Berita Nasional

BEM FH UI Bongkar 'Kesaktian' Ari Kuncoro,Protes hingga Petisi Tak Mempan, Malah Statuta yang Diubah

Editor: Feryanto Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tugu Makara Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Perubahan statuta Universitas Indonesia yang diteken Presiden Joko Widodo menjadi sorotan luas mengingat revisi tersebut sekaligus melegitimasi rangkap jabatan yang dilakukan Ari Kuncoro sebagai rektor UI dan wakil komisaris utama BRI.

Kampus kebanggaan itu kini menjadi cemoohan banyak pihak.

Bahkan, di media sosial, Ari Kuncoro menempati trending teratas.

Kritik juga datang dari internal UI sendiri. 

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UI bahkan 'menguliti' habis rektornya sendiri.

Baca juga: Ramai Pelancong Indonesia Ikut Paket Liburan Plus Vaksin di AS, Begini Penjelasan Agen Perjalanan

Baca juga: REKTOR UI Diolok-olok Netizen, Ini Beda Statuta UI Versi Presiden Jokowi dan Presiden SBY

BEM UI menganggap Ari Kuncoro telah secara jelas melanggar Statuta UI dengan merangkap jabatan sebagai Rektor UI sekaligus Wakil Komisaris PT BRI.

"Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Prof. Ari, berbagai hal telah diusahakan oleh berbagai pihak untuk menindaklanjuti permasalahan ini," tulis pernyataan dari BEM FH UI dilansir pada Rabu (21/7/2021)

Berikut pernyataan lengkap dari BEM FH UI:

Baca juga: Soal Perubahan Statuta UI, Said Didu Heran, Rektor Langgar Hukum tapi Yang Diubah Justru Aturannya

Baca juga: Rektor UI Trending dan Jadi Bahan Lucu-Lucuan: Rektor UI Salah Lirik, Lirik Lagu yang Direvisi

Indonesia negara hukum, katanya....

Hal tersebut dengan tegas dinyatakan oleh Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945).

Dengan demikian, hukum seharusnya ditempatkan pada tempat yang tertinggi, lebih dari segala-galanya, dalam kehidupan berbangsa danbernegara.

Hal ini seharusnya menjadi kondisi ideal dalam suatu negara mengingat sejatinya tujuan hukum menurut Gustav Radbruch adalah untuk memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.

Namun, kondisi ideal tersebut hanya dapat terwujud apabila dalam praktiknya hukum memang benar-benar ditegakkan. Kenyataannya, hukum seringkali hanya menjadi alat bagi penguasa untuk memenuhi hasratnya.

Tak jarang, hukum dibelokkan, dibengkokkan, bahkan dipatahkan demi kepentingan kekuasaan. Salah satu kasus yang dapatdijadikan refleksi terhadap hal tersebut adalah kasus rangkap jabatan Prof. Ari Kuncoro. S.E., M.A., Ph.D. Pada 4 Desember 2019, Saleh Husin, Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) melantik Prof. Ari sebagai Rektor UI periode 2019-2024.

Kejadian ini juga beriringan dengan serah terima jabatan dari Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M. Met kepada Prof. Ari.

Baca juga: Wisma Makara UI II Depok Telah Dibuka, Ini Syarat Pasien yang Bisa Dilayani Untuk Isolasi Covid-19

Polemik kemudian timbul ketika pada tanggal 18 Februari 2020, Prof. Ari dikukuhkan sebagai Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI). Kemudian, pada 15 September 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan kelulusan penilaian fit and proper test terhadap Prof. Ari sebagai calon Wakil Komisaris BRI.

Dengan demikian, Prof. Ari telah menjadi pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Peristiwa inilah yang menjadi pelanggaran hukum terhadap aturan yang berlaku pada saat itu, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI. Pasal 35 huruf c PP tersebut menyatakan bahwa Rektor dan Wakil Rektor UI dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta. 

Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Prof. Ari, berbagai hal telah diusahakan oleh berbagai pihak untuk menindaklanjuti permasalahan ini.

Baca juga: Rektor UI Dianggap Langgar Statuta karena Rangkap Wakil Komisaris, Malah Aturannya yang Kini Diubah

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyatakan bahwa Prof. Ari sebagai Wakil Komisaris BUMN telah melanggar Pasal 35 huruf c PP No. 68 tentang Statuta UI.

Ombudsman menilai bahwa ditemukan adanya maladministrasi dari pengangkatan Prof. Ari sebagai Rektor UI dan Prof. Ari seharusnya tidak lagi menjadi pejabat di BUMN tersebut.

Terkait hal ini, Badan Kelengkapan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa (BK MWA UI UM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) juga telah menyuarakan keresahannya dengan menulis kajian terkait rangkap jabatan yang dilakukan oleh Prof. Ari dan menyerahkannya pada MWA UI.

Hal tersebut dilakukan dengan harapan akan ada tindak lanjut terkait pelanggaran Prof. Ari terhadap Pasal 35 huruf c Statuta UI. Namun, tidak pernah ada tindak lanjut maupun pertanggungjawaban yang konkret mengenai hal ini.

Pada akhir Juni 2021, kembali terjadi eskalasi terhadap isu rangkap jabatan yang dilakukan oleh Prof. Ari sebagai Rektor UI.

Kejadian tersebut bermula setelah Rektorat UI melakukan pemanggilan terhadap beberapa fungsionaris BEM UI dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Indonesia (DPM UI) terkait publikasi BEM UI yang viral karena menyuarakan kritiknya terhadap Presiden Joko Widodo.

Halaman
12

Berita Terkini