Royalti

PHRI Protes LMKN Tarik Royalti Musik dan Lagu, Hariyadi Sukamdani: Tamu Bisa Protes

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menyatakan berat untuk penerapan royalti di industrinya, karena bakal terjadi gesekan dengan tamu.

Editor: Valentino Verry
tribunnews
ROYALTI - Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani keberatan atas penerapan pembayaran royalti untuk lagu dan musik yang diputar di restoran, kafe dan hotel. 

Menurutnya, pemahaman tentang “penggunaan komersial” juga perlu diluruskan. 

Lagu yang diputar sebagai musik latar di tempat usaha tidak seharusnya dikenakan royalti.

“Hotel dan restoran bukan tempat pertunjukan musik. Tamu datang untuk menginap dan makan, bukan untuk mendengarkan lagu," ucapnya. 

"Jangan sampai karena hal ini, pelaku usaha berhenti memutar musik, seperti kasus Mie Gacoan kemarin,” tambahnya.

PHRI juga mengkritik mandeknya pembuatan Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) oleh LMKN yang seharusnya sudah rampung sesuai amanah PP 56/2021. 

“Jika tidak selesai dalam batas waktu yang ditentukan, PP itu seharusnya batal demi hukum. Ini bentuk inkonsistensi pemerintah sebagai regulator,” katanya.

Hingga saat ini PHRI mengaku belum menyampaikan usulan resmi kepada pemerintah atau DPR, namun menurut Hariyadi, urgensi revisi UU Hak Cipta sangat tinggi agar tidak terus menimbulkan kegaduhan di lapangan.

Soal kabar ada pengelola restoran yang mengenakan charge royalti musik secara eksplisit dalam struk/lembar tagihan konsumen, Hariyadi mengaku belum menerima laporan semacam itu.

"Jika memang ada, itu tidak tepat. Tamu hotel datang untuk menginap, bukan dengar lagu. Tamu restoran datang untuk makan, bukan menikmati musik," ucapnya. 

"Kalau dimasukkan dalam tagihan, pasti akan memicu protes dari tamu,” imbuhnya.

Hariyadi mendesak pemerintah agar tidak menyerahkan sepenuhnya urusan penarikan royalti kepada LMKN atau LMK.

“Bagaimana masyarakat bisa percaya kalau tidak ada perwakilan pemerintah dalam struktur LMKN? Mereka bisa menjadi semacam ‘superbody’ yang menetapkan tarif hanya dari sisi pencipta tanpa melihat kemampuan pelaku usaha," ucapnya.

"Pemerintah seharusnya hadir dan menjadi bagian dalam menyusun kebijakan agar lebih proporsional dan adil,” tandasnya.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved