Berita Nasional

Pengamat Ingatkan Prabowo, Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP Berpotensi Mengulang Tragedi 2019

Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP Berpotensi Mengulang Kembali Tragedi 2019. Demikian diungkapkan Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi

Istimewa
UU KEJAKSAAN DAN KUHAP -- Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi. Ia mengingatkan Presiden Prabowo Subianto bahwa revisi UU Kejaksaan dan KUHAP berpotensi mengulang kembali tragedi 2019, dimana demonstrasi pecah dimana-mana dan banyak jatuh korban luka di kalangan mahasiswa dan pelajar. (Dokumen Pribadi) 

Bahkan jaksa dapat menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan yang menjadi kewenangan kehakiman.

"Hal ini rawan disalahgunakan karena mengabaikan checks and balances. Entah oleh tekanan politik, kepentingan pribadi, korupsi atau kasus-kasus yang menyangkut elit," jelas R Haidar Alwi.

Sebelumnya, kejaksaan juga ikut menangani perkara korupsi.

Baca juga: Belum Ada Revisi, Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Harus Tetap Mengacu ke Perpres 80 UU Pemilu

Mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai penuntutan.

Persis seperti kewenangan KPK.

Malahan kejaksaan terkesan lebih kepada fungsi penyidikan ketimbang kewenangan utamanya dalam fungsi penuntutan.

Walaupun UU Kejaksaan memperbolehkan jaksa menjadi penyidik tindak pidana tertentu, secara normatif yuridis, kejaksaan sebetulnya tidak lagi berwenang sebagai penyidik perkara tipikor. 

"Jika jaksa sebagai penyidik tindak pidana tertentu, berarti jaksa sebagai PPNS. PPNS dalam melaksanakan tugasnya diawasi serta harus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian. Namun faktanya, apakah jaksa sebagai PPNS sudah melakukan koordinasi dengan Polri sebagai Korwas PPNS dalam melakukan penyidikan sebagaimana yang diamanahkan KUHAP?" papar R Haidar Alwi.

KUHAP menganut pemisahan antara fungsi penyidikan dan penuntutan.

Berdasarkan KUHAP, wewenang penyelidikan, penyidikan, penangkapan dan penahanan berada di tangan kepolisian.

Setelah menyaingi KPK dalam perkara korupsi, membajak kewenangan kepolisian dalam KUHAP, kejaksaan masih bisa membantah ambisinya untuk menjadi lembaga superbody dan menilai narasi tersebut sebagai serangan balik koruptor.

"Namun Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP yang bakal memungkinkan jaksa mengintervensi kewenangan kepolisian dan menyerobot kewenangan kehakiman, justru semakin menegaskan ambisinya menjadi lembaga superbody tersebut," tegas R Haidar Alwi.

Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian masyarakat mulai ramai menolak asas dominus litis melalui petisi online.

Hingga sore hari ini, petisi tersebut telah ditanda tangani oleh hampir 40 ribu orang. 

Penolakan di dunia maya bisa menjelma ke dunia nyata bila DPR dan pemerintah tidak menyikapinya dengan bijak.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved