Dampak Putusan MK, Masa Jabatan Anggota DPRD 2024-2029 Bakal Diperpanjang?
Masa jabatan anggota DPRD tingkat provinsi, kabupaten dan kota periode 2024-2029 di Indonesia diprediksi bakal diperpanjang dua tahun.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Masa jabatan anggota DPRD tingkat provinsi, kabupaten dan kota periode 2024-2029 di Indonesia diprediksi bakal diperpanjang dua tahun.
Nantinya pemilihan anggota DPRD provinsi, kota dan kabupaten akan dilakukan bersamaan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) periode 2030-2035.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan daerah.
Artinya, Pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, sedangkan pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten kota dilakukan bersamaan dengan Pilkada.
Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
"Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional," kata Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat yang dikutip dari Kompas.com, Kamis (26/6/2025).
Baca juga: Kawal Implementasi Putusan MK Soal Sekolah Gratis, Gelora: Tidak Boleh Ada Warga yang Tak Bersekolah
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan PSU Banjarbaru Kalsel, H Isam Sampaikan Hal Ini
Meski demikian, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
Hanya saja MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
"Pemungutan suara dilaksanakan serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota," jelas Saldi.
MK dalam pertimbangannya juga menjelaskan, persoalan daerah cenderung tenggelam jika pemilihan DPRD provinsi dan kabupaten/kota digabung dengan pemilihan nasional yang memilih presiden-wakil presiden dan DPR.
Hal ini disebabkan oleh partai politik, kontestasn, hingga pemilih yang lebih fokus terhadap pemilihan presiden dan anggota DPR.
"Masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu/masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden," katanya.
Baca juga: Disdik Jakarta Masih Pelajari Putusan MK soal Sekolah Gratis
Baca juga: Wacana Pemakzulan Gibran Terus Didorong Purnawirawan TNI, Bagaimana Putusan MK?
Sedangkan dari sisi pemilih, MK menilai waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan berpotensi membuat masyarakat jenuh. dan tidak fokus.
Hal ini disebabkan oleh pemilih yang harus mencoblos lima jenis kertas suara dalam satu waktu, mulai dari presiden-wakil presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum," tutur Saldi.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, "Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden, dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional".
Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/wakil Wali Kota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden’," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
Sebagai informasi, pemohon dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah Perludem yang mengujikan Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, dan Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
MK Putuskan Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah, KPU Tunggu Regulasi Pembuat Undang-Undang |
![]() |
---|
Menuju Pemilu Digital, KPU Bekasi Bahas E-Voting dalam FGD Bersama Publik |
![]() |
---|
Syarat Minimal Lulusan SMA untuk Jadi Polisi Digugat di MK, Ini Respons Mabes Polri |
![]() |
---|
Si Kuat Dian Fahrud Jaman Kembali Pimpin NasDem Karawang, Target 12 Kursi DPRD di Pemilu 2029 |
![]() |
---|
Catatan Partai NasDem Dalam Rakernas untuk Pemerintahan Prabowo hingga Putusan MK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.