Kekerasan Seksual
Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual, Eks Ketua BEM UI Melki Sedek Huang Diskors Satu Semester
Eks Ketua BEM UI Melki Sedek Huang harus menelan pil pahit. Kariernya ah ncur atas dugaan kekerasan seksual, kini dia diskors.
Penulis: M. Rifqi Ibnumasy | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, DEPOK - Eks Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek Huang terbukti melakukan kekerasan seksual.
Hal itu tertuang dalam Keputusasaan Rektor UI Nomor 48/SK/R/UI/2024 tentang penetapan sanksi administratif terhadap pelaku kekerasan seksual atas nama Melki.
“Bahwa Sdr. Melki Sedek dengan Nomor Pokok Mahasiswa 1906363*** terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan hasil pemeriksaan, alat bukti, serta keterangan pihak terkait yang telah dihimpun oleh Satgas PPKS UI,” tulis SK tersebut, dikutip pada Rabu (31/1/2024).
Baca juga: Melki Sedek Diduga Lakukan Pelecehan Seksual, PBHM: Jangan Jadi Pembunuhan Karakter Mahasiswa Kritis
Dalam SK yang ditandatangani langsung oleh Rektor UI Ari Kuncoro, Melki terbukti melakukan kekerasan seksual secara fisik kepada korbannya.
“Satgas PPKS UI menyimpulkan bahwa pelaku telah terbukti melakukan jenis kekerasan seksual dalam bentuk: satu, menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan korban,” ungkapnya.
Atas tindakannya tersebut, UI memberikan sanksi administratif berupa skorsing satu semester kepada Melki dan dilarang berada di lingkungan kampus.
Bahkan, Melki dilarang aktif secara formal maupun informal dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan baik di tingkat studi, fakultas, hingga universitas.
Baca juga: Ketua BEM UI Melki Sedek Dinonaktifkan karena dugaan Pelecehan Seksual, Termakan Aturannya Sendiri
“(Dilarang) berada di lingkungan kampus Universitas Indonesia,” ucapnya.
Sebelumnya, Melki Sedek Huang dinonaktifan sebagai Ketua BEM UI karena tuduhan melakukan pelecehan seksual.
Menanggapi hal tersebut Ketua Umum (Ketum) Pusat Bantuan Hukum Masyarakat (PBHM) Ralian Jawalsen mengatakan jika terjadi pelecehan maka proses hukum harus dilakukan dan ditegakkan.
Akan tetapi, kata Ralian, jangan sampai hal ini dilakukan untuk membunuh karakter mahasiswa kritis yang selama ini mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) dengan putusannya memuluskan jalan Gibran Rakabuming menjadi calon wakil presiden.
"Kita tahu bahwa setelah Melki Sedek mengkritik Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, beberapa aparat keamanan mendatangi kediaman orang tuanya dan tempat sekolahnya. Jadi bukan kali ini itimidasi dialami Melki. Jad bisa saja ini bagian pembunuhan karakter yang terjadi terhadap mahasiswa kritis," tegas Ralian dalam keterangan tertulisnya yang diterima WartaKotalive.com, Jumat (22/12/2023).
Ralian menegaskan, jika cara pembungkaman mahasiswa kritis dilakukan dengan pembunuhan karakter, maka gelombang protes yang akan terjadi nantinya semakin besar kepada kekuasaan.
"Secepat kllat kebohongan itu direkayasa, yakinlah kebenaran akan mengalahkannya. Keadilan akan mencari jalannya sendiri. Jika ini upaya pembungkaman terhadap Melkisedek yakinlah gelombang kemarahan mahasiswa akan besar untuk meruntuhkan rezim otoriter," ujar mantan aktivis 1998 ini.
Menurut Ralian, gelombang protes mahasiswa tahun 1998 terjadi pada saat militer dan Golkar memperoleh suara Pemilu 1997 di atas 60 persen.
Namun, sayangnya krisis ekonomi di Indonesia tidak bisa dibendung karena memang pondasi ekonomi Indonesia tidak kokoh sehingga Soeharto harus turun di tengah jalan.
Berbagai aksi gelombang mahasiswa semakin masif. Mahasiswa dari berbagai kampus baik swasta dan negeri melakukan mimbar bebas.
"Pemerintahan Jokowi harus belajar dari sejarah gerakan mahasiswa. Pemilu 2024 akan sia-sia jika gelombang kemarahan rakyat semakin membesar. Jangan sampai penurunan kekuasaan di tengah jalan, dan jika terjadi maka harga sosial yang sangat mahal yang harus dibayar," ujar Ralian.
Melki Sedek sendiri membantah telah melakukan pelanggaran atas kekerasan seksual seperti yang diunggah salah satu akun di media sosial X.
"Sampai hari ini saya memang belum tahu melanggar aturan apa. Saya juga merasa tidak pernah melanggar aturan apapun, apalagi terkait kekerasan seksual," imbuhnya.
Kendati demikian, Melki menjelaskan upaya penonaktifan itu telah sesuai dengan aturan BEM UI yang berlaku.
"Surat penonaktifan adalah prosedur yang berlaku di BEM UI sesuai Peraturan BEM UI Nomor 1 Tahun 2023. Ketika ada dugaan ataupun bahkan sekadar pelaporan saja, memang terduganya harus dinonaktifkan demi kelancaran proses investigasi dan lain sebagainya," jelas Melki.
Melki mengaku siap mengikuti proses apapun serta melakukan pembuktian apapun pada perkara ini.
"Jadi saya minta teman-teman media untuk tunggu saja prosesnya seperti apa. Saya sangat siap untuk mengikuti proses apapun dan sangat siap untuk membuktikan apapun jika diperlukan," imbuh Melki.
Terpisah, Kepala Biro Humas dan KIP UI Amelita Lusia tidak berkomentar banyak perihal upaya penonaktifan Melki dari BEM UI.
Menurut Amelita, upaya penonaktifan itu merupakan mekanisme penyelesaian internal di BEM UI.
"Di UI, jika ada masalah terkait KS (red, kekerasan seksual), maka itu menjadi ranah Satgas PPKS (red, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual). Kami percayakan dan hormati setiap rekomendasi Satgas PPKS terhadap kasus-kasus yang dilaporkan kepada satgas ini," kata Amelita.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di DKI Capai 1.113 Hingga Juli 2025, Tahun 2024 Sebanyak 2.041 |
![]() |
---|
Pihak Keluarga Bingung Polisi Tolak Laporan Dugaan Pencabulan Anak di Bekasi, Padahal Ada 9 Korban |
![]() |
---|
Dosen di NTB Cabuli Banyak Mahasiswi dengan Strategi Yang Sangat Licik, Kini Meringkuk di Penjara |
![]() |
---|
Istri Ridwan Kamil Atalia Praratya Lampiaskan Kekesalan: Kami Tidak Akan Tinggal Diam! |
![]() |
---|
Gelar Pesta Miras di Kontrakan, Mahasiswi di Malang Tak Terima Dirudapaksa saat Sedang Mabuk |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.