Omnibus Law Cipta Kerja

Gubernur Ganjar Undang BEM Kampus Diskusi soal UU Cipta Kerja, Tidak Ada Satupun yang Datang

Editor: Feryanto Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

WARTAKOTALIVE.COM, SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo ingin membuka dialog mengenai Undang-undang Cipta Kerja yang menjadi polemik di masyarakat sejak disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu.

Ganjar ingin masyarakat memahami apa isi dan tujuan dari Undang-undang Cipta Kerja yang diajukan oleh pemerintah.

Ganjar pun mengundang beberapa rektor perguruan tinggi, perwakilan buruh dan pengusaha di Gedung Gradhika Bakti Praja kompleks Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Jalan Pahlawan Kota Semarang, Senin (12/10/2020).

Baca juga: Syahganda Pernah Ditangkap setelah Dituding Ingin Gulingkan Pemerintahan Jokowi Jelang Aksi 212

Baca juga: Prabowo Klaim 80 Persen Tuntutan Buruh Sudah Diakomodasi di UU Cipta Kerja, Gerindra Paling Membela

Ganjar menuturkan membuka ruang dialog tersebut untuk menyerap aspirasi dan masukan dari berbagai pihak terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Dalam pertemuan tersebut, rektor dari sejumlah perguruan tinggi di Jateng, pengusaha, dan perwakilan buruh hadir.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) universitas negeri di Jateng sudah diundang namun tidak ada satu pun yang mau hadir dalam pertemuan itu.

Baca juga: Polisi Tangkap Petinggi KAMI Syahganda Nainggolan, Iwan Sumule: Hentikan Penangkapan Aktivis Kritis

"Saya sengaja mengundang buruh, pengusaha, kampus dan mahasiswa untuk membahas masalah ini (UU Ciptakerja). Tapi mungkin karena ada acara, mahasiswa tidak hadir," kata Ganjar dalam keterangannya.

Menurutnya, hingga saat ini draf final UU Cipta Kerja belum disampaikan kepada masyarakat.

Namun setidaknya, kata dia, sejumlah persoalan yang menjadi sorotan, dapat dibahas secara mendalam.

Ganjar mengatakan karena belum ada yang mengetahui isi dari UU yang dikenal dengan Sapu Jagat ini karena itu masalahnya saat ini komunikasi.

Baca juga: Komentari Dalang Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja, SBY: Saya Tak Yakin BIN Anggap Saya Musuh Negara

"Tadi perwakilan buruh setelah diskusi bersama juga mengatakan, ini Undang Undang bagus sekali. Tapi kenapa teman-teman buruh tidak tahu cerita-cerita itu. Maka ini adalah problem komunikasi yang harus segera diselesaikan," ucapnya.

Pihaknya akan segera membuka posko pengaduan dan konsultasi bagi buruh yang ingin menyampaikan aspirasinya terkait beleid Cipta Kerja.

Bahkan dalam pertemuan itu, kata dia, pihak kampus juga akan membuka layanan itu.

Baca juga: Ada Unjuk Rasa Alumni 212, FPI dan Puluhan Ormas Tolak UU Ciptaker, 5 Jalan di Sekitar Monas Ditutup

"Ternyata pihak kampus mendukung ini, dan mereka akan membuat posko serupa untuk menampung aspirasi. Jadi, kalau nanti poskonya di pemerintah seolah-olah dikanalisasi, peran kampus ini menjadi penting agar mereka bisa menyampaikan di sana," tandasnya.

Pertemuan tersebut diharapkan agar semua orang bisa tahu dan memahami Undang-Undang Cipta Kerja.

Untuk itu, ia berharap pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan optimalisasi posko-posko pengaduan.

"Tujuan kami membuat posko kan untuk menampung semua aspirasi, tidak hanya buruh tapi juga ada kepentingan pengusaha, masyarakat dan pihak lainnya," imbuhnya.

Baca juga: Guru Pondok Pesantren di Tangsel yang Beri Hukuman kepada Santri Jadi Tersangka Penganiayaan

Ganjar tidak memaksa masyarakat khususnya buruh untuk setuju dengan Undang-Undang Cipta Kerja ini.

Pihaknya memberikan ruang kepada mereka untuk menolak, melakukan judicial review atau memberikan masukan ke pemerintah terkait rencana pembentukan PP dan Perpres.

"Tapi saya minta dengan sangat, tolong jangan berkerumun, jangan merusak taman. Ayo demonya yang baik, ayo peduli semuanya, apalagi saat pandemi seperti ini. Kami harapkan, semuanya memahami," imbuhnya.

Baca juga: Antisipasi Kericuhan saat FPI Cs Demo Tolak UU Omnibus Law di Istana Negara, TNI Siap Bantu Polisi

Aliansi Akademisi kecam tindakan Kemendikbud halangi mahasiswa demo UU Ciptaker

Pada kesempatan berbeda, beredarnya surat Imbauan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, Nomor: 1035/E/KM/2020, 9 Oktober 2020 yang menginstruksikan pihak kampus melarang mahasiswanya mengikuti aksi demonstrasi menentang Undang-undang Cipta Kerja mendapatkan kecaman dari banyak pihak.

Salah satunya dari kelompok yang menamakan diri Aliansi Akademisi Menolak Omnibus Law.

Dosen Universitas Negeri Jakarta, Abdil Mughis Mudhoffir, PhD, mewakili aliansi menyebut, imbauan kepada civitas akademika untuk tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja adalah bentuk pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan akademik yang dijamin oleh konstitusi serta bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik (2017).

Khususnya Prinsip 4 yang berbunyi Insan akademis harus bebas dari pembatasan dan pendisiplinan dalam rangka mengembangkan budaya akademik yang bertanggung jawab dan memiliki integritas keilmuan untuk kemanusiaan; dan Prinsip 5 yang berbunyi Otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.

• Pemerintah Dianggap Zalim, Alasan FPI dan Puluhan Ormas Akan Geruduk Istana Negara Tolak UU Ciptaker

• Riuh Bahasan soal Paranormal dan Dukun Masuk Kategori Tenaga Kesehatan Medis di UU Cipta Kerja

Menurutnya, secara institusional, perguruan tinggi memiliki otonomi dalam menjalankan fungsi tridarma perguruan tinggi dan karena itu seharusnya bebas dari segala bentuk intervensi politik.

"Dengan otonominya, tanggung jawab perguruan tinggi dalam memproduksi dan mendiseminasikan pengetahuan hanya kepada kebenaran, bukan pada penguasa," ujarnya melalui keterangan pers yang dilihat Wartakotalive.com, Minggu (12/10/2020).

Oleh karena itu, menurutnya, tidak seharusnya perguruan tinggi menggadaikan integritasnya sebagai lembaga pengetahuan dengan semata menjadi pelayan kepentingan politik penguasa.

Terlebih, terbitnya UU Cipta Kerja serta paket UU bermasalah lainnya adalah petunjuk yang sangat gamblang bagaimana pemerintah dan DPR yang beraliansi dengan pengusaha telah mengacaukan tatanan hukum dan ketatanegaraan yang merusak demokrasi di Indonesia.

• Arief Poyuono Ajak Pencari Kerja Turun ke Jalan Melawan Penolak UU Cipta Kerja

Respons terhadap kesewenangan penguasa melalui aksi demonstrasi adalah wujud komitmen terhadap kebenaran.

"Perguruan tinggi yang bertanggung jawab pada tegaknya kebenaran seharusnya menjadi institusi yang berdiri paling depan menentang segala bentuk kesewenangan penguasa. Bukan sebaliknya, sekadar membebek dan menjadi pelayan penguasa," terangnya.

Aliansi menegaskan, demonstrasi adalah tindakan yang konstitusional, bagian dari cara dalam menyampaikan pendapat.

• Jokowi Sebut Ada Hoaks soal Amdal, Walhi Curiga Presiden Tak Baca Draft UU Ciptaker

Demonstrasi dilakukan terutama sebagai respons atas buntunya saluran kritik lainnya, baik yang telah disampaikan melalui kertas kebijakan, karya ilmiah maupun opini di media.

Kajian akademik terhadap RUU Cipta Kerja juga telah dilakukan sejak ia pertama dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidatonya Oktober 2019.

"Banyak civitas akademika yang telah mengkritik pembahasan draf RUU Cipta Kerja yang sangat tertutup, tidak transparan dan rahasia yang bertentangan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan," katanya

• Giliran FPI, GNPF, PA 212 dan Puluhan Ormas Akan Gelar Aksi Besar Tolak UU Ciptaker di Istana Negara

Kritik ini telah disampaikan baik melalui tulisan maupun diskusi di berbagai media massa.

Kritik serupa baik terhadap proses perumusan dan penyusunan maupun terhadap substansinya juga telah banyak disuarakan oleh para akademisi maupun berbagai elemen masyarakat sipil lainnya.

"Bukannya mengakomodasi kritik dan masukan masyarakat akademik, pemerintah dan DPR justru menganggap kritik sebagai hoax."

Pada kenyataannya, pemerintah dan DPR justru mengakui bahwa hingga kini tidak bisa ditunjukkan adanya draf final yang disahkan oleh DPR pada tanggal 5 Oktober 2020.

• Kritik UU Cipta Kerja tak Digubris Jokowi, Gus Ulil: PBNU Hanya Didengar soal Isu anti-Khilafah

Hal ini menunjukkan bahwa justru pemerintahlah yang menyebarkan disinformasi dan hoax mengenai UU Cipta Kerja.

Tugas perguruan tinggi di antaranya memberikan pencerahan kepada masyarakat dengan melawan berbagai disinformasi yang diproduksi oleh penguasa yang sewenang-wenang serta para pendukungnya.

Dr. Wendra Yunaldi yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat menambahkan, aliansi juga  menganggap, memberikan imbauan kepada dosen untuk tidak memprovokasi mahasiswa melakukan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja adalah bentuk intervensi politik terhadap independensi dosen sebagai akademisi yang hanya bertanggung jawab pada tegaknya kebenaran.

• Dulu Jadi Die Hard Jokowi, Tokoh NU Akhmad Sahal kini Kecewa: Jokowi Luntur keJokowiannya

:Imbauan semacam ini juga cara yang merendahkan seolah mahasiswa tidak memiliki independensi dalam bersikap melihat ketidakadilan dan kesewenangan penguasa," ujarnya

Tanpa diprovokasi oleh dosen, mahasiswa telah menjadi aktor terdepan yang menyuarakan kebenaran bersama buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota dan kelompok-kelompok sosial lainnya yang menjadi korban kesewenangan penguasa.

Selanjutnya, imbauan kepada mahasiswa untuk tidak ikut berdemonstrasi karena alasan membahayakan keselamatan dan kesehatan di masa pandemi tidak sejalan dengan kengototan pemerintah untuk tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di berbagai daerah.

• Pakar Psikologi Forensik Nilai Kostum Ala Robot Picu Brutalitas Polisi saat Amankan Aksi Demo

Kampanye pilkada yang diselenggarakan secara berkerumun memiliki risiko yang besar memperburuk penyebaran wabah Covid-19 dengan hasil terpilihnya pemimpin yang cenderung tidak berkualitas.

Terlebih, banyak calon kepala daerah yang juga bagian dari keluarga penguasa, termasuk anak dan menantu presiden.

Demonstrasi menolak berlakunya UU Cipta Kerja memang memiliki risiko yang kurang lebih sama terkait penyebaran wabah, namun hal itu dilakukan untuk mencapai kemuliaan menentang kesewenangan penguasa dalam aliansinya dengan pengusaha yang telah membajak hukum dan demokrasi di Indonesia.

• Pemprov DKI Siapkan Modal untuk Korban Kebakaran Simpang Lima Senen saat Unjuk Rasa Cipta Kerja

Berdasarkan penilaian di atas, Aliansi Akademisi Menolak Omnibus Law menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mendesak Dirjen Kemdikbud untuk tidak berupaya membungkam aspirasi civitas akademika dalam menyampaikan pendapat menolak berlakunya UU Cipta Kerja dengan mencabut surat imbauan kepada perguruan tinggi mengenai larangan demonstrasi
  2. Demi tegakknya otonomi kampus dan integritas perguruan tinggi sebagai lembaga pengetahuan yang hanya mengabdi pada kebenaran, mendesak rektor seluruh Indonesia untuk menolak segala bentuk intervensi politik yang sekadar melayani kepentingan penguasa dengan menolak melaksanakan imbauan Dirjen Kemdikbud mengenai larangan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja
  3. Mendorong perguruan tinggi seluruh Indonesia untuk mendukung aksi demonstrasi damai dan tertib serta tetap mengikuti protokol kesehatan covid19 guna menentang kesewenangan kekuasaan yang beraliansi dengan pengusaha melalui pembentukan paket UU bermasalah, terutama UU Cipta Kerja
  4. Mendorong insan akademik perguruan tinggi agar aktif mengkritisi dan membantah berbagai disinformasi yang disebarkan oleh berbagai pihak untuk mengelabuhi publik mengenai bahaya UU Cipta Kerja.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Bahas Omnibus Law, Ganjar Kumpulkan Akademisi, Buruh, dan Pengusaha

Berita Terkini