Berita Nasional

Masyarakat Indonesia Buang Makanan Setara Rp 27 Triliun, Tempati Peringkat Kedua di Dunia

Indonesia peringkat kedua dunia lantaran buang makanan. Tercatat 13 juta ton makanan layak dibuang setiap tahunnya dengan nilai Rp 27 triliun.

Editor: Dodi Hasanuddin
Istimewa
Masyarakat Indonesia Buang Makanan Setara Rp 27 Triliun, Tempati Peringkat Kedua di Dunia 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Arab Saudi soal buang makanan layak makan setiap tahunnya.

Hal itu berdasarkan data dari The Economist Intelligence Unit tahun 2020.

Berdasarkan data tersebut rata-rata setiap orang Indonesia membuang sekitar 300 kilogram makanan layak makan setiap tahunnya.

Secara keseluruhan, hampir 13 juta ton makanan dibuang sia-sia setiap tahunnya di Indonesia dengan nilai keekonomian setara dengan 27 triliun rupiah.

Baca juga: Cara Tepat Menurunkan Berat Badan bagi Usia 30 an, Ada Jenis Makanan yang Wajib Dihindari

Kehilangan dan pemborosan pangan, selain menyebabkan hilangnya nilai ekonomi pangan itu sendiri, juga berdampak langsung terhadap memburuknya ketahanan pangan nasional.

Hal itu pun menjadi pembahasan FGD Ranah Tata Sehatera bertajuk Mengurangi Food Loss dan Food Waste untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional, Jumat 17 November 2023.

FGD yang diadakan Aliansi Kebangsaan ini bekerja sama dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, FKPPI, HIPMI, dan Harian Kompas

Hadir sebagai narasumber yaitu Prof. Dr. Eriyatno, MSAE, Direktur Center of Sistem, IPB; Arief Prasetyo Adi, S.T, M,T, Kepala Badan Pangan Nasional. FGD dimoderatori oleh Mayjen TNI (Purn) I Dewa Putu Rai,

“Karena itu, harus ada upaya sungguh-sungguhdari semua pihak untuk menekan kehilangan dan pemborosan pangan ini,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo.

Baca juga: Viral Nuget Jadi Makanan Tambahan Atasi Stunting, DPRD Kota Depok Panggil Dinkes

Hal tersebut terjadi juga karena persoalan budaya, lanjutnya, pemanfaatan inovasi teknologi diyakini dapat membantu memperkecil kehilangan dan pemborosan pangan.

Pontjo mengungkapkan berdasarkan penilaian Global Food Security Index (GFSI) dari The Economist Intelligence Unit (EIU) yang dipublikasikan pada Desember 2022, ketahanan pangan Indonesia dengan skor 60,2 berada di posisi 63 dari 113 negara.

Sementara itu, ketersediaan pangan Indonesia dinilai kurang baik dengan skor 50,9. Keadaan ini tentu masih memprihatinkan.

Terlebih dalam program Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030 dinyatakan “mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian
berkelanjutan”.

“Kita merasa bersyukur penanganan kehilangan dan pemborosan pangan telah menjadi perhatian sungguh-sungguh pemerintah,” ucap Pontjo.

Menurut Pontjo, Badan Pangan Nasional lewat kampanye “Stop Boros Pangan” serta “Belanja Bijak” telah melakukan sosialisasi, edukasi, dan advokasi untuk mengurangi pemborosan pangan.

Sesuai komitmen dalam SDGs, negara-negara di dunia termasuk Indonesia diharapkan dapat mengurangi 50 persen food waste per kapita di tingkat retail dan konsumen pada tahun 2030.

Baca juga: Cegah Diabetes Anak, TK Al-Azwa Sunter Agung Beri Edukasi Makanan Sehat Sambil Bernyanyi

Untuk itu, harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait.

Maka dari itu diperlukan sinergi dan kolaborasi dari hulu ke hilir yang melibatkan akademisi, dunia usaha, komunitas, pemerintah dan media massa.

“Upaya membangun ketahanan pangan termasuk mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan tentu tidak bisa sepenuhnya kita serahkan kepada pemerintah,” katanya.

Pontjo menyatakan bahwa peran masyarakat juga sangat diperlukan. Banyak hal yang dapat dilakukan
oleh masyarakat terutama pada tingkat keluarga untuk membantu meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Membangun ketahanan pangan berbasis keluarga dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan pekarangan melalui home farming atau family farming.

Dengan memanfaatkan pekarangan yang ada serta berbagai teknik penanaman, setiap keluarga dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri, yang pada akhirnya berkontribusi bagi penguatan ketahanan pangan nasional.

Masyarakat terutama keluarga juga dapat ambil peran dalam mengurangi food waste dengan mengubah perilaku keluarga dalam konsumsi pangan.

Antara lain dengan membuat rencana makan yang tepat, membeli makan yang dibutuhkan saja, mendaur ulang apa yang tersisa, simpan dengan baik apa yang tidak dimakan, dan mengambil makanan sesuai porsi yang dibutuhkan.

“Sebenarnya banyak kearifan lokal dari nenek moyang kita yang mencerminkan upaya untuk mencegah terjadinya pemborosan atau limbah makanan,” lanjutnya.

Seperti kata bijak atau nasehat: “Kalau makanannya tidak dihabiskan, nanti makanan atau nasinya nangis” Atau “Kalau makanannya tidak habis nanti ayamnya mati”, dan lain-lain.

Dikatakan Pontjo, banyak negara, untuk memenuhi ketersediaan pangannya dilaksanakan melalui swasembada dengan cara memproduksinya di dalam negeri.

Cara ini dipandang sebagai salah satu cara efektif dalam mencapai ketahanan pangan suatu negara. Artinya, negara tersebut memiliki kontrol yang besar terhadap pasokan pangannya dan tidak tergantung pada pasar internasional.

Namun, fenomena perubahan iklim telah mengancam produksi dan ketersediaan pangan. Menghadapi fenomena ini, ada kebutuhan untuk membangun sistem produksi berkelanjutan tanpa terpengaruh oleh perubahan iklim.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved