Viral Media Sosial

Bukan karena Benci Jokowi, Ini Alasan Denny Indrayana Bersikukuh Ketua MK Anwar Usman Langgar Etik

Denny Indrayana Mengaku Sudah Mengingatkan MK Soal Adanya Putusan Kontroversial berkaitan dengan Pencalonan Putra Jokowi, Gibran Dalam Pilpres 2024

Editor: Dwi Rizki
Kolase Foto Instagram
Kolase Denny Indrayana dan Mahkamah Konstitusi (MK) 

Di tengah tahun politik, tantangan dan godaan kepada Mahkamah Konstitusi diyakini sangatlah berat.

Oleh karena itu, dirinya sebagai sahabat ingin menjadi pengingat, bahwa Mahkamah Konstitusi adalah penjaga moralitas konstitusi.

"Karena itu, saya melakukan advokasi putusan sistem pemilu legislatif. Meskipun berhadapan dengan laporan pidana, juga etika," imbuhnya.

Sebab, dipaparkannya, sedari awal, hampir 4 bulan sebelum putusan 90 yang kontroversial disampaikan Anwar Usman, tepatnya pada 5 Juni 2023, dirinya sudah mengingatkan MK lewat melalui media sosial.

Dalam postingannya, Denny Indrayana mengingatkan banyak pihak soal adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang berkait syarat umur capres-cawapres dan menjadi pintu masuk Gibran menjadi kontestan dalam Pilpres 2024.

Lalu, pada 27 Agustus 2023, diorinya secara resmi menyampaikan laporan pelanggaran kode etik Ketua MK, Anwar Usman kepada MKMK, hampir dua bulan sebelum Putusan 90 dibacakan pada 16 Oktober 2023.

"Jadi, prinsip putusan MK yang final and binding (mengikat), tidak tepat diterapkan kepada aduan saya, karena saya sudah mengingatkan potensi pelanggaran, jauh sebelum putusan dibacakan. Sayangnya tidak mendapat perhatian, dan sengaja dilakukan pembiaran," ungkap Denny Indrayana.

"Lalu, ketika aduan saya menjadi kenyataan, bahwa Putusan 90 sarat benturan kepentingan politik keluarga Presiden Joko Widodo, maka saya berhak menagih: putusan dinyatakan tidak sah. Karena saya sudah memberikan early warning system, peringatan, jauh sebelum putusan dibacakan," bebernya.

Dirinya mengingatkan agar MK tak berlindung dibalik tameng 'final and binding', karena dirinya sudah mengingatkan jauh sebelum putusan 90 diucapkan.

Rakyat Indonesia tentu berharap banyak kepada MKMK untuk keluar dari jebakan prosedural, hukum positivistik yang kaku.

Kemudian menancapkan tonggak sejarah, menjadi penyelamat kehormatan dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi.

"Kita tahu kapasitas dan integritas Majelis Kehormatan MK yang mulia. Keahliannya tidak diragukan lagi, keilmuannya lebih dari cukup untuk membuat keputusan yang adil dan bersejarah," jelasnya.

"Majelis tentu juga sangat paham, bahwa kewenangan menguji konstitusionalitas undang-undang, adalah hasil ijtihad para hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat, dalam perkara Marbury Vs Madison. Suatu putusan bersejarah, landmark decision, yang mendobrak prinsip kedaulatan dan supremasi parlemen (sovereignty and supremacy of the Parliament)," bebernya.

"Karena itu, sejarah baru harus ditorehkan untuk menolak prinsip final and binding yang disalahgunakan oknum MK untuk melanggengkan kuasa dinasti keluarganya," tegasnya.

Di pundak moralitas dan Integritas Profesor Jimly Asshiddiqie, Profesor Bintan Saragih dan Doktor Wahiddudin Adams harapan bangsa Indonesia digantungkan.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved