Harga Beras
Kenaikan Harga Beras, Pengusaha Warteg di Depok Naikkan Rp 1000 per Porsi
Pedagang warteg, Agung mengeluhkan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan seperti beras hingga cabai rawit yang berdampak bagi usahanya.
Penulis: M. Rifqi Ibnumasy | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM, DEPOK - Kenaikan harga komoditas pangan berdampak besar bagi pelaku usaha warung makan Tegal atau warteg di wilayah Kota Depok, Jawa Barat.
Pedagang warteg, Agung mengeluhkan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan seperti beras hingga cabai rawit yang berdampak bagi usahanya.
“Beras naik Rp 100 ribu, biasanya Rp 660 ribu, sekarang Rp 770 ribu satu karungnya,” kata Agung saat ditemui di warungnya Jalan Siliwangi, Pancoran Mas, Kota Depok, Senin (26/2/2024).
Selain beras, harga cabai rawit merah di Pasar Kemiri Depok juga menyentuh angka Rp 90 ribu hingga Rp 100 ribu per kilogram.
Untuk menyiasati kenaikan harga pangan tersebut, Agung terpaksa mengurangi porsi nasi yang dipesan konsumen di warteg-nya.
Biasanya, satu porsi nasi belum termasuk lauk dijual Rp 4 ribu.
Baca juga: Beras Bulog jadi Solusi Pemerintah Hadapi Kenaikan Harga Beras, Mendag: Enak dan Bagus Kok
Kini, harga tersebut naik menjadi Rp 5 ribu dengan porsi lebih sedikit.
“Biasanya Rp 4 ribu kalo orang makan, sekarang jadi Rp 5 ribu dan takarannya lebih sedikit,” ungkapnya.
Agung berharap, pemerintah segera menstabilkan harga komoditas pangan agar usaha warteg miliknya bisa kembali lancar.
Sementara itu, seorang pembeli bernama Monica mengaku keberatan dengan kenaikan harga makanan yang ada di warteg.
Monica pun berharap harga komoditas pangan kembali normal agar harga makanan di warteg kembali stabil.
“Harapannya semoga cepat turun,” kata Monica usai menyantap makanan di Warteg Siliwangi.
Takar nasi konsumen
Pemilik Warung Tegal (Warteg) di DKI Jakarta mengeluhkan kenaikan harga beras yang sangat tinggi pasaran sejak satu bulan terakhir.
Ketua Korda Jakarta Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Izzudin Zidan menjelaskan, para pemilik Warteg masih bertahan dengan harga normal meski harga beras terjadi kenaikan.
Namun, para pedagang Warteg menyiasiati melayani pembeli dengan mengganti piring yang lebih kecil.
"Pengurangan porsi itu demi tetap menjaga daya saing harga. Warteg mungkin akan mengurangi porsi atau jumlah bahan beras yang digunakan dalam hidangan pembeli," katanya melalui keterangan tertulis Jumat (13/10/2023).
Zidan menjelaskan, para pedagang juga mengukur porsi nasi ke para pembeli supaya tidak terjadi pemborosan.
Baca juga: Harga Beras Naik, Pengusaha Warteg Kurangi Porsi Nasi hingga Ganti Piring
Sebab, selama ini ada pembeli yang makan di tempat atau dibungkus, terkadang nasinya tidak dihabiskan.
"Kalau menaikkan harga kan nggak mungkin. Jadi mengurangi porsi dan mengganti piring lebih kecil sesuai porsi," tandasnya.
Sementara itu, Pedangan Warteg Lurahe Bahari, Damus berharap pemerintah bisa mengendalikan harga beras supaya omset para pedagang Warteg tetap stabil.
"Seharusnya Pemerintah bisa mengendalikan harga beras supaya stabil," tutur Damus.
Damus sendiri tidak ingin menaikan harga penjualannya karena takut kehilangan pelanggan setia yang makan di tempatnya.
"Kalau harga saya nggak mungkin naikan, nanti pelanggan berkurang. Palingan bisa kurangi porsi nasi," ungkap Damus.
Mendagri Tito Karnavian Minta Masyarakat Konsumsi Sagu Hingga Sorgum
Di tengah melonjaknya harga beras, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta masyarakat untuk beralih dari mengonsumsi beras ke sumber pangan alternatif lain seperti jagung, talas maupun sagu dan sorgum.
Hal itu, kata Tito Karnavian juga untuk mengurangi konsumsi kadar gula yang menyebabkan diabetes.
"Negara sebesar ini saya pernah tugas di Indonesia bagian Tengah dan Timur, saya paham. Jadi ada Papeda sagu, ada jagung, ada talas, yam, itu semua enak-enak itu. Ada ubi jalar, ada sourgum, ada sukun, banyak sekali yang bisa menjadi bahan pokok dan itu sehat," ujar Tito usai menghadiri acara di Kementerian Keuangan, Selasa (3/10/2023).
"Kita tahu beberapa jenis beras mengandung gula, nggak bagus bisa menjadi sumber penyakit diabetes militus, gula," jelasnya.
Menurut Tito, peralihan konsumsi beras dengan produk lain adalah untuk mengurangi beban pemerintah dalam mengadakan beras.
"Kita harapkan stok cukup dan kemudian distribusi lancar. Memang ngga gampang karena Indonesia besar, medan kita kan berat, ada yang ke pulau, ada yang ke gunung," ucap dia.
Baca juga: Harga BBM dan Beras Naik, Tingkat Kepuasan Rakyat Ikut Naik, Said Didu: Makin Menderita Makin Puas
"Saran saya untuk kita semua, warga negara Indonesia, kuncinya selain stok adalah diversifikasi pangan. Tolong ditekankan betul, diversifikasi pangan, jadi tidak hanya mengandalkan beras sebagai makanan pokok. Tapi juga karbo-karbo yang lain," sambungnya.
Selain itu, Tito menegaskan bahwa konsumsi non-beras telah dilakukan oleh masyarakat di perkotaan dan bahkan sudah menjadi rutinitas.
Untuk itu, pihaknya berharap masyarakat tidak bergantung pada beras sebagai bahan pokok.
"Sementara seperti ketela, ini orang-orang kota malah sudah mulai beralih ke makanan non-beras, kenapa kita tidak menggenjot kampanye agar masyarakat tidak bergantung kepada beras," ungkapnya.
Di sisi lain, pasar ritel modern mengatur kebijakan pembelian beras sebesar 10 kilogram per orang.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, pengaturan pembatasan pembelian beras di ritel modern dikhususkan pada beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang digelontorkan oleh Perum Bulog.
Arief menegaskan bahwa beras SPHP yang berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) ini merupakan strategi pemerintah untuk memperluas jangkauan penyaluran sehingga masyarakat dapat lebih mudah memperolehnya.
Baca juga: Harga Beras Melambung Tinggi, Rizal Ramli Ungkit Jokowi yang Suka Impor dan Pangkas Subsidi Pupuk
"Untuk jenis beras yang dibatasi 2 pack di pasar ritel, hanya berlaku untuk beras SPHP yang dari Bulog. Kalau untuk beras komersial, itu tergantung dari kebijakan ritel masing-masing," kata Arief dalam keterangannya, Selasa (3/10/2023).
"Perlu dipahami beras SPHP ini berasal dari CBP yang digelontorkan secara luas ke masyarakat demi stabilisasi pasokan dan harga. Ini juga merupakan arahan Bapak Presiden Joko Widodo yang memerintahkan agar beras pemerintah disalurkan secara masif," imbuhnya.
Arief mengatakan pembatasan pembelian beras SPHP di ritel modern merupakan kebijakan yang mendorong masyarakat untuk dapat berbelanja bijak.
Dia memastikan stok beras yang dikelola pemerintah aman dan akan terus diperkuat, terlebih dalam menghadapi kekeringan sebagai dampak El Nino.
"Kenapa harus dibatasi? Ini karena beras SPHP harganya telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 10.900 per Kg dan setiap rumah logikanya cukup dengan 2 pack. Apalagi kualitas beras SPHP Bulog ini berkualitas premium," ucap dia.
"Tentunya masyarakat kami ajak bersama untuk senantiasa berbelanja bijak, yang artinya sesuai dengan kebutuhan, tidak perlu belanja berlebihan di atas kebutuhan normal," sambungnya.
Monitor Harga di Pasar, Polres Bogor Temukan 1.500 Ton Beras Impor Thailand, Vietnam, dan Pakistan |
![]() |
---|
Kepala Bapanas Jamin Stok Beras hingga Ramadan Cukup, Konsumsi Naik hingga 30 Persen |
![]() |
---|
Tom Lembong Sebut Melonjaknya Harga Beras Disebabkan Kebijakan Bansos Besar-besaran |
![]() |
---|
Sidak Gudang Beras Bulog Kasatgas Pangan Polri Sebut Harga Beras akan Stabil Sebelum Ramadan |
![]() |
---|
Sri Mulyani Ingatkan Kenaikkan Harga Beras Berpotensi Meningkatkan Inflasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.