Gawai

Waspadai Aplikasi Pra-instal dalam Ponsel, Sebabkan File Berbahaya Tak Dapat Dihapus

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi malware dalam smartphone.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -  Berdasarkan hasil riset 14,8 persen pengguna perangkat seluler yang menjadi target malware atau adware pada 2019, menderita infeksi partisi sistem, sehingga menyebabkan file berbahaya tidak dapat dihapus, di mana aplikasi default pra-instal ada berperan di dalamnya.

Hal itu diungkap oleh Perusahaan keamanan siber Kaspersky dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (12/7/2020).

Risiko adanya malware dalam aplikasi pra-instal, menurut Kaspersky, tergantung pada merek ponsel.

Risiko aplikasi yang tidak dapat dihapus bervariasi dari satu hingga lima persen terdapat pada perangkat biaya rendah (low-end), dan dapat meningkat hingga 27 persen dalam kasus ekstrem.

"Analisis kami menunjukkan bahwa pengguna seluler tidak hanya secara signifikan diserang oleh adware dan ancaman lainnya, tetapi perangkat mereka juga mungkin berisiko bahkan sebelum sampai di tangan," ujar peneliti keamanan Kaspersky, Igor Golovin, Minggu (12/7/2020).

• Kutukan Para Pemain Serial Drama Musikal Glee, Bunuh Diri hingga Disebut Rasis

• Tsunami PHK Massal Gulung 25.000 Karyawan dari 800 Perusahaan di Banten

Infeksi partisi sistem mengandung risiko tingkat tinggi bagi pengguna perangkat yang terinfeksi, karena solusi keamanan tidak dapat mengakses direktori sistem yang berarti tidak dapat menghapus fail berbahaya.

Menurut Kaspersky, jenis infeksi ini menjadi cara lebih umum untuk menginstal adware perangkat lunak yang dibuat untuk menampilkan iklan yang mengganggu.

"Beberapa pemasok perangkat seluler berfokus pada memaksimalkan keuntungan melalui alat iklan dalam perangkat, bahkan jika alat tersebut menyebabkan ketidaknyamanan bagi pemilik perangkat," kata Igor Golovin.

Infeksi dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu ancaman memperoleh akses root pada perangkat dan menginstal adware di partisi sistem, atau melalui kode untuk menampilkan iklan masuk ke firmware perangkat bahkan sebelum berakhir di tangan konsumen.

• Terungkap, Ini Alasan PT Pembangunan Jaya Tolak Perluasan Kawasan Ancol Disebut Reklamasi

Di antara ancaman yang ditemukan dalam direktori sistem, Kaspersky menemukan berbagai program berbahaya - mulai dari Trojan yang dapat menginstal dan menjalankan aplikasi tanpa sepengetahuan pengguna hingga yang paling sederhana dan tidak begitu mengancam seperti tampilan iklan, namun tetap mengganggu.

Dalam beberapa kasus, modul adware bahkan sudah diinstal sebelum pengguna menerima perangkat mereka, sehingga dapat mengakibatkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Misalnya, banyak ponsel cerdas memiliki fungsi yang menyediakan akses jarak jauh ke perangkat, namun jika disalahgunakan, fitur seperti itu dapat menyebabkan kompromi data pada perangkat pengguna.

"Saya menyarankan pengguna untuk melihat dengan cermat model ponsel cerdas yang ingin mereka beli dan memperhitungkan risiko ini,," ujar Igor Golovin.

• Data Pribadi Denny Siregar Bocor, Begini Tanggapan Resmi Telkomsel

Akhirnya, kata Igor Golovin, mungkin pengguna akan dihadapkan pada pilihan antara membeli perangkat yang lebih murah atau yang lebih ramah pengguna.

Untuk menghindari risiko yang ditimbulkan oleh adware pada perangkat seluler, Kaspersky menyarankan untuk memeriksa ulasan pengguna sebelum membeli perangkat.

Jika perangkat terinfeksi, periksa pembaruan firmware atau cobalah untuk memasang firmware alternatif, dengan berbagai pertimbangan sebelumnya, serta menggunakan solusi kemanan yang dapat membantu mendeteksi berbagai ancaman, termasuk adware.

Perangkat Android akan dibekali pra-instal aplikasi YouTube Music
 

• Lion Air Pangkas Ribuan Karyawan Indonesia dan Asing, Mereka Akan Diterima Kembali Jika Sudah Pulih

Sementara itu, Google mengumumkan bahwa perangkat Android nantinya akan dibekali dengan aplikasi YouTube Music yang sudah diinstal.

Youtube Music menjadi penerus Google Play Music yang dinilai lebih baik karena YouTube memiliki perpustakaan musik jauh lebih banyak daripada yang tersedia di Google Play Music.

Setiap ponsel baru yang datang dengan Android 10 dan Android 9 akan memiliki aplikasi YouTube Music sebagai ganti dari aplikasi Google Play Music.

Namun, pelanggan dan pengguna Google Play Music saat ini masih dapat mengunduh aplikasi tersebut dari Google Play Store, dan menikmati perpustakaan musik dari aplikasi tersebut.

Survei: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil Calon Kuat Pilpres 2024

Meski demikian, dengan langkah ini, jelas bahwa Google ingin "membunuh" Google Play Music dalam waktu dekat, demikian GSM Arena.

Kasus malware Indonesia lebih tinggi dari rata-rata di Asia Pasifik

Microsoft menemukan kasus malware dan ransomware pada dunia siber Indonesia sepanjang 2019 masih tinggi, lebih tinggi dari kasus rata-rata di kawasan Asia Pasifik.

"Seringkali, kasus malware tinggi berkorelasi dengan tingkat pembajakan dan keamanan dunia maya secara keseluruhan, yang mencakup patching dan pembaruan perangkat lunak secara berkala," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia, Haris Izmee, dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (28/6/2020).

BREAKING NEWS: Gempa Magnitudo 5.0 Guncang Sumatera Selatan

Temuan tersebut berdasarkan riset Security Endpoint Threat Report 2019 bahwa kasus malware di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Indonesia tercatat memiliki tingkat kasus malware 10,68 persen pada 2019.

Kondisi tersebut dua kali lebih tinggi dari rata-rata regional, meski pun sudah mengalami penurunan 39 persen pada 2019 lalu.

Sementara kasus ransomware Indonesia pada 2019 menduduki posisi kedua tertinggi di Asia Pasifik, sebesar 0,14 persen atau 2,8 kali lebih tinggi dari rata-rata regional.

Kasus ransomware tahun lalu juga turun sebesar 46 persen dibandingkan 2018.

Haris menyatakan negara yang memiliki tingkat pembajakan lebih tinggi dan pengetahuan keamanan siber yang lebih rendah cenderung terdampak lebih besar ancaman siber.

Indonesia juga mengalami kasus penambangan mata uang kripto, atau cryptomining, yang tinggi sebanyak 0,10 persen. Kasus tersebut dua kali lebih tinggi dari rata-rata regional.

"Dengan fluktuasi nilai cryptocurrency sekarang serta meningkatnya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan uang digital ini, para penjahat kembali memfokuskan upaya mereka untuk terus mengeksploitasi pasar yang memiliki kesadaran dan adopsi praktik keamanan dunia maya yang rendah," kata Haris.

Berkaitan dengan keamanan siber terkini, Microsoft melihat pandemi virus corona juga menimbulkan serangan di dunia maya.

Tim Microsoft Intelligence Protection menemukan setiap negara setidaknya memiliki satu serangan bertema Covid-19.

Serangan tersebut sebenarnya merupakan cara lama, namun, penjahat siber mengubahnya sedikit dengan tema Covid-19.

Mereka menyerang dengan mengirim malware, phishing maupun ransomware yang memuat kata Covid-19.

Microsoft menyarankan untuk mengurangi serangan siber, pengguna individu maupun perusahaan perlu menggunakan perangkat lunak yang sah, patching perangkat lunak, serta memastikan perangkat lunak selalu diperbarui.  (Antaranews)

Berita Terkini