Berita Jakarta
Auditornya Dilaporkan ke Ombudsman oleh Tom Lembong, Ini Tanggapan BPKP
BPKP menghormati langkah kuasa hukum Tom Lembong yang melaporkan auditor BPKP ke internalnya dan Ombudsman RI.
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Feryanto Hadi
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Miftahul Munir
WARTAKOTALIVE.COM, PULOGADUNG - Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong melaporkan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Chusnul Khotimah usai bebas dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur.
Auditor yang disebut-sebut lulusan CPNS 2024 itu dilaporkan Tom Lembong ke Ombudsman RI dan internal BPKP karena tidak profesional.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara BPKP Gunawan Wibisono menjelaskan, audit yang dilakukan BPKP dalam perkara importasi gula dilaksanakan atas permintaan resmi Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan berdasarkan standar audit yang berlaku.
"Dalam penugasan tersebut, tim auditor yang ditugaskan merupakan auditor-auditor pegawai BPKP berpengalaman yang telah bekerja secara profesional, independen, dan berintegritas. Tidak ada seorang pun dalam tim tersebut yang baru lulus seleksi administrasi CPNS tahun 2024 seperti ramai beredar," ujarnya, Kamis (7/8/2025).
Ia pun menghormati langkah kuasa hukum Tom Lembong yang melaporkan auditor BPKP ke internalnya dan Ombudsman RI.
Gunawan menilai, laporan tersebut merupakan hak dari setiap warga Indonesia dan pihaknya akan mendampingi auditor yang diadukan.
"Namun demikian, kami juga memastikan bahwa kami akan senantiasa mendampingi auditor kami yang telah bekerja sesuai prosedur," tandasnya.
Sebelumnya, dikutip dari Bangkapos.com, Sosok Chusnul Khotimah Auditor BPKP Baru Lulus 2024 Kini Dilaporkan Tom Lembong, Pernah Hadir Jadi Saksi
Setelah dinyatakan bebas Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengambil langkah hukum dari apa yang dialaminya.
Tom Lembong pun melaporkan Chusnul Khotimah yang merupakan seorang auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kepada Ombudsman dan pengawas internal BPKP.
Laporan diajukan pihak Tom Lembong sebab auditor BPKP dinilai tidak profesional dalam proses pembuatan audit terkait kasus impor gula yang menjerat sahabat Anies Baswedan itu.
Baca juga: Tom Lembong Bebas, Loyalis Anies Sebut Akan Melawan Perompak Hukum
Adukan hakim ke KY
Seperti diketahui, usai menerima abolisi dari Presiden RI yang menghapus semua tuntutan hukum terhadap dirinya, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong kini mengambil langkah luar biasa untuk menyorot proses persidangan yang dijalaninya.
Selain laporkan auditor BPKP ke ombudsman, melalui kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, Lembong secara resmi mengajukan laporan ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY), menilai majelis hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi impor gula telah melanggar kaidah etik dan profesionalisme.
Pelaporan dilakukan bukan sebagai upaya menolak putusan pengadilan, melainkan sebagai bentuk perjuangan agar mekanisme hukum berjalan adil, transparan, dan bebas dari politisasi.
Perjalanan hukum kasus Lembong berawal pada Oktober 2024, saat Kejaksaan Agung menetapkannya sebagai tersangka atas dugaan korupsi izin impor gula pada periode 2015–2016.
Setelah menjalani persidangan intensif dengan lebih dari 90 saksi, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Lembong 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 750 juta (subsider 6 bulan kurungan), mengklaim terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang mengakibatkan negara dirugikan.
Lembong sendiri membantah niat jahat (mens rea), dan timnya pun mengajukan banding pada 22 Juli 2025 di tengah kritik terhadap pertimbangan hukum yang dianggap bias.
Kemudian secara mendadak, situasi berubah ketika Presiden Prabowo Subianto melalui Surat Presiden R‑43/Pres/07/2025 pada tanggal 30 Juli 2025 mengajukan abolisi atas nama Lembong, yang disetujui oleh DPR pada 31 Juli 2025.
Dan dalam waktu kurang dari 24 jam setelah persetujuan DPR, Keputusan Presiden dikeluarkan dan seluruh proses hukum terhadap Lembong dihentikan efektif, membuatnya bebas tanpa syarat.
Menkum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa abolisi menghapus segala akibat hukum putusan pengadilan, termasuk proses banding atau eksekusi hukuman.
Meski bebas dari tekanan pidana, kekhawatiran atas prosedur persidangan tetap hidup di ruang publik.
Kuasa hukum Lembong menyampaikan bahwa laporannya tidak menyasar hasil vonis, tetapi menyoroti keseriusan integritas hakim.
Khususnya karena muncul pertimbangan subjektif seperti menyebut Lembong “mengusung ideologi ekonomi kapitalis” yang tidak pernah dikonfrontasikan dalam dokumen persidangan atau dijelaskan saksi ahli mana pun.
Ia menuntut MA dan KY membuka penyelidikan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Pernyataan terbaru dari Komisi Yudisial melalui juru bicaranya, Mukti Fajar, menyatakan bahwa lembaga itu tetap membuka pintu evaluasi terhadap putusan hakim Lembong, bahkan setelah adanya abolisi.
KY menyatakan telah memasukkan kasus ini ke dalam proses analisis internal sebagai upaya memantau integritas peradilan korupsi.
Namun Fajar belum bersedia mengungkap sejauh mana temuan terkait dugaan penyimpangan tersebut telah mencapai tahap pemeriksaan.
Sementara itu, Tom Lembong, memastikan tidak akan menuntut ganti rugi dari negara meski mengaku sempat menjalani tahanan selama kurang lebih sembilan bulan di Rutan Kejaksaan Agung.
Alih-alih mengedepankan klaim materi, ia mengajak pihak terkait yakni MA, KY, BPKP, hingga Ombudsman untuk mengadakan evaluasi menyeluruh terhadap proses hukum yang dijalaninya.
Pernyataan ini disampaikan oleh Zaid Mushafi, anggota tim hukum Lembong, saat mengunggah dokumen aduan ke berbagai lembaga pengawas.
Di ranah akademis, pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada menyoroti bahwa pertimbangan pemberian abolisi harus berlandaskan argumen hukum yang rasional, bukan sekedar penilaian politis atau pertimbangan pragmatis.
Sebagian lainnya mengingatkan tentang pentingnya memperkuat prinsip checks and balances dalam sistem hukum pidana, terutama jika institusi seperti KY dan MA tidak melakukan follow-up.
"Pertanyaan besar ialah, apakah keluar dari tekanan hukum membuat kasus ini benar-benar selesai, atau justru membuka pintu reformasi hukum?" begitu bunyi sebagian pertanyaan kritis.
Dalam pandangan sebagian ahli yuridis, termasuk Yusril Ihza Mahendra, abolisi yang diberikan kepada Lembong sudah sesuai Konstitusi (Pasal 14 UUD 1945), asalkan disertai pertimbangan dari DPR, hal yang telah dipenuhi Presiden dan legislatif.
Namun ia juga menekankan bahwa legitimasi politik tidak boleh menggantikan kualitas bukti, konstruksi sentensi, atau prinsip keadilan substantif.
Langkah hukum yang diambil Lembong pasca‑abolisi menandai titik kritis dalam hubungan antara eksekutif, legislatif, dan lembaga peradilan Indonesia. Ia tidak menolak putusan hukum, tetapi mengecam apa yang dimungkinkan sebagai distorsi proses.
Di mata publik, ini bukan sekadar pembebasan seorang mantan pejabat, melainkan upaya untuk menegakkan integritas hukum di masa depan.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
Banyak Proyek Mangkrak Timbulkan Kemacetan, Pemprov DKI Jakarta Diminta Bentuk Satgas Khusus |
![]() |
---|
Tahukah Kamu Kenapa Ada Celah di Sambungan Rel Kereta Api? Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
Dana Pokir DPRD DKI Kembali Ditunda, Basri Baco Optimistis 2027 Dieksekusi |
![]() |
---|
Tak Sebatas SMA Swasta, Madrasah dan Pesantren Diminta Ikut Program Sekolah Gratis di Jakarta |
![]() |
---|
Kolaborasi dengan Jurnalis, Wali Kota Jaktim Munjirin Gelar Literasi Komunikasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.