Pemilu 2024
Masa Transisi Kekuasaan, Prabowo Butuh 70 Persen Kekuatan DPR, Pengamat: Rangkul PDIP
Kubu Prabowo butuh dukungan 70 persen di DPR agar masa transisi kekuasaan berjalan mulus. Bakal rangkul PDIP.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Kubu Prabowo dan Istana Kepresiden diprediksi akan mencoba merangkul semua kekuatan politik.
Setelah mendekati Partai Nasdem, kemungkinan besar kubu Prabowo juga akan rengkul kubu PDI Perjuangan.
Seperti diketahui, Nasdem adalah salah satu partai pengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaiman Iskandar, sementara PDIP adalah pendukung utama pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Hasil hitung cepat sejumlah membaga survei menunjukkan Prabowo-Gibran menang satu putaran dalam kontestasi Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menyebut Prabowo dan Jokowi akan mengajak partai-partai yang berpotensi menjadi oposisi masuk dalam gerbong mereka.
“Lingkaran istana dan Prabowo saat ini sedang melakukan pendekatan untuk meyakinkan PDIP bersedia ikut mem-back up pemerintahan Prabowo ke depan.
Baca juga: Jadi Kuasa Hukum Prabowo, Yusril Prediksi Kubu 01 dan 03 Minta Pembatalan Hasil Pilpres
Ini tidak perbeda sebagaimana PDIP dulu mempersilakan Prabowo masuk ke kekuasaan pasca-kekalahannya dari Jokowi pada Pilpres 2019,” kata Khoirul Umam kepada Kompas.com, Senin (19/2/2024).
Meski Prabowo-Gibran unggul jauh pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 menurut hasil hitung cepat, namun, Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo berada di urutan ketiga dalam pemilu legislatif (pileg).
Perolehan suara partai berlambang garuda itu sekitar 13 persen, tak lebih besar dari PDIP dan Partai Golkar.
Dengan hitungan demikian, Prabowo akan memiliki tingkat ketergantungan politik yang sangat tinggi demi menjaga stabilitas politik dan pemerintahannya di fase transisi awal yang seringkali penuh turbulensi.
Untuk mengamankan itu, Prabowo harus bisa mengumpulkan setidaknya 70 persen kekuatan politik di parlemen.
Oleh karenanya, tak heran jika kubu Prabowo-Gibran berupaya merangkul partai-partai di luar koalisi mereka.
Di sisi lain, kata Umam, situasi ini menjadi peluang emas bagi partai-partai menengah untuk putar balik dari koalisi lama, dengan membelot pada kubu pemenang.
Baca juga: Surya Paloh Bertemu Jokowi, Gibran Makin Tak Sabar Sowan ke Anies dan Ganjar
Sebab, partai-partai kelas tengah cenderung tidak siap berhadap-hadapan dengan kekuasaan.
“Mereka juga tampaknya tidak siap untuk menanggung risiko dan konsekuensi ekonomi-politik dan stabilitas internal partainya ketika mereka harus berpuasa dari kekuasaan,” ujar dosen Universitas Paramadina itu.
Atas situasi tersebut, PDIP berpeluang untuk bergabung ke pemerintahan Prabowo, namun juga tak menutup peluang menempatkan diri sebagai oposisi.
Sebagai petinggi partai, Ketua DPP PDIP Puan Maharani diyakini lebih fleksibel dan berpotensi membuka ruang negosiasi dengan kubu lawan.
Akan tetapi, langkah partai banteng bergantung pada keputusan ibunda Puan yang juga Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri.
Sementara, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang perolehan suaranya dalam pileg kian melemah diyakini akan bergabung ke pemerintahan yang berkuasa.
Partai Nasdem pun diprediksi bergabung ke kubu Prabowo. Apalagi, baru-baru ini Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, bertemu secara empat mata dengan Presiden Joko Widodo.
Selanjutnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masih tanda tanya.
Baca juga: PDIP dan PKS Satu Sikap Soal Pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi, Hasto: Fokus Pemilu
Meski pada masa kampanye Pemilu 2024 kerap mengkritik pemerintah, namun, partai pimpininan Muhaimin Iskandar itu belum pernah punya sejarah menjadi oposisi.
Pun Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kendati pernah mesra dengan Gerindra pada pemerintahan Jokowi periode pertama, namun, partai yang dimotori Ahmad Syaikhu itu selama ini selalu kontra dengan pemerintahan Jokowi.
“Semua itu akan bergantung pada basis kebutuhan penciptaan stabilitas politik dan pemerintahan di fase awal transisi kekuasaan Prabowo ke depan,” tutur Umam.
Sebagaimana diketahui, pasangan Prabowo-Gibran unggul dalam Pilpres 2024 menurut hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga.
Hasil hitung cepat Litbang Kompas pada Selasa (20/2/2024) pukul 00.17 WIB misalnya, memperlihatkan perolehan suara Prabowo-Gibran mencapai 58,47 persen.
Pasangan capres-cawapres nomor urut 2 itu didukung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
Baca juga: Batal Gugat Uang Rp 10 Juta, Almas Hanya Minta Gibran Minta Maaf di Media Massa
Sementara, capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendulang 25,23 persen suara. Pasangan ini didukung oleh Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Ummat.
Selanjutnya, masih menurut quick count, pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mendapat 16,30 persen suara. Capres-cawapres ini didukung oleh PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Perindo.
Akan tetapi, quick count bukanlah hasil resmi pemilu.
Menurut Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari, penetapan hasil rekapitulasi suara dilakukan paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara Pemilu 2024.
Oleh karena pemungutan suara digelar secara serentak pada 14 Februari 2024, penetapan rekapitulasi suara nasional dilakukan paling lambat pada 20 Maret 2024.
Anies yakin Nasdem tidak berkhianat
Sementara itu calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan menanggapi pertemuan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Seperti diketahui keduanya makan malam bersama di Istana Kepresidenan pada Minggu (18/2/2024) lali.
Anies yakin, tidak akan ada perubahan sikap dari Partai Nasdem selaku pengusungnya meskipun Surya Paloh bertemu Jokowi.
"Saya tidak melihat ada perubahan sikap, sikap tetap konsisten berada di dalam koalisi perubahan.
Dan itu tidak, saya memandang tidak ada pergeseran apa pun," kata Anies seperti dikutip dari siaran Kompas TV, Selasa (20/2/2024).
Komunikasi politik biasa
Anies juga menyebut sudah diberitahukan Surya Paloh terkait pertemuan itu.
Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 ini menganggap, pertemuan Jokowi dan Surya Paloh adalah hal yang biasa dalam dunia politik.
"Ya selalu komunikasi, dan tidak ada pergeseran posisi sama sekali tidak ada, dan pertemuan itu sesuatu yang biasa-biasa saja," imbuh dia.
Meski telah berkomunikasi dengan Surya Paloh, Anies tidak membeberkan topik pembicaraan dengan Jokowi itu. "Kalau itu (membahas apa) tanyakan langsung," tandasnya.
Sebelumnya, Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni membenarkan Surya Paloh merapat ke Istana Merdeka guna menemui Presiden Jokowi.
Menurut Sahroni, ketua umum partainya itu dipanggil sang presiden. "Dipanggil Pak Presiden," kata Sahroni, Minggu (18/2/2024).
Penjelasan berbeda datang dari Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana. Menurutnya justru Surya Paloh yang ingin bertemu dengan Presiden.
"Sebelumnya, Bapak Surya Paloh menyampaikan permohonan untuk menghadap Bapak Presiden.
"Sebagai tanggapan atas permohonan tersebut, Bapak Presiden mengalokasikan waktu untuk menerima Bapak Surya Paloh, malam hari tadi di Istana Merdeka," jelas Ari Dwipayana.
Sekretaris KPU Jakarta Dirja Abdul Kadir Ungkap Pekerjaan KPUD Jakarta Belum Selesai |
![]() |
---|
Sempat Khawatir pada Kerawanan, KPU Jakarta Apresiasi Kinerja Polri Amankan Pelaksanaan Pilkada 2024 |
![]() |
---|
DKPP Prihatin Masih Banyak Penyelenggara Pemilu Tidak Netral di Pemilu 2024 |
![]() |
---|
Bawaslu Kabupaten Bekasi Rilis Laporan Akhir Pengawasan Pemilu 2024, Ini Hasilnya |
![]() |
---|
Gugatan Kader PKB Calon Anggota DPR Terpilih yang Dipecat Cak Imin Dikabulkan Bawaslu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.