Berita Nasional

Ini Reaksi Parpol atas Putusan MK Hapus Presidential Threshold, cuma NasDem yang Bilang Rumit

Mahkamah Konstitusi (MK) bikin gebrakan lewat putusannya, menghapus ambang batas pencalonan capres/cawapres saat Pilpres 2029.

Editor: Valentino Verry
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) luar biasa, menghapus ambang batas capres/cawapres saat Pilpres 2029. 

"Harapan kami, akan banyak capres dan cawapres yang muncul. Dan tentu sedapat mungkin kami juga bermimpi untuk mendorong kader sendiri. Atau paling tidak, bekerjasama dan berkolaborasi dengan partai atau elemen bangsa lainnya," ucap Saleh. 

Saleh pun mengucapkan terima kasih kepada MK yang telah mengambil keputusan ini.

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan sejumlah putusan perkara uji materiil citra diri peserta pemilu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).  (Tribunnews.com/Danang Triatmojo)

Partai Buruh

Partai Buruh menyatakan kesiapannya untuk mencalonkan calon presiden pada pemilihan umum (Pemilu) 2029.
 
Hal tersebut, disampaikan Presiden Partai Buruh Said Iqbal, sebagai respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. 

"Hari ini, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa presidential threshold adalah 0 persen atau dihapus."

"Dengan ini, pada Pemilu 2029, Partai Buruh bisa mengajukan calon presiden sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lain,” kata Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis. 

Said Iqbal menekankan, putusan MK bersifat final dan mengikat, termasuk bagi Pemerintah dan DPR. 

Lebih lanjut, Said Iqbal mengatakan, keputusan ini menjadi tonggak penting bagi demokrasi Indonesia, karena mengembalikan kedaulatan kepada rakyat.

Ia menambahkan, keputusan ini membuka peluang bagi buruh pabrik untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden di Pilpres 2029, mirip dengan yang terjadi di Brasil, Australia, dan negara-negara lainnya.

“Keputusan MK ini adalah kemenangan rakyat, kemenangan demokrasi, dan kebangkitan kelas pekerja."

"Kami, Partai Buruh, akan terus berjuang untuk memastikan bahwa demokrasi benar-benar melayani kepentingan rakyat, bukan hanya elite,” tandasnya.

Demokrat

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mengaku tak kaget atas  putusan MK soal presidential threshold. 

Kamhar menilai, ketentuan presidential threshold sudah semestinya dihapus oleh MK. 

"Kami tidak kaget dengan putusan MK ini, karena itu memang yang semestinya," ujar Kamhar kepada Kompas.com, Kamis (2/1/2025).

Meski demikian, Kamhar menegaskan, Demokrat akan konsisten untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

Terpisah, Juru Bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, menyatakan partainya menghormati apapun putusan MK

Ia juga mengingatkan putusan MK bersifat final dan mengikat.

NasDem

Sekjen Parti NasDem Hermawi Taslim mengatakan penghapusan ambang batas untuk capres/cawapres justru bikin rumit politik nasional.
Sekjen Parti NasDem Hermawi Taslim mengatakan penghapusan ambang batas untuk capres/cawapres justru bikin rumit politik nasional. (tribunnews.com)

Berbeda dengan Demokrat, Partai Nasdem justru menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini, bakal merumitkan pelaksanaan pemilihan presiden. 

Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, berpendapat MK kurang memperhatikan dampak atau kerumitan yang muncul ketika memutuskan menghapus presidential threshold.

"Putusan MK itu kurang memperhatikan berbagai konsekuensi yang akan membawa kerumitan dan kesulitan dalam praktiknya kelak," kata Hermawi. 

Hermawi berpandangan, presidential threshold diperlukan sebagai bagian dari aturan permainan, sekaligus seleksi awal untuk mencari pemimpin yang kredibel.

Sekjen NasDem itu juga menyebut, presidential threshold merupakan aturan main yang sangat biasa, lumrah, dan berlaku universal.

"Baik dalam pemilihan-pemilihan ketua organisasi maupun pemilihan di lingkungan pemerintahan, bahkan di level yang paling rendah, dalam hal ini kelurahan," kata Hermawi.

Oleh sebab itu, ia menilai, MK semestinya cukup meninjau presidential threshold, bukan malah menghapusnya.

Hanura

Pihak Partai Hanura menyambut baik putusan MK yang menghapus ambang batas presiden sebesar 20 persen. 

Bagi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Hanura, Benny Rhamdani, putusan itu merupakan putusan yang progresif.

"Bagus ya, keputusan yang progresif lah. Kenapa progresif? kita kan tidak harus melihara ya, undang-undang yang jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 dengan konstitusi."

"Jadi melihara, apalagi merawatnya dalam waktu yang cukup lama," kata Benny saat dikonfirmasi, Kamis (2/1/2025).

Di sisi lain, Benny mengatakan, pihaknya juga memberikan catatan kepada MK.

Menurutnya, seharusnya hakim konstitusi juga menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.

Sebab, kata Benny, sejumlah partai politik yang tidak lolos ke parlemen memiliki dukungan suara rakyat cukup besar. 

"Contohnya, misalnya pemilu legislatif 2024 itu menghasilkan beberapa partai yang tidak lolos ke parlemen, tapi memiliki pendukung yang begitu besar, ya. Jumlahnya yaitu 17 juta," ungkapnya.

"Jadi, ada 17 juta kepala manusia warga negara Indonesia yang tidak memiliki perwakilan politik di parlemen. Karena partai yang didukung itu tidak lulus PT, kan, gitu ya. Kenapa tidak lulus PT? Karena PT-nya 4 persen," lanjutnya.

Pertimbangan Hukum MK

Diketahui, MK memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, sejumlah partai politik (parpol) meresponsnya. 

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Dikutip dari situs resmi MK, Mahkamah telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Hal tersebut, berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, Mahkamah menilai, dengan terus mempertahankan ketentuan presidential threshold dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 pasangan calon.

Padahal, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilihan langsung, dengan hanya 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi mengancam kebhinekaan Indonesia. 

Bahkan, bila pengaturan penentuan besaran ambang batas dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal. 

Kecenderungan seperti itu, dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.

Artinya, menurut Mahkamah, membiarkan atau mempertahankan ambang batas presidential threshold sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved