkan pelanggaran etika berat Anwar.
Dalam petitum permohonannya, Brahma meminta agar MK mengubah syarat usia minimum capres-cawapres.
Baca juga: Pantang Menyerah, Eks Ketua MK Anwar Usman Gugat Penggantinya melalui PTUN
Dalam putusan sebelumnya nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memutuskan seseorang bisa mendaftar sebagai capres meski belum berusia 40 tahun asal pernah menjabat dalam jabatan yang dipilih langsung dalam pemilu.
Namun dalam gugatan ini, Brahma meminta syarat usia minimum itu diubah menjadi: "40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi yakni gubernur dan/atau wakil gubernur".
Brahma mempersoalkan, dalam penyusunan Putusan 90 /PUU-XXI/2023 itu, 5 hakim konstitusi yang setuju mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pun tak bulat pandangan.
Dari 5 hakim itu, hanya 3 hakim (Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah) yang sepakat bahwa anggota legislatif atau kepala daerah tingkat apa pun, termasuk gubernur, berhak maju sebagai capres-cawapres.
Namun, 2 hakim lainnya (Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh) sepakat hanya kepala daerah setingkat gubernur yang berhak.
Menurutnya, ini dapat menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum karena adanya perbedaan pemaknaan. Karena, jika dibaca secara utuh, maka hanya jabatan gubernur lah yang bulat disepakati 5 hakim tersebut untuk bisa maju sebagai capres-cawapres.
Jimly : Anwar Usman Langgar Kode Etik Hakim
Sebelumnya diberitakan Wartakotalive.com, Anwar Usman akhirnya dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) karena terbukti melakukan pelanggaran etik.
Keputusan pemecatan Anwar Usman tersebut diumumkan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie.
Hal itu tertuang dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ucap Jimly dalam sidang di Gedung MK, Selasa (7/11/2023).
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," tegas Jimly.
Baca juga: Kuasa-hukum Sebut Uang Rp3 Miliar dari Dadan Tri kepada Hasbi Hasan Pinjaman untuk Hercules