Berita Jakarta
Hasil Sampling BPK RI, Ada 400 Guru Honorer Diterima Ngajar Tidak Sesuai Aturan
Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah mengeluarkan peraturan cleansing atau pembersihan terhadap guru honorer di Jakarta sejak beberapa hari lalu.
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Feryanto Hadi
Pemanggilan Disdik diperlukan untuk menjelaskan duduk perkara soal kasus terebut.
“Dalam waktu dekat akan kami panggil Dinas Pendidikan untuk mendorong agar kebijakan ini dikaji ulang, rencananya mungkin minggu depan,” kata Wakil Ketua Komisi E DPD DKI Jakarta Elva Farhi Qolbina pada Rabu (17/7/2024).
Ketua DPW PSI DKI Jakarta ini berjanji akan melakukan komunikasi dengan Disdik.
Bahkan Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta mendorong Disdik untuk mengevaluasi kembali kebijakan tersebut.
Kata dia, efisiensi tenaga kerja guru honorer tidak boleh dilakukan dengan cara yang tidak santun.
Apalagi peran mereka dan kontrbusi untuk pendidikan di Jakarta sangat besar.
Baca juga: Mundur Kena Maju Kena, Nasib Kaesang di Jakarta Berat, di Jawa Tengah Kandang Banteng
Baca juga: Ini Bukti yang Dimiliki Otto Hasibuan Bahwa Kematian Vina dan Eky karena Kecelakaan Bukan Pembunuhan
“Fraksi PSI menilai bahwa kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam karena masih banyak sekolah yang kekurangan guru dengan kualifikasi linear. Jika kebijakan cleansing ini terus dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu sistem pembelajaran di sekolah-sekolah,” jelas Elva.
Selain itu, kata dia, Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta juga menyoroti adanya potensi tumpang tindih antara kebijakan daerah dan kebijakan pusat terkait penghapusan tenaga honorer, termasuk guru honorer.
Kebijakan penghapusan tenaga honorer sebenarnya merupakan kebijakan yang awalnya dibuat oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Pasal 66 UU tersebut mengharuskan seluruh instansi pemerintahan pusat maupun daerah melakukan penataan (penghapusan) pegawai non-ASN dengan batas waktu hingga Desember 2024,” tuturnya.
“Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan pegawai pemerintahan dengan mengakui hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan ASN,” lanjutnya.
Menurutnya, banyak guru honorer yang secara pengalaman sangat memumpuni tetapi tidak mendapatkan kuota atau sertifikasi untuk menjadi ASN atau PPPK karena harus bersaing dengan lulusan baru.
Selain itu, status guru honorer banyak yang tidak tersertifikasi di beberapa bidang.
“Mereka dipekerjakan oleh sekolah negeri karena terdaftar dalam data pokok pendidikan, meskipun tidak memiliki sertifikasi khusus yang diperlukan, seperti sertifikasi guru agama. Kesulitan mendapatkan sertifikasi ini menjadi hambatan besar bagi mereka,” ungkapnya.
Di sisi lain, Serikat guru juga menyatakan bahwa guru honorer digaji oleh pusat melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) via Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga seharusnya tidak membebani daerah.
Kebijakan cleansing ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara kebijakan pusat dan daerah yang perlu segera diselesaikan.
“Kami berharap pemerintah daerah segera melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk menemukan solusi terbaik bagi para guru honorer,” ucapnya.
“Dengan adanya komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan pusat, serta evaluasi kebijakan yang lebih mendalam, Fraksi PSI berharap permasalahan ini dapat diselesaikan dengan adil dan tidak mengorbankan kualitas pendidikan di Jakarta,” pungkasnya.
Diektahui, sejumlah guru honorer di Jakarta harus kena cleansing atau pembersihan dalam bahasa kasarnya pemecatan dari kepala sekolah tempatnya mengajar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin menyampaikan, mengacu aturan yang berlaku sejak tahun 2017 sampai 2022 sudah dikeluarkan instruksi dan surat edaran bahwa pengangkatan guru honorer harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Pendidikan.
"Masih adanya peta kebutuhan guru honorer yang tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honorer inilah yang akhirnya menjadi temuan BPK tahun ini," kata Budi.
Budi menegaskan, kepada 107 tenaga honorer yang dilakukan penegakan aturan tetap masih memiliki kesempatan untuk melanjutkan pengabdian sebagai guru.
Namun, tidak dengan status honorer.
"Kami mengacu Undang Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara yang memuat aturan instansi pemerintah sudah tidak diperbolehkan lagi merekrut tenaga honorer," tuturnya.
Budi berharap, 107 guru honorer tersebut nantinya dapat mengikuti seleksi sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Saya juga meminta semua kepala sekolah maupun seluruh jajaran di Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk tertib dan taat aturan. Mari sama-sama wujudkan pendidikan yang berkualitas dan berprestasi. Sukses Jakarta untuk Indonesia,” pungkasnya.
Pramono Diminta Revisi Pergub KJMU untuk Jangkau Mahasiswa dari Kampus Akreditasi B dan C |
![]() |
---|
Kebutuhan Mendesak, Golkar DKI Jakarta Dukung Pembangunan RS Royal Batavia Cakung |
![]() |
---|
Meninggal Dilindas Rantis Brimob, Cerita Affan Kurniawan Tinggal di Balik Megahnya Gedung Jakarta |
![]() |
---|
BPJS Ketenagakerjaan Mampang Tekankan Pentingnya Perlindungan Jaminan Sosial bagi Siswa Magang |
![]() |
---|
Affan Kurniawan Tulang Punggung Keluarga, Pramono Janji Berikan KJP untuk Adik Almarhum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.