RUU DKJ

Aktivis Ramal Jakarta Rusuh jika RUU DKJ Disahkan, Bamus Suku Betawi 1982 Ngaku Usul, Ini Alasannya

Aktivis yang tergabung dalam Aktivis Pro Jakarta khawatir pemerintah ngotot mengesahkan RUU DKJ, karena bisa memicu kerusuhan.

warta kota/fitriandi fajar
Aktovis Pro Jakarta berkumpul membahas RUU DKJ yang jika disahkan bisa berdampak buruk. Mereka khawatir akan kerusuhan, karena tak ada pilkada. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) berpotensi chaos atau menimbulkan kekacauan karena dianggap berpolemik.

Salah satu klausul yang menimbulkan pertentangan adalah, sosok Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk Presiden dengan mempertimbangkan pendapat DPRD, tanpa melewati proses Pilkada.

Aktivis Pro Jakarta Ervan Purwanto mengatakan, DPR RI tidak perlu tergesa-gesa membahas RUU DKJ tersebut.

Baca juga: Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, Marco Kusumawijaya: Pengendalian Buruk, Lebih dari Kolonialisme

Apabila pembahasan dipaksakan, dia menilai bisa berpotensi rusuh di tengah masyarakat.

“Sebaiknya RUU DKJ dibahas usai Pemilu dan Pilkada serentak 2024. DPR jangan gegabah bahas RUU DKJ yang berpotensi bikin chaos,” kata Ervan, Jumat (8/12/2023).

Sementara itu Aktivis Pro Jakarta lainnya, Boy Ade Nurdin menambahkan, agar tidak ada kekosongan regulasi menyusul batas terakhir pengesahan UU DKJ pada tanggal 15 Februari 2024, Presiden harus mengeluarkan Perppu UU Ibu Kota Negara (IKN) untuk memperpanjangnya.

Pasal 41 ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara menyebutkan, bahwa paling lama dua tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Baca juga: Timnas AMIN tak Setuju Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden: Kemunduran Besar Demokrasi Indonesia

Selanjutnya Pasal 41 ayat (4) mengatur ‘Perubahan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengatur kekhususan Jakarta’.

“Perlu dikeluarkan Perppu untuk mengubah Pasal 41 UU IKN, toh IKN juga belum selesai dibangun,” ujar Ervan.

RUU DKJ ramai-ramai mendapat penolakan, termasuk dari fraksi-fraksi di DPR yang berbalik arah melakukan penolakan.

Dalam Pasal 10 ayat (2) draf RUU DKJ mengatur Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan Presiden dengan memerhatikan usul atau pendapat DPRD.

Keputusan RUU DKJ jadi usul inisiatif DPR ini diambil dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi PKS yang menolak RUU tersebut.

Diberitakan sebelumnya, teka-teki tentang pihak yang mengusulkan agar Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta ditunjuk Presiden RI mulai terkuak.

Pihak yang mengajukan hal itu dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) adalah Badan Musyawarah (Bamus) Suku Betawi 1982.

Ketua Umum Bamus Suku Betawi 1982 Zainuddin alias Haji Oding membenarkan, bahwa pihaknya yang menggagas agar kepala daerah di Jakarta ditunjuk Presiden.

Usulan itu disampaikan saat Haji Oding yang juga menjadi Wakil Ketua Majelis Kaum Betawi ini, mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan DPR RI terkait RUU DKJ beberapa waktu lalu.

“Kami mengusulkan agar Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk oleh presiden, cost (biaya) politik lebih kecil, kemudian dampak keamanan juga dapat dihilangkan gitu,” kata Haji Oding, Jumat (8/12/2023).

Haji Oding mengatakan, gagasan itu juga sudah disampaikan dalam lembaga adat yakni Majelis Kaum Betawi.

Lembaga itu mewadahi dua organisasi yakni Bamus Suku Betawi 1982 yang dipimpin Haji Oding dan Bamus Betawi yang dipimpin Riano P Ahmad.

Ketua Umum Bamus Suku Betawi 1982 Zainuddin alias Haji Oding, yang mengusulkan Gubernur Jakarta ditunjuk langsung Presiden.
Ketua Umum Bamus Suku Betawi 1982 Zainuddin alias Haji Oding, yang mengusulkan Gubernur Jakarta ditunjuk langsung Presiden. (Istimewa)

Selain itu, kata dia, pertimbangan lain penunjukkan Gubernur secara langsung karena mereka menginginkan putra daerah menjadi pemimpin di Jakarta.

Dia berharap, putra daerah mendapat keistimewaan pasca Ibu Kota dipindah dari Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur.

“Di situ ada kompromi soal putra daerah menjadi salah satunya toh, di mana-mana juga ada privilese politik yang diberikan kepada putra asli daerah, yaitu kaum Betawi,” ucap Haji Oding.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved