Pilkada

PDIP Tuding Parcok Bermain di Pilkada, Soedeson Tandra: Dulu Maki-maki Anies, Sekarang Memuji

Politisi Partai Golkar Soedeson Tandra menyerang balik PDIP yang meributkan soal parcok di pilkada. Menurutnya, PDIP tak jelas, sekarang memuji Anies.

Editor: Valentino Verry
tribunnews
Politisi Partai Golkar Soedeson Tandra menilai PDIP tak jelas karena meributkan soal parcok. Sebab selama berkuasa 10 tahun tak pernah bicara soal parcok. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Politisi Partai Golkar Soedeson Tandra sedikit kesal melihat sikap politik PDIP.

Seperti diketahui, Indonesia baru saja menyelenggarakan Pilkada Serentak, yang mana sejumlah kader PDIP kalah.

Tak bisa menerima kenyataan itu, politisi PDIP pun menyebut adanya intervensi atau cawe-cawe dari partai coklat alias parcok.

Publik tentu bertanya siapa itu parcok? Ternyata parcok ditujukan pada institusi Polri.

Terkait hal ini, Soedeson Tandra yang kini menjadi Anggota Komisi III DPR RI menyerang balik PDIP.

Baca juga: Parcok Main di Pilkada, Bawaslu RI Belum Temukan Pelanggaran, Lolly Suhenty: Adanya Netralitas ASN

"Saya mau mengimbau kepada rekan-rekan saya di PDIP. Saya minta, ya jangan gitulah," ujarnya dikutip dari Kompas.com. 

"Mereka 10 tahun berkuasa. Apakah ada tuduhan-tuduhan Partai Coklat ini? Jangan begitu," imbuh Tandra saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/12/2024). 

Dia menekankan pentingnya PDIP untuk tidak membuat tudingan tanpa bukti yang jelas, karena hal itu hanya akan membingungkan masyarakat. 

Tandra juga menganggap bahwa tudingan PDIP terkesan politis, terutama ketika calon yang diusungnya kalah dalam Pilpres. 

Baca juga: Soal Fenomena Parcok di Pilkada, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Minta Rakyat Jaga Keutuhan Kapal RI

"Giliran ini, orang lain yang menang, jangan lalu tuduhan-tuduhan yang tidak ada bukti, tidak ada dasar buktinya ini, membuat bingung masyarakat," ucapnya. 

Lebih lanjut, Tandra mencontohkan sikap PDIP yang memuji kecerdasan rakyat Jakarta ketika calon yang diusungnya, Pramono Anung-Rano Karno, meraih suara unggul. 

Namun demikian, saat PDIP kalah di Pilkada 2017, partai tersebut justru menghina Anies Baswedan, yang terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu. 

"Barusan ini DKI misalnya. Oh rakyat sudah cerdas. Karena mereka menang. Dulu bagaimana? Maki-maki Pak Anies. Menyebut-nyebut Pak Anies intoleran, melakukan ini, begini, begitu," ujar Tandra. 

Baca juga: Parcok Cawe-cawe di Pilkada, PDIP Ingin TNI-Polri Gabung, Usman Hamid Menolak, Ini Kata Kapuspen TNI

"Sekarang membutuhkan Pak Anies? Wah Pak Anies orang baik. Standarnya jangan pakai standar ganda dong," tuturnya. 

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebelumnya menyinggung tentang pergerakan "partai coklat" yang perlu diantisipasi dalam proses Pilkada 2024. 

Hal ini disampaikan saat Hasto menegaskan bahwa seluruh jajaran partainya memantau pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2024. 

“Di Jawa Timur relatif kondusif, tetapi tetap kami mewaspadai pergerakan partai cokelat ya, sama dengan di Sumatera Utara juga,” ujar Hasto di kediaman Megawati Soekarnoputri, pada Rabu (27/11/2024). 

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kesal parcok bermain di pilkada.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kesal parcok bermain di pilkada. (WartaKota/Alfian Firmansyah)

Hasto menjelaskan bahwa berdasarkan pemantauan internal PDIP, pelaksanaan Pilkada serentak di beberapa wilayah menghadapi sejumlah tantangan, seperti hujan deras dan banjir di Sumatra Utara. 

Dia juga mengaku mendapatkan laporan adanya ketegangan antarkelompok masyarakat di Surakarta dan Boyolali, Jawa Tengah. 

Meski demikian, Hasto berharap agar seluruh rakyat Indonesia dapat menggunakan hak suaranya pada Pilkada Serentak 2024 tanpa intervensi dari pihak manapun. 

“Kami berharap agar rakyat betul-betul dapat menggunakan hak miliknya secara bebas, merdeka. Tanpa intimidasi dan juga tanpa suatu pengaruh dari bansos yang akan digunakan sebagai bagian dari money politics yang terjadi,” pungkasnya.

Sejumlah pihak beranggapan, munculnya istilah "partai coklat" semestinya menjadi pengingat bagi Polri untuk menjaga netralitas instansi kepolisian. 

“Polisi wajib dan tidak boleh ada kata lain selain netral di dalam pemilu,” kata Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso  kepada Kompas.com, Minggu (1/12/2024). 

Sugeng menilai, pernyataan Hasto yang mempersoalkan partai coklat merupakan kritik terhadap institusi Polri. 

Menurut dia, hal itu merupakan pengingat agar Polri kembali kepada jati dirinya sebagai aparat keamanan sipil dan penegak hukum. 

“Polri harus memberikan perlindungan pengayoman kepada seluruh warga masyarakat dan tidak boleh berpihak atau terlibat didalam politik praktis. Jadi ke arah sana,” kata Sugeng. 

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid juga meminta Polri mengoreksi diri setelah munculnya dugaan pengarahan aparat pada pemilu. 

"Kalau hari ini kemudian tidak dipercaya atau publik banyak dugaan berpolitik, ada sebutan parcok-lah, parpol-lah, itu menurut saya itu koreksi, harus didengar ini oleh institusi kepolisian," kata Jazilul di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (29/11/2024) malam. 

Menurut dia, ada kemungkinan istilah Partai Coklat tidak terbukti. 

Meski begitu, Polri diminta mengoreksi diri lantaran isu ini kerap muncul. 

Jazilul mengakui tak menemukan bukti konkret juga soal tudingan keterlibatan Polri dalam pemilu. 

Namun, Jazilul mengaku pernah mendengar isu terkait hal ini. 

"Bahkan saya pernah dengar langsung ada seorang kepala desa begitu untuk memenangkan tertentu itu dipanggil, ditakut-takuti dengan kasus. Katanya begitu yang disampaikan ke saya," kata dia. 

Kekesalan PDIP atas dugaan pengerahan oknum aparat Polri ini lantas melebar ke usulan untuk mengembalikan Polri berada di bawah TNI seperti masa Orde Baru. 

"Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri," ujar Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, dalam jumpa pers, Kamis (28/11/2024). 

Ia berharap, DPR RI nantinya bisa bersama-sama menyetujui agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, serta reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan. 

"Di luar itu saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini," kata Deddy. 

Namun, ide ini menuai kritik dari beberapa pihak, salah satunya adalah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). 

Komisioner Kompolnas Choirul Anam menilai, gagasan tersebut bertentangan dengan semangat reformasi dan melupakan sejarah kelam masa lalu. 

“Salah satu hasil penting dari reformasi adalah pemisahan antara lembaga yang bertanggung jawab atas pertahanan dan lembaga yang mengelola keamanan dalam negeri serta penegakan hukum,” ujarnya kepada Kompas.com. 

IPW juga tidak setuju dengan usulan Polri dikembalikan ke TNI/Kemendagri karena hal itu merupakan sebuah kemunduran. 

Sugeng khawatir, potensi pelanggaran hak asasi manusia bisa meningkat jika Polri kembali berada di bawah TNI. 

"Kembali lagi menjadi aparatur pendekatannya kekerasan," kata dia. 

Polri hanya bungkam ketika mendapat tudingan "Parcok" maupun usulan dikembalikan ke TNI/Kemendagri. 

Ketika ditanya mengenai dorongan PDIP untuk mengembalikan Polri ke TNI atau Kemendagri, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta wartawan bertanya kepada yang mengusulkan. 

"Tanya yang nanya," ujar Listyo, di kompleks Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (29/11/2024), saat acara wisuda Prabhatar Akademi TNI dan Akademi Kepolisian (Akpol). 

Sementara itu, TNI menyatakan menghormati setiap wacana yang berkembang, termasuk perubahan struktur Polri kembali ke TNI/Kemendagri. 

Namun, TNI menyerahkan wacana terkait perubahan struktur lembaga negara itu kepada pihak yang berwenang yakni pemerintah dan DPR. 

"Segala perubahan terkait struktur atau koordinasi antarlembaga merupakan kewenangan pemerintah dan DPR, dan TNI akan mengikuti kebijakan sesuai keputusan resmi negara," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Hariyanto kepada wartawan, Minggu (1/12/2024). 

Hariyanto menegaskan bahwa TNI berpegang pada undang-undang yang mengatur peran dan tugas masing-masing institusi.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved