Hadapi Banjir, Pemkab Bekasi Bakal Lebarkan Sungai dan Bentuk Satgas Bebas Sampah Plastik

Penulis: Muhammad Azzam
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja memimpin rapat terkait pencegahan banjir dengan para Camat se-Kabupaten Bekasi, pada Selasa (3/11/2020).

WARTAKOTALIVE, BEKASI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi bakal melebarkan sejumlah sungai untuk mengatasi banjir.

Juga, membentuk Satuan Tugas Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup (Satgas Gakkum LH).

Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja menerangkan, pelebaran sungai dilakukan karena banyaknya bangunan liar di bantaran sungai.

Baca juga: Kasih Naskah Cacat UU Cipta Kerja untuk Diteken Jokowi, Pejabat Kemensetneg Kena Sanksi Disiplin

Hal itu membuat kapasitas tampungan air di sungai menjadi sedikit.

“Kita sudah coba anggarkan untuk pekerjaan pelebaran sungai, jadi bukan lagi normalisasi," kata Eka, Jumat (6/11/2020).

Pihaknya juga akan membentuk Satuan Tugas Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup (Satgas Gakkum LH).

Baca juga: Ogah Perbaiki Surat Panggilan, Bareskrim Jadwalkan Periksa Ahmad Yani Pekan Depan

Dibentuknya satgas, dalam rangka pencanangan Kabupaten Bekasi bebas sampah, khususnya sampah plastik.

"Kita akan membentuk Satgas Gakkum LH, sekalian kita akan bentuk dan kita kukuhkan Satgas Lingkungan Hidup."

"Bersamaan dengan pencanangan Kabupaten Bekasi bebas sampah plastik."

Baca juga: Ini Sebaran Suara Pilpres AS 2020, Joe Biden Unggul di Electoral College dan Nasional

"Karena sampah plastik memberikan kontribusi besar bagi banjirnya Kabupaten Bekasi,” tuturnya.

Untuk penanganan banjir dalam waktu singkat, sambung Eka, dilakukan dengan mencanangkan Pekan Gotong Royong Bekasi Bebas Banjir.

Pencanangan itu sudah dirapatkan bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, dan telah diintruksikan ke semua organisasi perangkat daerah (OPD), camat, lurah, dan kepala desa.

Baca juga: Cacat Teknis UU Cipta Kerja, Relawan Jokowi Sarankan Mensesneg Mundur Daripada Salah Terus

"Tentu saja, gerakan ini harapannya dapat mengurangi."

"Dan juga kita menaruh di posisi-posisi yang rawan banjir, mungkin peralatan dan yang lainnya."

"Semua kekuatan yang dimiliki oleh pemda terkait pengantisipasian banjir ini akan kita kerahkan,” papar Bupati.

Baca juga: 47 Warga Kabupaten Bogor Jadi Pasien Baru Covid-19, Kecamatan Pamijahan Keluar dari Zona Merah

Eka secara khusus juga telah memerintahkan Dinas Lingkungan Hidup membuat jaring di setiap batas wilayah.

Jejaring dibuat lebih kokoh daripada sebelumnya, dan melakukan komunikasi dengan pemerintah di wilayah perbatasan, agar sama-sama mengatasi persoalan sampah yang dapat mengakibatkan banjir.

“Jangan nantinya kita dapat limpahan sampah dari wilayah lain."

Baca juga: Bukan Lapor ke Kejaksaan Agung, Pinangki Malah Ceritakan Keberadaan Djoko Tjandra kepada Temannya

"Ini menjadi beban bersama, wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi, ini barangkali akan kita buat komunikasi dengan kota."

"Kerja bersama, bersama bekerja untuk masing membersihkan wilayahnya,” imbuhnya.

Eka juga mengaku telah memetakan wilayah yang rawan bencana banjir.

Baca juga: Masuk Golongan 4A, Segini Gaji Sah Pinangki Sirna Malasari di Kejaksaan Agung

Juga, meminta dinas terkait untuk membuat teknis secara terperinci terkait kegiatan tersebut.

“Saya berharap, gerakan ini masif dan semua lapisan masyarakat dapat terlibat."

"Termasuk mohon dukungannya dari Muspida untuk menurunkan anggotanya,” paparnya.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Minus 3,49 di Kuartal Tiga, Indonesia Masuk Jurang Resesi

Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, musim hujan di Indonesia akan dimulai secara bertahap pada akhir Oktober 2020.

Terutama, katanya, dimulai dari wilayah Indonesia Barat, dan sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan mengalami puncak musim hujan pada Januari dan Februari 2021.

"Sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami puncak musim hujan pada Bulan Januari dan Februari 2021, yaitu sebanyak 248 ZOM (72,5%)," katanya, dikutip dari laman bmkg.go.id.

• Putri Eks Dirjen Imigrasi Dapat Rp 20 Juta dari Jaksa Pinangki, Ternyata Cuma Jual Beli Suvenir

Pada akhir Maret 2020, BMKG merilis awal musim Kemarau di Indonesia bervariasi, sebagian besar dimulai pada Mei-Juni 2020.

Namun, hasil pemantauan perkembangan musim kemarau hingga akhir Agustus 2020 menunjukkan hampir seluruh wilayah Indonesia (87%) sudah mengalami musim kemarau.

Samudra Pasifik diprediksi berpeluang terjadi La-Nina, sedangkan Samudra Hindia berpotensi terjadi IOD negatif.

• Amien Rais Segera Deklarasikan Partai Baru, Semboyannya Lawan Kezaliman dan Tegakkan Keadilan

Dwikorita menyatakan, pemantauan BMKG hingga akhir Agustus 2020 terhadap anomali suhu muka laut pada zona ekuator di Samudera Pasifik, menunjukkan adanya potensi La Nina (indeks Nino3.4 = -0.69).

Hal itu berpotensi mengakibatkan peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia pada saat musim hujan nanti.

Hal tersebut sejalan dengan prediksi institusi meteorologi dunia lainnya, yang menyatakan ada peluang munculnya anomali iklim (La Nina).

• Arief Poyuono Nilai Anies Baswedan Layak Dinonaktifkan, Minta Gerindra Siapkan Penggantinya

La Nina berkaitan dengan lebih dinginnya suhu muka laut di Pasifik ekuator, dan lebih panasnya suhu muka laut wilayah Indonesia.

Sehingga, menambah suplai uap air untuk pertumbuhan awan-awan hujan di wilayah Indonesia, dan menghasilkan peningkatan curah hujan.

Sementara, di Samudra Hindia, pemantuan terhadap anomali suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD negatif (indeks IOD= -0.47).

• Ini Spesifikasi Tank AMX-13 yang Tabrak Gerobak di Bandung, Indonesia Pemakai Paling Banyak

IOD negatif menandai suhu muka laut di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera lebih hangat dibandingkan suhu muka laut Samudra Hindia sebelah timur Afrika.

Hal ini juga menambah suplai uap air untuk pertumbuhan awan-awan hujan di wilayah Indonesia dan menghasilkan peningkatan curah hujan, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian barat.

Kondisi IOD negatif ini berpeluang bertahan hingga akhir tahun 2020.

• Hari Ini Diundang KPK Gelar Perkara Jaksa Pinangki, Kejagung Tak Ingin Berandai Ada Pelimpahan Kasus

Baik kondisi La Nina dan IOD negatif tersebut diprediksi mengakibatkan sebagian wilayah Indonesia atau 27,5% Zona Musim (ZOM) berpotensi mengalami musim hujan yang cenderung lebih basah daripada rerata klimatologisnya.

Meskipun, secara umum kondisi musim hujan 2020/2021 di sebagian besar wilayah Indonesia atau pada 243 ZOM (71%), diperkirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya.

Pemutakhiran prediksi akan dilakukan setiap bulan.

• 50 Kios dan 10 Rumah di Penjaringan Kebakaran, Korsleting Diduga Jadi Pemicu

Deputi Klimatologi BMKG Herizal menjelaskan, datangnya musim hujan umumnya berkaitan erat dengan peralihan Angin Timuran yang bertiup dari Benua Australia (Monsun Australia), menjadi Angin Baratan yang bertiup dari Benua Asia (Monsun Asia).

Peralihan angin monsun, lanjutnya, diprediksi akan dimulai dari wilayah Sumatera pada Oktober 2020.

Lalu, wilayah Kalimantan, kemudian sebagian wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara pada November 2020, dan akhirnya Monsun Asia sepenuhnya dominan di wilayah Indonesia pada Desember 2020 hingga Maret 2021.

• DAFTAR 72 Kepala Daerah Petahana Langgar Protokol Kesehatan dan Kode Etik, Kemendagri Siapkan Sanksi

Dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 34,8% diprediksi akan mengawali musim hujan pada Oktober 2020, yaitu di sebagian Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Sebanyak 38,3% wilayah akan memasuki musim hujan pada November 2020, meliputi sebagian Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Sementara, 16,4% di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTB, NTT, dan Papua akan masuk awal musim hujan di Desember 2020.

• Sanksi Penundaan Pelantikan dan Digantikan Pjs Menanti Kepala Daerah Petahana yang Ditegur Mendagri

Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis Awal Musim Hujan (periode 1981-2010), maka Awal Musim Hujan 2020/2021 di Indonesia diprakirakan MUNDUR pada 154 ZOM (45%), SAMA dengan NORMAL pada 128 ZOM (35%), dan MAJU pada 68 ZOM (20%).

Selanjutnya, apabila dibandingkan terhadap rerata klimatologis Akumulasi Curah Hujan Musim Hujan (periode 1981-2010), maka secara umum kondisi Musim Hujan 2020/2021 diprakirakan NORMAL atau SAMA dengan rerata klimatologisnya pada 243 ZOM (71%).

Namun, sejumlah 92 ZOM (27,5%) akan mengalami kondisi hujan ATAS NORMAL (MUSIM HUJAN LEBIH BASAH), yaitu curah hujan musim hujan lebih tinggi dari rerata klimatologis).

• DKPP Ungkap Kasus Asusila Oknum Bawaslu Meningkat, Ada yang Modus Belajar Mengaji di Hotel

Dan, 5 ZOM (1,5%) akan mengalami BAWAH NORMAL (MUSIM HUJAN LEBIH KERING), yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya).

Menghadapi musim hujan 2020/2021, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Dodo Gunawan mengimbau para pemangku kepentingan dan masyarakat tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim hujan lebih awal.

Yakni, di sebagian wilayah Sumatera dan Sulawesi, serta sebagian kecil Jawa, Kalimantan, NTB, dan NTT.

• Polisi Sudah Periksa 128 Saksi, Penyebab Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung Masih Misterius

Perlunya peningkatan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim hujan lebih basah dari normalnya, yaitu di Sumatera, Jawa dan sebagian kecil Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua.

Selain itu perlu diwaspadai pula wilayah-wilayah yang akan mengalami Awal Musim Hujan sama atau sedikit terlambat (10-20 hari), terutama di wilayah-wilayah sentra pangan seperti Jawa, Bali, NTB, dan Sulawesi.

Masyarakat diharapkan dapat lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim hujan, terutama di wilayah yang rentan terjadi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.

• Polisi Tunggu Pergub Anies Baswedan, Peralatan Saat Penerapan PSBB Awal Siap Digunakan Lagi

Dwikorita selanjutnya menekankan perlunya kewaspadaan dan penyiapan secara lebih dini dan optimal untuk upaya mitigasi oleh para pemangku kepentingan, dan pemerintah daerah yang wilayahnya diprakirakan akan mengalami musim hujan lebih maju atau lebih basah.

Mitigasi tersebut dengan melakukan pengelolaan tata air yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Antara lain dengan upaya memenuhi dan menyimpan air lebih lama ke danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya, serta penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air berlebih. (*)

Berita Terkini