Pilpres 2024

Singgung Pendidikan Politik, Ganjar Pranowo Samakan Dirinya Dengan Xi Jinping dan Obama

Ia pun mengajak anak-anak muda untuk tidak risih dengan politik karena politik menurtnya adalah urusan kehidupan.

Editor: Feryanto Hadi
Tribunnews.com/Gita Irawan
Calon Presiden Ganjar Pranowo saat acara Dialog Publik Muhammadiyah bersama Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Universitas Muhammadiyah Jakarta Cirendeu Tangerang Selatan pada Kamis (23/11/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan


WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Calon Presiden Ganjar Pranowo membandingkan dirinya dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping, juga dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama 

Hal itu terjadi saat acara Dialog Publik Muhammadiyah bersama Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Universitas Muhammadiyah Jakarta, di kawasan Cirendeu, Tangerang Selatan pada Kamis (23/11/2023).

Awalnya, Ganjar menjawab pertanyaan terkait kualitas demokrasi yang memburuk bahkan dibajak oligarki untuk kepentingan-kepentingan yang tidak demokratis meskipun Republik Indonesia telah melakukan Pemilu berkali-kali.

Karena menurut panelis, apabila menggunakan teori pembangunan politik, kualitas demokrasi di Indonesia semakin baik. 

Panelis yang menyampaikan pertanyaan tersebut yakni Panelis Bidang Politik dan Demokrasi Prof Dr Ma'mun Murod.

Baca juga: Keluarga Dukung Prabowo, Begini Status Jokowi di PDIP hingga Sindiran Tajam Ganjar Pranowo

Ganjar kemudian menjawab bahwa kualitas demokrasi memang diuji berkali-kali sehingga ada proses demokratisasi. 

Demokratisasi, kata dia, mesti melibatkan banyak orang dan apabila situasi dan kondisi tersebut sudah tidak sesuai maka rakyat sebagai pemilik republik yang harus berbicara.

Ketika kemudian banyak kelompok kritis mulai berbicara pada soal-soal itu, artinya kata dia, negara sudah diperingatkan.

Ia lanjut mempertanyakan perihal apakah  agenda reformasi sudah berjalan atau belum.

Reformasi, kata Ganjar, terjadi karena pemerintahannya berjalan lama dan dijalankan oleh orang yang sama sehingga muncul pembatasan.

Kemudian, ketika pemerintahannya terlalu sentralistik maka lahirlah otonomi daerah.

Selanjutnya, karena situasinya penuh dengan KKN maka ada semangat anti-KKN sampai menjadi TAP MPR.

Dalam perjalanannya, kata dia, terjadi kompromi. 

Ketika terjadi kompromi, lanjut dia, maka publik mungkin merasa sudah baik-baik saja.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved