Pemilu 2024
Sirekap Bikin Gaduh, Drone Emprit: KPU dan Bawaslu Perlu Pertimbangkan Audit Forensik
Pemilu dan Pilpres 2024 tercoreng oleh kinerja Sirekap. Kini, publik skeptis atau ragu pada hasil yang direkap. Apa perlu audit forensik?
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pemilu dan Pilpres 2024 yang makan biaya hingga Rp 86 triliun, menyisakan segudang masalah.
Sudah habis uang negara, namun keabsahan hasil Pemilu dan Pilpres 2024 itu dipertanyakan.
Publik banyak yang skeptis atau ragu terhadap kinerja Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca juga: PKS DKI Desak KPU dan Bawaslu Terapkan Pemilu 2024 Jurdil, Buntut Formulir C1 Tak Sesuai Sirekap
Demikian pemantauan Drone Emprit terdapat percakapan media sosial dan pemberitaan media online sebelum dan sesudah pemungutan suara Pemilu dan Pilpres.
"Ada isu-isu terkait Sirekap dan kegagalan mengelola hasil data suara secara transparan. Nah ini menimbulkan skeptisisme terhadap pemilu," ujar Ismail Fahmi, Pendiri Drone Emprit, dalam keterangan pers yang disiarkan YouTube Kompas TV, Sabtu (24/2/2024).
Menurut Ismail, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebenarnya telah berupaya menjawab keraguan publik terhadap persoalan Sirekap ini.
"Tetapi tanggapan mereka sering dilihat skeptis oleh publik," ungkapnya.
Baca juga: PDIP dan Timnas AMIN Tolak Sirekap, KPU: Hasil Resmi Penghitungan Suara Berdasarkan Rekapitulasi
Keraguan publik ini pun sejalan dengan tren percakapan di media sosial serta pemberitaan yang berkembang seputar dugaan kecurangan pemilu yang masih sangat tinggi.
Berdasarkan data di media sosial dan pemberitaan di media daring, Drone Emprit mencatat, percakapan itu terjadi tak hanya sebelum pencoblosan, bahkan sepekan setelah pencoblosan pun masih ramai.
"Sejak pencoblosan 14 Februari hingga seminggu setelahnya, 23 Februari, seminggu lebih, tren percakapan dan pemberitaan soal isu kecurangan dalam pemilu masih sangat tinggi," ucapnya.
"Ini memperlihatkan adanya perhatian publik. Dan isu kecurangan sangat mewarnai pemilu yang sekarang ini," tegasnya.
Baca juga: Mahfud MD Pertanyakan Klaim KPU Bahwa Sirekap Sudah Diaudit: Masih Gak Karuan Juga!
Menurut Ismail, sebelum pencoblosan, pembicaraan terkait dugaan kecurangan pemilu seputar isu intervensi politik, pelanggaran etika dan penyalahgunaan wewenang di Mahkamah Konstitusi, sangat kuat.
Sementara setelah pencoblosan, pembicaraan terkait dugaan kecurangan berkutat pada persoalan Sirekap.
"Kalau seandainya benar, maka perlu kiranya ini penting untuk jadi masukan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melalui audit forensik," lanjut Ismail.
Tujuannya agar penyelenggara pemilu tersebut bisa membuktikan bahwa sistem Sirekap yang digunakan tidak seperti yang diduga publik selama ini.
"Ini semua adalah dugaan yang saya kira penting untuk ada klarifikasi yang jelas. Utamanya dengan menggunakan audit forensik terkait dengan sistem yang ada," tuturnya.
KPU Siap Tanggung Jawab

Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari mengklaim bahwa pihaknya akan mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran untuk Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) ke instansi terkait.
Namun, Hasyim tetap tidak membeberkan berapa jumlah anggaran untuk membuat dan mengembangkan Sirekap.
"Untuk biaya Sirekap, ini menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk penyelenggaraan pemilu. Nanti akan dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan keuangan dan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," ujar Hasyim dalam jumpa pers, Jumat (23/2/2024).
Hasyim mengungkapkan, pertanggungjawaban itu tidak hanya pada anggaran 2023 saja, tetapi juga 2024.
Termasuk, dana untuk pengembangan hingga pelaksanaan penggunaan atas Sirekap pada Pemilu 2024.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti keengganan KPU RI membeberkan anggaran Sirekap dalam jumpa pers sebelumnya.
"Kalau KPU semangatnya keterbukaan dan transparansi, anggaran sekecil apa pun harusnya dipublikasikan, tidak ditutup-tutupi, apalagi untuk permasalahan yang tengah menjadi perbincangan di tengah publik yang besar," kata peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, kepada wartawan di kantor KPU RI, Kamis (22/2/2024).
"Publik sudah menduga ada kecurangan, ada kekisruhan akibat Sirekap, tapi KPU tidak memberikan informasi terkait itu. Itu kan ironis sebetulnya," ujarnya lagi.
Menurut Egi, publik berhak tahu mengenai pendanaan Sirekap.
Sebab, anggarannya berasal dari APBN yang bersumber dari uang rakyat.
"Harusnya apa pun itu yang berkenaan dengan Sirekap, mau anggaran, mau pengadaannya, itu harusnya diberikan oleh KPU, tidak ditutup-tutupi," kata Egi.
"Itu informasi terbuka, anggaran publik yang didapat melalui pajak, pajak yang kita bayarkan sebagai warga negara, itu adalah anggaran yang terbuka," ujarnya lagi.
Bahkan, ICW mendatangi KPU untuk menyampaikan permohonan informasi anggaran, pengadaan, hingga riwayat kerusakan Sirekap.
Egi mengatakan, pihaknya ingin meninjau pula, mengapa dana yang dianggarkan justru menghasilkan sistem yang "berantakan".
Dari permohonan dokumen informasi itu, ICW juga ingin menelisik mengapa KPU menggunakan sistem yang dianggap belum siap, untuk Pemilu 2024 yang tergolong rumit.
Sebab, ada lima jenis pemilu dalam satu hari di 820.000 lebih TPS se-Indonesia.
"Karena permasalahan di hulu bisa, pada akhirnya berujung di permasalahan di hilir, yaitu soal selisih suara dan sebagainya. Di hulu seperti apa untuk melihat kemudian di hilir. Kami mau memeriksa dari dokumen yang kami ajukan," kata Egi.
Dia lantas mengatakan setuju bahwa dengan kisruh ini, Sirekap semestinya diaudit seluruh prosesnya, bukan sekadar koreksi selisih suara yang salah konversi di dalam alat bantu tersebut.
"Kami ingin memeriksa anggarannya berapa sebesar apa, detailnya seperti apa, digunakan untuk apa saja, apakah perencanaannya sejak awal sudah dilakukan dengan patut atau tidak," ujar Egi.
Egi mengingatkan, sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, KPU RI punya waktu tiga hari kerja untuk menjawab permohonan informasi yang dilayangkan.
Terpisah, anggota KPU RI Idham Holik mengaku akan mengacu pada UU Keterbukaan Informasi Publik itu.
Sebab, menurut dia, penyelenggaraan pemilu mesti berprinsip berkepastian hukum.
"Kami akan pedomani undang-undang tersebut dalam menjawab informasi yang diminta oleh masyarakat ataupun lembaga swadaya masyarakat. Kami apresiasi, kami tetap hargai surat tersebut dan segera kami akan jawab," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI itu.
Dalam jumpa pers, Kamis, Kompas.com bertanya kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengenai biaya kerja sama pengadaan dan pengembangan Sirekap untuk Pemilu 2024 yang diteken bersama Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kompas.com juga bertanya soal kemungkinan adanya efisiensi sistem agar sesuai dengan anggaran yang dikerjasamakan dalam menyiapkan Sirekap sehingga menyebabkan sistem itu kini disoroti karena salah membaca jumlah suara peserta Pemilu 2024 dari formulir C.Hasil di tempat pemungutan suara (TPS).
Namun, Hasyim tak menjawab hal tersebut. Ketika ditegaskan kembali, dia berujar bahwa hal tersebut tidak perlu dijawab.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Pemilu 2024
Sirekap
Drone Emprit
pengamat media sosial Ismail Fahmi
KPU
Bawaslu
audit forensik
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari
Sekretaris KPU Jakarta Dirja Abdul Kadir Ungkap Pekerjaan KPUD Jakarta Belum Selesai |
![]() |
---|
Sempat Khawatir pada Kerawanan, KPU Jakarta Apresiasi Kinerja Polri Amankan Pelaksanaan Pilkada 2024 |
![]() |
---|
DKPP Prihatin Masih Banyak Penyelenggara Pemilu Tidak Netral di Pemilu 2024 |
![]() |
---|
Bawaslu Kabupaten Bekasi Rilis Laporan Akhir Pengawasan Pemilu 2024, Ini Hasilnya |
![]() |
---|
Gugatan Kader PKB Calon Anggota DPR Terpilih yang Dipecat Cak Imin Dikabulkan Bawaslu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.