Pilpres 2024
Banyak Relawan Pasang Baliho Paslon Nomor Urut 1, Cak Imin: Ternyata Tak Punya Uang Itu Ada Gunanya
Cawapres nomor satu Cak Imin mengatakan pihaknya sengaja tidak memasang baliho dalam jumlah banyak.
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Sigit Nugroho
Motif inilah, kata dia, bisa dicegah dengan UU Perampasan Aset.
"Konteks ini kami melihat penting sekali untuk menyegerakan penuntasan undang-undang perampasan aset, pemiskinan itu paling ditakuti oleh koruptor," ucap Anies.
Baca juga: Kampanye Anies Baswedan di Koja, Tanya ke Warga Memilih Kondisi Indonesia Terkini atau Perubahan
Anies menuturkan bahwa korupsi masih marak terjadi karena tidak ada instrumen yang mendasar untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.
"Selama kita tidak punya instrumen untuk memiskinkan koruptor sudah bayangkan mengambil sekian ratus miliar dihukum sebenarnya 10 tahun 15 tahun, setelah pulang masih ada enggak yang diambil lalu? Masih ada. Itu kan seperti ngitung kerja aja 10 tahun dapat sel. Menurut saya itu harus ada perampasan aset itu karena kan masih diproses yang besar," tutur Anies.
BERITA VIDEO: Anies Baswedan Hadiri Dialog Santai dengan Dewan Pers dan PWI
Babak Belur Digebukin Buzzer, Anies Baswedan Pilih Berdoa kepada Tuhan
Selain itu, Anies Baswedan mengaku babak belur digebukin buzzer di media sosial.
Itu sudah dialaminya sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dalam proses politik yang dilaluinya, capres nomor urut satu ini mengaku tidak pernah menggunakan jasa buzzer.
"Dari capres yang ada saat ini, mungkin saya yang paling babak belur digebukin di media sosial.
Jika saya punya buzzer tentu tidak akan seperti ini, tidak akan ada serangan. Justru karena kita apa adanya, jadi babak belur," kata Anies.
Anies kemudian mengaku lebih sering berdoa kepada Tuhan agar mendapatkan kesempatan meluruskan berbagai narasi di media sosial yang menyudutkan atau tak sesuai fakta.
“Saya selalu bilang begini, berikan saya umur panjang sehingga pemutarbalikan kenyataan lewat mesin yang dahsyat ini semoga bisa dijawab dengan kenyataan, bukan pertanyaan lagi,” tutur dia seperti dilansir Kompas.com.
Baca juga: Bila Jadi Presiden, Ganjar Pranowo Janji Gak Baper Kalau Dikritik Media
Mantan menteri Pendidikan itu menuturkan, penggunaan buzzer justru akan merusak demokrasi. Maka dari itu, Anies mengatakan, solusinya adalah banyak berdiskusi dengan awak media.
“Solusinya harus diomongin dengan teman-teman semua sama mereka yang bergerak di media. Karena satu sisi kita ingin menjaga kebebasan berekspresi. Itu jangan sampai hilang,” paparnya.
“Di sisi lain kita ingin ada dunia informasi yang tidak diisi dengan post truth approach (informasi simpang siur). Tapi the truth. Kira-kira kita ingin mencari keseimbangan,” kata dia lagi.
Terakhir, Anies berjanji tak akan memakai buzzer jika nantinya terpilih menjadi presiden.
“Kami ke depan insya Allah tidak akan pakai karena itu merusak sekali,” imbuh dia.
Kembali ke sentralisasi
Pada kesempatan yang sama Anies Baswedan mengatakan, Indonesia kembali mengalami proses sentralisasi pemerintahan.
Padahal, proses desentralisasi dengan memberlakukan otonomi daerah telah diperjuangkan seiring dengan proses reformasi pada 1998.
“Beberapa waktu ini terjadi resentralisasi, dengan ada revisi-revisi perundang-undangan dan keputusan-keputusan," ujarnya.
Sebagai contoh, lanjut Anies, setiap membuat aturan, seorang gubernur harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurutnya, tujuan dari kebijakan itu sebenarnya baik untuk menyamakan visi pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah.
Baca juga: Hadiri Diskusi PWI, Anies Baswedan Tegaskan Fokus Pembangunan Manusia
“Sesungguhnya itu mau merespons keadaan banyak yang bikin aturan macam-macam karena itu harus dilempengkan,” sebutnya.
“Tapi yang dikerjakan bukan melempengkan, tapi melakukan resentralisasi.
Akhirnya apa? Back log, pergubnya sudah keluar baru sekian bulan, minggu kemudian baru (persetujuan pemerintah pusat) itu keluar,” papar dia.
Situasi itu memperlambat kinerja gubernur karena Kemendagri harus mengecek semua peraturan gubernur (pergub) yang ada.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut baginya berisiko memunculkan pemufakatan jahat.
“Ya bayangkan di sini (pusat) harus menampung seluruh pergub dari seluruh indonesia lalu diverifikasi, diproses, dan potensi hengki pengki di dalam.
Potensi. Karena ini kan perubahan peraturan mendadak (terjadi) di ujung,” imbuh dia. (*)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran Tegaskan Pemangkasan Makan Bergizi Rp 7.500 Cuma Isu |
![]() |
---|
Gibran Mundur dari Wali Kota Solo, Mardani Ali Sera Sebut Perlu Banyak Menyerap dan Siapkan Diri |
![]() |
---|
Menko PMK Muhadjir Sebut Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Sudah Dibahas Dalam Rapat Kabinet |
![]() |
---|
AHY Dukung Prabowo Tambah Pos Kementerian dan Tak Persoalkan Berapa Jatah Menteri untuk Demokrat |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran Ngopi Santai di Hambalang, Gerindra: Sangat Mungkin Bahas Format dan Formasi Kabinet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.